About

check

Senin, 08 September 2008

Ketika Amerika Merasa Bersalah


PERANG Vietnam, tak pelak lagi, adalah salah satu luka sejarah yang sangat dalam bagi Amerika Serikat. Berjaya memimpin sekutu dalam Perang Dunia II, negeri adidaya itu justru merasakan pahitnya sebuah kekalahan di Daratan Indo China. Sebuah negara besar dengan kemampuan tentara yang didukung teknologi perang serba canggih dibandingkan dengan tentara Vietkong pada akhirnya harus hengkang dari medan pertempuran.

DATA resmi menyebutkan, untuk keperluan Perang Vietnam itu Amerika Serikat (AS) menghabiskan lebih dari 15 miliar dollar AS serta kehilangan sekitar 58.000 prajuritnya. Di atas segalanya, selain kalah perang, AS juga harus menanggung malu karena belakangan diketahui bahwa beberapa satuan militernya telah melakukan kejahatan perang di sana. Kebohongan terbesar Pemerintah AS adalah ketika mereka menutup- nutupi kejadian sebenarnya dari apa yang disebut insiden di Teluk Tonkin pada tahun 1964.

Luka sejarah itu tak pernah hilang. Paling tidak itu tercermin lewat film-film Hollywood. Entah itu yang mengumbar keperkasaan tentara Amerika ketika dan sesudah perang ataupun yang mengangkat tema- tema kemanusiaan berikut gambaran berbau kritik tentang betapa "bodoh"-nya keputusan Amerika ikut terjun langsung dalam kemelut di Daratan Indo China ini.

Para ahli sejarah pun, sebutlah seperti laporan Newsweek edisi April 2000, masih saja membuka perdebatan tentang berbagai aspek menyangkut perang ini. Bahkan, keikutsertaan sebagai sukarelawan Perang Vietnam kerap menjadi salah satu isu dalam setiap perdebatan menjelang pemilihan Presiden AS, tak terkecuali perseteruan saat ini antara George W Bush dari Partai Republik dan John Kerry dari Partai Demokrat.

Di atas segalanya, satu hal yang tetap perlu dicatat, ternyata Amerika Serikat sulit melepaskan diri dari bayang-bayang panjang Perang Vietnam. Paling tidak, inilah bagian dari pengakuan mantan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger, salah satu arsitek penting Perang Vietnam.

LUKA sejarah itu pula yang menginspirasi sekelompok masyarakat Amerika untuk membuat semacam monumen peringatan bagi korban Perang Vietnam, utamanya untuk mengenang puluhan ribu tentara AS yang tewas dalam kesia-siaan di sana. Setelah melalui serangkaian perdebatan pro dan kontra, awal Maret 1982, desain dan rancangan untuk pendirian semacam tugu peringatan atas korban Perang Vietnam dimatangkan. Setelah melewati berbagai fase konstruksi, tahun 1984 terbentuklah "bangunan" berupa dinding berbentuk setengah bidang trapesium di salah satu bagian Taman Konstitusi di Washington DC.

Di sepanjang dinding, tertera lebih dari 57.000 nama personel tentara AS yang resmi dinyatakan tewas dalam Perang Vietnam. Nama-nama itu dibuat dalam lajur-lajur di sepanjang dinding "bangunan", membentuk deretan panjang nama-nama korban kegilaan sebuah kekuasaan. Tempat yang kemudian dinamakan Vietnam War Veterans Memorial itu melengkapi monumen-monumen terdahulu, termasuk Korean War Veterans Memorial yang berada di sudut lain Taman Konstitusi, Washington DC.

Dan, ketika siang itu kami melintasi jalan setapak di sisi depan tanda peringatan tersebut, seorang anak kecil tampak begitu menikmati panorama yang dipantulkan oleh dinding kaca tempat nama-nama korban Perang Vietnam menempel. Sesaat kemudian ia bertanya kepada ibunya, "Mereka ini siapa?" Lalu, sang ibu pun berkata, "Perang telah menyebabkan mereka hanya meninggalkan nama. Di Vietnam, sebuah negeri kecil jauh di seberang Lautan Pasifik, mereka bertempur entah untuk kepentingan apa. Tanda peringatan ini dibangun untuk mengingatkan manusia bahwa perang adalah suatu keniscayaan."

Sang anak kemudian terdiam, lalu melanjutkan kegiatannya membaca satu demi satu nama yang tertera di dinding. Ketika seorang sukarelawan tua mendekat, lalu menyodorkan selembar kertas yang bagian atasnya bertuliskan "Vietnam War Veterans Memorial", si anak cuma melongo. Baru setelah dijelaskan bahwa kertas itu bisa digunakan untuk mengopi nama yang tertera di dinding bangunan dengan cara menggosoknya, ia pun dengan gembira melakukan hal tersebut. Tak lama berselang, si anak tampak bosan, lalu berlari-lari ke bagian atas "bangunan" yang ditumbuhi rerumputan.

"Bentuk bangunan ini memang sengaja dirancang seperti ini. Dinding ini seperti cermin sehingga kita bisa menengok ke dalamnya. Itu dimaksudkan agar kita bercermin pada kesalahan masa lalu," kata sukarelawan tua yang meminta hanya dipanggil Steve. Menurut pengakuan Steve, ia adalah seorang veteran Perang Vietnam yang selamat dari kancah pertempuran.

"Biasanya, pada Hari Veteran yang jatuh setiap tanggal 11 November tempat ini ramai dikunjungi. Bukan saja oleh para veteran seperti saya, tetapi juga masyarakat umum, terutama para keluarga korban Perang Vietnam," ujar Steve menambahkan.

Para kerabat dan keluarga korban yang datang dari berbagai penjuru Amerika biasanya berdiri dan berdoa di depan nama kerabat atau keluarganya tertera. Tak lupa, seikat bunga pun diletakkan.

KINI, hampir 35 tahun berlalu sejak tentara AS angkat kaki dari Vietnam. Tanggal 30 April 1975, sejarah mencatat bahwa itulah hari terakhir kuku-kuku kekuasaan AS menancap di Kota Saigon, ibu kota Vietnam Selatan kala itu. Lepas pukul 07.30 waktu setempat, begitu Duta Besar AS di Saigon, Graham Martin, menjadi orang AS terakhir yang menaiki helikopter di atas kantor kedutaan mereka untuk dievakuasi, citra AS pun jatuh ke titik nadir.

Perang Vietnam memang harus dibayar mahal oleh AS. Bukan cuma menyangkut faktor material, tetapi juga telah memasuki aspek moral. Rasa bersalah selalu menguntit, tak ubahnya seperti bayang-bayang mereka sendiri.

Bertahun-tahun kemudian, mantan Menteri Pertahanan AS Robert McNamara yang merupakan penasihat paling bertanggung jawab atas Perang Vietnam mengakui, "Kami salah. Salah besar... Kami berutang pada generasi muda untuk menjelaskannya...". (ken)

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons