About

check

Kamis, 25 September 2008

KASGAR,Cagar wisata Jalur sutera

Sejak abad ke-2 SM Kasghar terkenal sebagai pusat perdagangan dunia. Itulah sebabnya, kawasan yang kaya hasil bumi dan sutera ini sempat jadi perebutan berbagai kekaisaran Asia.

Kini dengan magnet sejarah dan kondisi alam, serta penduduknya yang masih "begitu-begitu" saja, Kashgar justru menjadi cagar wisata yang menarik. Bahkan, "Tanpa pernah melihat Kashgar, Anda tidak akan tahu sebagaimana besarnya negeri Cina," kata Nenden Nurhayati yang sempat berkunjung ke sana.

Oasis seluas 141,6 km2 dengan ketinggian 1.290 m/dpl ini terletak di bagian barat lembah Tarim dan disuburkan oleh S. Yarkant dan S. Kashgar (K'a-shih-ka-erh Ho). Letaknya yang unik, membuat kawasan ini memiliki banyak tetangga, antara lain Uni Sovyet (Kirgistan, Tajikistan), Afghanistan, Pakistan, serta India. Namun, sebagai salah satu kabupaten yang masuk dalam Propinsi Xinjiang, Cina, daerah ini hanya memiliki satu-satunya yang bisa disebut kota yakni Kashi atau Kashgar. Selain ada sekitar sebelas "desa ramai" lainnya seperti Shufu, Shule, Yengisar, Yuepuhu, Jianshi, Sache, Zepu, Yecheng, markit, Bachu dan Taxkorgan Tajik.
Xinjiang dengan ibu kota Urumqi, adalah daerah otonomi Cina yang sebagian besar dihuni oleh orang Turki berbahasa Weiwuer (Uigur-muslim). Populasinya kurang lebih 950.000. Sampai sekarang Xinjiang merupakan daerah tujuan para petualang "romantis" yang ingin memuaskan rasa ingin tahu dan merasakan sensasi berada jauh di "ujung dunia", tanpa mempedulikan alamnya yang keras dan panas.
Selain terkenal dengan situs perdagangan sutera, para pelancong biasanya tertarik oleh lukisan-lukisan indah yang terpahat di dinding-dinding gua yang tersebar di daerah ini, oleh reruntuhan-reruntuhan kota-kota kuno di Gurun Gobi, serta indahnya Gunung Tianshan, serta Danau Khayangan yang mempesona. Kota-kota utama Xinjiang yang banyak dikunjungi turis, selain Urumqi yang merupakan basis perjalanan mereka menjajaki oasis lain yang tersebar di kawasan itu, tentu saja Kashgar.
Ajang perebutan penguasa
Kondisi perekonomian serta kemajuan perdagangan kawasan ini tergambar pada kesan-kesan Marcopolo ketika mampir di Kashgar. "Negeri ini subur dan makmur. Tanahnya menghasilkan segala kebutuhan hidup. Penduduknya hidup dari perdagangan dan industri. Mereka telah berhasil mengolah buah-buahan, serta mengebunkan anggur. Di sini terdapat katun yang berlimpah ruah di samping sisal dan rami. Negeri ini merupakan basis bagi para pedagang sebelum mengedarkan dagangannya ke seluruh pelosok dunia."
Di jalur ini, caravan dengan unta berseliweran mengangkut barang-barang dagangan dari Cina ke Asia Tengah yang diteruskan ke Eropa. Perdagangan ini sudah berjalan sejak zaman Romawi pada saat sutera, yang merupakan komoditi utama ekspor Cina, digandrungi wanita-wanita Romawi.
Alkisah, kaisar Romawi di Roma, pada suatu hari yang cerah menampakkan dirinya dalam suatu jamuan dengan mengenakan pakaian yang luar biasa indahnya. Ketika kaum bangsawan serta kalangan kaya mengetahui bahwa kain itu berasal dari negeri Seres (Sino-Saloume), semua orang kemudian berebut mencari tak peduli berapa pun harga serta sulit untuk memperolehnya.
