About

check

Selasa, 10 Maret 2009

STUDI KRITIS PEMAHAMAN JAMA'AH TABLIGH DAN KITAB TABLIGHI NISHAB

SEJARAH SINGKAT

Jama'ah Tabligh didirikan oleh Syaikh Maulana Ilyas bin Syaikh Muhammad Ismail Al-Kandahlawi Al-Hanafi -Rahimahullah- di benua hindia, tepatnya di kota Sahar Nufur.
Beliau dilahirkan tahun 1303 H. di lingkungan keluarga yang mengikuti thariqat Al-Jitsytiyyah ash-Shufiyyah. Beliau orang yang hafidz (hafal Qur'an) dan menimba ilmu di Madrasah Diyuband setelah diba'iat oleh guru besar Thariqat, Syaikh Rasyid Ahmad Al-Katskuhi.
Pusat perkembangan jama'ah tabligh ada di India, tepatnya perkampungan Nidzammudin, Delhi. Mereka memiliki masjid sebagai pusat tabligh yang dikeliliingi oleh 4 kuburan wali.

Mereka terkesan sangat mengagungkan masjid tersebut dan menganggap suci masjid yang ada kuburannya tersebut.
Da'wah jama'ah tabligh menyebar hingga ke Pakistan, Bangladesh dan negara-negara asia timur dan menyebar hingga ke seluruh dunia.
Tujuan dakwah mereka adalah membina ummat islam dengan konsep khuruj/jaulah (keluar wilayah untuk berdakwah dengan waktu-waktu yang telah ditentukan) yang lebih menekankan kepada aspek pembinaan suluk/akhlak, ibadah-ibadah tertentu seperti dzikir, zuhud, dan sabar. (baca 'Jama'ah Tabligh' karya M. Aslam Al-Bakistani -beliau mantan tokoh Jama'ah tabligh yang ruju' /taubat dari manhaj tablighi-)

AQIDAH MEREKA

Jama'ah tabligh bermanhaj shufi dalam masalah aqidah.
Tasawwuf sangatlah mendominasi anggota-anggota jama'ah dimana mereka sangat bersemangat dalam ibadah, dan dzikir, melatih diri dengan sedikit makan dan minum, tidur dan berbicara.
Mereka juga mencurahkan perhatian besar terhadap mimpi dan takwilnya.

Aqidah mereka menurut pandangan ahlus sunnah wal jama'ah adalah rusak dan khatir, sesat dan menyesatkan.
Aqidah jama'ah tabligh tercampur baur dengan syirik, khurafat, bid'ah, wihdatul wujud dan hulul (akan datang keterangannya mengenai kesesatan aqidah jama'ah tabligh ini).

Mereka berkeyakinan akan adanya mukasyafah (tersingkapnya tabir ghaib -ini merupakan aqidah shufi yang rusak), wali-wali aqhtab (adanya wali-wali kutub yang memiliki kemampuan mempengaruhi kahidupan makhluk -ini termasuk kesyirikan yang nyata), dan mereka membenarkan ucapan-ucapan syatahat (ucapan-ucapan yang keluar dari orang-orang shufiyah ketika akal mereka hilang dan mereka menganggap mereka (orang-orang shufiyah ini, peny.) dalam maqam yang paling tinggi dan ucapannya hampir seperti wahyu -Wallahul musta'an).
Mereka menghidupkan dan mengajarkan bid'ah-bid'ah syirkiyyat seperti tabaruk (mencari berkah di kuburan), tawassul terhadap makhluk, terhadap kuburan-kuburan nabi dan wali, dan kesyirikan-kesyirikan yang nyata lainnya.
Mereka juga menghidupkan bid'ah-bid'ah mawalid dengan membaca qashidah burdah yang penuh dengan kesyirikan dan kebid'ahan. (Baca kitab mereka yang berjudul Bahjatul qulub karya Muhammad Iqbal, salah seorang tokoh jama'ah tabligh, buku ini penuh dengan keanehan-keanehan, kesyirikan dan kebid'ahan yang sesat lagi menyesatkan).

KHURUJ METODE DAKWAH BID'AH

Mereka begitu mencintai metode dakwah mereka yang mereka nama khuruj ini, bahkan seolah-olah khuruj ini termasuk dalam bagian tak terpisahkan dari syariat islam yang murni dan suci ini.
Mereka telah mengotori manhaj dakwah nabi dengan memasukkan apa-apa yang bukan dari-nya.
Mereka begitu mengagung-agungkan metode ini, sampai-sampai jika ada diantara jama'ah yang disuruh memilih antara khuruj dan haji, maka mereka lebih memilih dan menyatakan keutamaan khuruj, sembari menyatakan, jika kita berhaji maka pahalanya dan kebaikannya adalah untuk kita sendiri, namun jika kita melaksanakan khuruj maka pahala dan kebaikannya selain untuk kita, juga untuk manusia lainnya.
Bahkan mereka lebih memuliakan khuruj dibandingkan jihad fi sabilillah, sebab menurut mereka khuruj itulah jihad fi sabilillah.

Mereka berdalil tentang disyariatkannya khuruj ini dengan mimpi pendiri jama'ah tabligh ini, yakni Maulana Ilyas Al-Kandahlawi, yang bermimpi tentang tafsir Al-Qur'an Surat Ali Imran 110 yang berbunyi : "Kuntum khoiru ummatin UKHRIJAT linnasi ..." mereka
menafsirkan kata ukhrijat dengan makna keluar untuk mengadakan perjalanan (siyahah). Sungguh penafsiran yang bathil yang menyelisihi hampir seluruh kitab tafsir ulama' salaf dan khalaf.

Mereka pun ketika khuruj dan berdakwah kepada ummat tanpa disertai ilmu dan bashirah (hujjah yang nyata dan jelas). Mereka mengajak kaum muslimin untuk menegakkan sholat namun mereka tidak mau membahas permasalahan sholat secara mendalam beserta hujjah dan dalilnya sehingga mereka tidak tahu bagiamana sifat sholat rasulullah yang benar itu.
Mereka mengajak untuk mencontoh kepada rasulullah sedangkan mereka tidak mengetahui sunnah-sunnah dan hadits rasulullah, mereka tidak peduli entah yang mereka gunakan itu hadits dhaif atau maudhu', yang penting hadits...!!!


Mereka telah menetapkan sesuatu syariat yang seharusnya menjadi hak Allah dan rasul-Nya, mereka mengkhususkan bilangan jumlah hari dalm dakwah (baca : khuruj) secara tertentu tanpa ada keterangannya dari rasulullah, mereka menentukan bilangan hari dalam khuruj dengan bilangan yang tidak ada dasarnya sama sekali dari sunnah.
Mereka menentukan bilangan hari khuruj selama 6 bulan, 3 bulan, 40 hari, 20 hari, 7 hari lalu seminggu.
Suatu pengkhususan yang tidak berdasar dalam manhaj da'wah rasulullah. Mereka begitu terdorong dan bersemangat mengikuti hadits rasulullah yang menyatakan : "Balligu 'anni walau aayah..." (Sampaikan dariku walau satu ayat...) namun mereka melupakan kata 'annii (dari-ku, yakni dari rasulullah), yang seharusnya mereka menyampaikan ayat yang telah benar-benar nyata dari rasulullah. Mereka juga lupa akan ayat Allah yang berbunyi : "Katakanlah (wahai Muhammad): Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajakmu kepada Allah atas bashiroh (hujjah yang nyata)" (QS. Yusuf 108). Yang seharusnya mereka menyeru kepada islam di atas hujjah yang nyata...!!!
Khuruj yang dilakukan jama'ah Tabligh yang mereka tentukan jumlah harinya pada hakikatnya tidak pernah menjadi amalan generasi para salaf dan khalaf.

Yang mengherankan adalah mereka keluar untuk tabligh (menyampaikan islam) namun mereka mengakui bahwa mereka tidak layak untuk tabligh dan bukan ahlinya.
Tabligh seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapabilitas keilmuan yang mumpuni seperti yang dilakukan oleh rasulullah ketika mengutus delegasinya yang terdiri dari sahabat alim yang mengajarkan islam kepada ummatnya, seperti beliau mengutus Ali bin Abi Thalib, Mu'adz bin Jabal, dan selainnya seorang diri, tidak pernah beliau mengutus serombongan sahabat lain untuk menyertai individu-individu utusan rasul tersebut.