Wajarlah kalau sejak itu Kashgar tak kunjung henti menjadi ajang perebutan pengaruh berbagai pihak yang mengincarnya. Di akhir abad ke-2 SM Cina berhasil menduduki kawasan itu setelah mengusir orang-orang Yueh-chih ke luar dari Propinsi Kansu. Namun genggaman penguasa Cina itu hanya sampai pada awal abad I Masehi, karena orang Yuech-chih berhasil merebutnya kembali.
Setelah melewati berbagai gelombang penaklukan bangsa-bangsa dari Utara dan Timur yang melandanya, Cina kembali menguasai kawasan ini pada akhir abad VII lewat tangan dinasti Tang (618 - 907). Namun tahun 752 Kasghar berhasil dikuasai berturut-turut oleh bangsa Turki, kaum Uighurs (abad X dan XI), orang Kara kitai (abad XII), dan tahun 1219 oleh bangsa Mongol. Pada pemerintahan bangsa Mongol ini jalur perdagangan darat antara Cina dan Asia Tengah berkembang dengan amat pesat.
Pada akhir abad XIV Kasghar dijarah oleh bangsa Timur (Tumerlane) meski kemudian bisa direbut kembali oleh penguasa Cina di bawah dinasti Qing (1644 - 1911). Namun kawasan ini tetap tak lepas dari berbagai benturan kepentingan dan perebutan berbagai pihak. Tahun 1928 sampai 1937 meletus pemberontakan muslim yang dipimpin oleh Ma Chung-ying dengan dukungan Uni Sovyet, menentang penindasan yang dilakukan penguasa Propinsi, Sheng Shih-ts'ai. Namun tahun 1943 berhasil dikuasai oleh pemerintah Cina.
Pergaulan budaya dan kontaknya dengan Uni Sovyet membuat orang Kashgar memiliki ciri khas yang unik. Secara kesukuan, kebudayaan, bahasa dan agama para penduduk Kashgar sama sekali tak punya kemiripan dengan bangsa Cina. Sebaliknya, segalanya mirip dengan penduduk muslim yang tinggal di kawasan Rusia. Wajah mereka pun lebih mirip orang Eropa Timur dan Timur Tengah dari pada orang Cina. Maklum, untuk mencapai Beijing diperlukan lima bulan dengan mengendarai unta atau keledai, sedangkan untuk tiba di jalan utama India, diperlukan lima atau enam minggu saja.
Seorang ilmuwan, Peter Fleming yang datang pada tahun 1935 di sini menulis, "Bagi sebagian besar orang, Kashgar yang jauhnya lima atau enam minggu berjalan kaki dari jalan utama di India, tampak sebagai tempat barbar yang terasing ..." Selain itu, adat yang menonjol di kota ini adalah kegemaran penduduknya mengadakan pesta. Fleming menceritakan hiruk pikuknya pesta yang diadakan oleh penguasa setempat sebelum ia pulang. "Pesta ini sengaja diadakan sebagian untuk kehormatan mereka, sebagian lagi untuk menghormati kita ... Kalian tak akan pernah tahu apa yang biasanya terjadi dalam sebuah pesta di Kashgar. Setiap penguasa tinggi yang berlaku sebagai tuan rumah berdatangan dengan membawa tukang pukulnya masing-masing. Tentara orang Cina dan Turki terlihat di mana-mana; pistol otomatis dan pedang-pedang pembunuh siap digunakan, sedangkan senjata Mauser yang dipegang para pelayan berdenting mengancam punggung kita pada saat mereka menyajikan makanan dengan ramah. Pidato-pidato yang diucapkan para tokoh serta-merta diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Rusia, Cina, serta Turki, dan tak seorang pun terbunuh ..." Demikianlah Kashgar di masa lampau.
Pasar Minggu, Jiari Jishi
Kashgar sekarang, sebagai kota terbesar di jalur Jalan Sutera baik jalur utara (melewati Yuli, Korla, Xinhe, Aksu, Arvat, Artush, Kashgar, dll.) maupun jalur selatan (melewati Shache, Pishan, Hotan, Yutian, Minfeng, Qiemo, Ruoqiang, dll.) masih menjadi objek wisata yang digemari. Pasalnya, walaupun sekarang Kashgar kehilangan daya tarik "romantisnya" disebabkan kekuasaan Cina komunis yang mengungkungnya, penduduk serta alamnya tetap merupakan magnet yang mempesona. Kota Kashgar sekarang diperkirakan berpenduduk 200.000 jiwa. Dari jumlah itu 74,62% adalah orang Uigur, dan 24,32% adalah bangsa Han. Perfectoral Kashi sendiri berpenduduk 2,3 juta orang yang terdiri atas 93% merupakan orang Uygur, sisanya adalah bangsa Han, Tajik, Hui, Kirgiz, Ozbek, Kazak, Manchu, Xibe, Mongol, Tatar, dan Daur. Industri yang melahirkan komoditi utama di daerah ini adalah pabrik pemintalan katun, pabrik pewarna tekstil, pabrik semen, tambang batubara, dan pusat energi air.
Pemandangan menarik yang selalu terjadi pada hari Sabtu adalah membludaknya turis ke kota ini. Mereka yang datang dengan pesawat dari Urumqi umumnya berharap bisa menyaksikan keramaian Pasar Minggu atau Sunday Market alias Jiari Jishi. Di pasar ini, sejak Minggu dini hari, ribuan kereta kuda terbuka, kereta keledai terbuka, serta beberapa unta, dan belum lagi pejalan kaki berbondong-bondong menuju Jiari Jishi. Tanpa mempedulikan turis yang lalu-lalang dengan kamera mereka, penduduk Kashgar dan sekitarnya melakukan transaksi jual beli. Bunyi decit kereta-kereta kuda tersebut belumlah bisa dibilang berisik kalau dibandingkan dengan berisiknya binatang-binatang yang diperdagangkan. Kuda-kuda yang meringkik, sapi-sapi yang melenguh, domba-domba mencoba menyaingi bunyi-bunyi lainnya dan tentu saja hampir semua penjual berteriak-teriak menawarkan dagangannya.
Sementara itu di antara ratusan kereta kuda dan keledai serta ribuan orang, sedikit saja yang memberi perhatian pada yang bukan urusan mereka. Kecuali anak-anak yang berteriak-teriak menyapa para turis, orang-orang dewasa lainnya dengan wajah polos mereka, hanya memandang ramah semua orang. Bahkan para pedagang tidak mencoba menaikkan harga setiap kali turis membeli sesuatu.
Pemandangan pertama yang mempesona para turis adalah banyaknya kereta kuda berpenumpang orang-orang Uigur, Tajiks, Kirghiz, Uzbeks, dll. Wanita, pria, anak-anak dan orang tua-tua berpakaian adat menuju arah gerbang pasar dan lalu kita lihat tempat parkir kereta-kereta (tanpa binatang penariknya) dengan tanda khusus. Sementara di ambang pintu pedagang buah-buahan dan sayuran duduk berderet-deret. Ada pedagang roti Arab, makanan (gulai, sate, mi, dsb.), pedagang besi, dan lalu pedagang binatang.
Binatang-binatang yang dipertontonkan kelincahannya untuk menarik pembeli paling banyak menarik perhatian turis. Kuda-kuda dan keledai yang berderap ditunggangi pemiliknya untuk memperlihatkan kekuatan hewan itu supaya mendapat tawaran bagus. Domba dan sapi serta keledai, berderet-deret memenuhi pasar yang luar biasa besarnya ini.
Barangkali kalau diperhatikan, dengan berada di sana kita seolah-olah merasa berada di abad lain adalah karena segalanya tampak primitif. Mereka masih menggunakan alat transportasi seadanya dengan tenaga binatang. Kaum lelakinya bersorban dan berjanggut, sedangkan wanitanya banyak yang berkerudung, berpakaian warna-warni dengan aksesori ramai berwarna emas, sementara itu mereka begitu bersahaja dan malu-malu. Seperti umumnya di negara muslim, berpakaian sangat tertutup. Banyak di antara mereka mengenakan cadar. Kita harus berhati-hati untuk tidak membidikkan kamera pada mereka yang bercadar karena mereka tak akan segan-segan merampas kamera kita dan membantingnya. Para turis wanita sebaiknya berpakaian sopan (tidak mengenakan short walau kepanasan) karena akan mengundang pelecehan seksual pria-pria Kashgar dan pandangan hina wanita-wanitanya.