Karena itu kami menasehati jama'ah tabligh untuk lebih memperdalam ilmu dien ini. Mengenai ucapan mereka -Jama'ah Tabligh- yang menyatakan : "lihatlah para sahabat... mereka berasal dari mekkah, berasal dari medinnah... namun kuburan-kuburan mereka tersebar, ada yang dikuburkan di negeri Bukhara, di negeri samarkhand, di negeri Andalusia..." maka sungguh mereka salah meletakkan ucapan mereka yang mengqiyaskan apa yang dilakukan oleh para sahabat itu sebagai khuruj ala tablighi.
Namun adalah mereka, para sahabat -Ridhwanullah 'alaihim ajma'in- mereka keluar adalah dalam rangka jihad fi sabilillah.

KEANEHAN-KEANEHAN KITAB TABLIGHI NISHAB / FADHAILUL 'AMAL

Sungguh, mereka benar-benar telah menjadikan 2 kitab tulisan tokoh mereka yakni Tablighi Nishab (atau dikenal dengan Fadhailul 'amal) yang ditulis oleh Maulana Zakaria al-Kandahlawy dan Hayatus-Shahabah yang ditulis oleh Maulana Yusuf al-Kandahlawy, sebagaimana 2 kitab syaikhani (yaitu Bukhari Muslim, peny.),
padahal 2 kitab yang mereka jadikan rujukan utama, yang senantiasa mereka baca di setiap waktu, yang mereka cintai, yang selalu mereka bawa kemana-mana, adalah kitab yang sesat lagi menyesatkan, di dalamnya tercampur antara hadits shahih dengan hadits dhaif, maudhu', dan laa ashla lahu, di dalamnya terkumpul bid'ah, syirik, khurafat, dongeng, mitos, dan kesesatan lainnya (akan menyusul contoh-contohnya dalam risalah ini).

Namun, begitu taqlidnya mereka, begitu husnudh-dhonnya mereka, sehingga mereka biarkan kesesatan itu tetap ada di dalam kitab mereka, mereka tidak ridha dan rela kitab mereka dibersihkan dari kesesatan ini, mereka tetap menginginkan kitab itu seperti apa adanya sebagaimana ditulis oleh penulisnya, dan mereka tidak sadar bahwa penulis kedua kitab itu tidak ma'shum, namun mereka tetap tidak mengindahkannya, dan mereka menganggap seolah-olah penulis 2 kitab itu bagaikan wali yang ma'shum. –

Semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka- Sungguh, telah banyak para ulama' pencinta kebenaran yang mengkoreksi kitab-kitab semacam ini, yang berusaha membuang dan membersihkan agama ini dari kotoran-kotoran, yang berusaha memelihara kemurnian agama ini, yang berusaha memerangi para ahli bid'ah dan kebid'ahannya.
Namun, usaha mereka itu tidaklah mendapatkan tempat bagi orang-orang yang cinta akan kesesatan dan kebid'ahan.
Diantara kesesatan kitab itu adalah : TABLIGHI NISHAB MENCAMPUR HADITS-HADITS MAUDHU' DAN DHAIF 1

Dalam Fadha'iludz Dzikir, hal. 96 Diriwayatkan dari Umar, Rasulullah Shallahu 'alaihi wa Salam bersabda : "Manakala nabi Adam 'alahi salam melakukan perbuatan dosa, ia mengetengadahkan kepala ke langit seraya berkata : 'Ya Rabb, aku memohon kepada-Mu dengan keagungan Muhammad, ampunilah dosaku.' Maka Allah menurunkan wahyu dari 'arsy. Lalu Adam berkata : 'Maha suci nama-Mu, tatkala Kau menciptaku, aku mengetengadahkan kepalaku ke arah arsy, ternyata tertulis padanya, Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah. Maka aku mengetahui bahwa tak seorangpun yang lebih mulia martabatnya di sisi-Mu daripada orang yang telah engkau jadikan beriringan dengan nama-Mu.' Lalu Allah berfirman kepada Adam, 'wahai Adam, sesungguhnya Muhammad itu
nabi terakhir dan termasuk anak cucumu, seandainya Muhammad tidak diciptakan maka Aku tidak menciptamu." (Tablighi Nishab, bab Fadhailudz Dzikir, hal 96.)

Keterangan : Hadits di atas adalah hadits Maudhu' dalam Al-Maudhu'at Al-Kabir. Perawi-perawi dalam hadits di atas majhul (tidak dikenal).

2. Dalam Fadha'iludz Dzikir, hal. 109-110 Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, bersabda Rasulullah : 'Barangsiapa menziarahi kuburanku, maka wajib atasnya syafatku.' (Tablighi Nishab, Bab Fadha'iludz Dzikir, hal. 109-110)

Keterangan : Hadits di atas hadits Maudhu', lihat Dhaiful Jami' no 5618. 3.

Dalam Fadha'ilul Haj, hal. 101 Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah bersabda : "Barangsiapa yang menziarahiku
setelah wafat maka ia laksana menziarahiku sewaktu aku hidup." Berkata penulis : Diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Daruquthni dan Baihaqi. Baihaqi menyatakan Hadits ini Dhaif dalam Al Ittihaf. Berdasarkan riwayat Imam Baihaqi dalam Al-Misyqat disebutkan, "Siapa yang melakukan haji dan menziarahi kuburanku, maka ia seperti menziarahiku sewaktu aku hidup." Berkata penulis : Al-Muwaffiq dalam Al-Mughni menjadikan hadits ini sebagai dalil terhadap keutamaan ziarah ke makam nabi. (Tablighi Nishab, bab Fadha'ilul Haj, hal 101)

Keterangan : Hadits di atas Maudhu' dalam Dha'iful Jami' no 5563

Inilah sekelumit di antara kandungan hadits-hadits Maudhu' alam Tablighi Nishab, yang masih sangat banyak lagi di dalamnya yang harus dibersihkan dan dibuang jauh-jauh.

Karena Rasulullah bersabda dalam haditsnya yang Mutawattir : "Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja maka persiapkan duduknya di atas neraka", termasuk berdusta atas nama nabi yakni menyampaikan kepada ummat apa-apa yang bukan dari beliau namun disandarkan terhadap beliau, masuk di dalamnya menyampaikan atau menggunakan hadits maudhu', dan telah sepakat ummat ini bahwa hadits maudhu' tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil.




TABLIGHI NISHAB BERISI KHURAFAT, HIKAYAT DAN DONGENG.

Muhammad Zakaria al-Kandahlawy -semoga Allah mengampuninya- didalam bukunya Tablighi Nishab merangkum khurafat, bid'ah, mitos dan hikayat-hikayat yang memekakkan telinga dan jauh dari kodrat dan tidak bisa dibenarkan akal sehat. Rujukan yang dipegangnya tak dapat dipercaya dan ia menukil dari pengarang yang tak mendapatkan legitimasi para ulama'.

Diantara kisah-kisah tersebut adalah :

[1].Dalam Fadhailul Haj, hal 137-138, akhir bab IX, hikayat ke-13 Dinukil dari As-Suyuthi dalam kitab Al-Hawi bahwa Sa'id Ahmad Ar-Rifa'I berziarah ke makam Nabi setelah haji pada tahun 555 H. Ia melagukan dua bait syair sebagai berikut : Dalam hal yang jauh, ruhku kulepaskan.... Bumi menerima dariku, karena ia wakilku... Inilah kerajaan khayalan yang aku hadiri... Maka ulurkan tangan kananmu agar terengkuh oleh bibirku... Lalu tangan nabi yang diberkahi keluar dari makamnya yang mulia dan Ar-Rifa'i pun mencium tangannya. Penulis menambahkan dalam kitab Al-Bunyan Al-Masyid, "ada 90 ribu orang yang menyaksikan hal itu. Mereka adalah peziarah makam Nabi. Diantara peziara itu adalah Syaikh Abdul Qodir Jailani." (Tablighi Anishab, bab Fadhailul Haj, hal 137-138, akhir bab IX, hikayat 13)

[2]. Dalam Fadha'ilul Haj, hal 133 Syaikh Abu Khair Al-Aqtha' berkata, "Aku merasa lapar karena selama 5 hari aku belum makan.
Lalu aku berziarah dan ketiduran setelah aku membaca shalawat kepada Nabi di sisi makamnya. Aku bermimpi Nabi datang bersama Syaikhani dan Ali Radhiallahu 'anhu. Kemudian beliau memberi aku sepotong roti. Aku makan roti itu setengahnya, ketika aku terbangun, aku melihat setengah roti sisanya masih ada di tanganku." (Tablighi Nishab, bab Fadha'ilul Haj, hal 133)

[3]. Dalam Fadahilul hajj, hal 141 Syaikh Syamsuddin, ketua Khadamul haram An-Nabawi berkata : "Satu jama'ah dari Aleppo menyuap gubernur Madinnah agar mereka dizinkan membongkar makam Syaikhani dan mengambil jasad keduanya. Maka ketika itu datanglah 40 orang laki-laki membawa cangkul pada malam harinya