Di antara debu yang mengepul disebabkan kereta-kereta yang berlalu-lalang, pedagang-pedagang berpakaian kumal dan dagangannya yang kelihatan kotor tak lekang diserbu pembeli.
Itulah Pasar Minggu Kashgar yang begitu banyak mengundang turis melewatkan waktu walau sehari liburan di kota ini. Hal lain menarik yang bisa dilihat di kota ini adalah bazar di setiap sore yang menjual segala macam kebutuhan hidup sehari-hari dan digelar di tepian jalan-jalan tertentu dari mulai stocking wanita sampai sepatu bot, semangka dan melon serta pisau. Meski tak sesibuk dan sebesar Pasar Minggu tapi bazar inilah yang meramaikan kota Kashgar sehari-harinya.
Mesjid kuno
Objek wisata lain yang tak kalah menariknya, biasa dikunjungi turis sambil menunggu pesawat malam, adalah Masjid Id Kah (ai ti ga er qingzhen). Masjid ini dibangun pada tahun 1442 atas perintah Shakesimirzha. Setiap bulan Ramadhan, pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, kawula muda kota ini menabuh beduk dan menari untuk merayakannya. Berbeda dengan masjid-masjid di Indonesia, masjid ini mampu memberi suasana meriah di sekitarnya karena banyaknya pedagang di depan masjid dan orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya.
Lebih jauh dari pusat kota, terdapat sebuah kompleks bersejarah, Makam Abakh Hoja yang dibangun pada tahun 1640. Konon Abakh Hoja adalah putra tertua Yusuf Hoja, tokoh penyebar agama Islam di sana. Menurut sejarahnya, yang dikubur di makam ini tujuh puluh dua orang dari lima generasi sebuah keluarga yang menyebarkan agama Islam di Kashgar dan sekitarnya. Kompleks makam ini dinamai pula Xiangfei mu karena di tempat ini disemayamkan pula seorang putri keluarga Hoja yaitu Yiparhan yang semasa hidupnya adalah salah seorang selir Kaisar Qianlong dari dinasti Qing. Karena harum tubuhnya bagaikan wangi parfum, putri ini diberi nama Xiangfei yang berarti Selir Wangi Kerajaan. Setelah meninggal, tubuhnya dikirim ke Kashgar, dibakar dan disemayamkan di sini.
Selain itu, terdapat patung Mao yang menjulang seolah-olah mengingatkan penduduk siapa tuan di daerah ini. Di seberang patung ini terdapat taman tempat warga Kota Kashgar mengaso dan pendatang berekreasi sambil bersantap dan minum limun warna-warni. Taman ini dinamakan Renmin gongyuan dongwuyuan.
Untuk berjalan-jalan di Kashgar tidaklah sulit. Kita bisa menyewa sepeda, naik "bemo", naik taksi, numpang kereta kuda atau keledai, naik ojek dengan tempat duduk di samping, cukup nyaman kalau kita tidak terlalu mempedulikan bunyinya yang bergemuruh. Tempat menginap pun tersedia banyak dengan berbagai pilihan, baik fasilitas maupun harga sewanya.
Kalau dipandang secara keseluruhan, Kashgar adalah kota yang ramah dan menyenangkan. Penduduknya ramah, sopan, terbuka, bersahaja dan jujur. Daerahnya terbilang nyaman, meski terkadang terdengar teriakan pedagang menawarkan barang jualannya di tepi jalan atau suara derap kaki binatang dan bunyi roda kereta di jalanan menggelitik telinga kita dan membuat kita merasa seolah-olah berada di dunia lain, barangkali seperti dalam film Little House in the Prairie-nya Michael London.



 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons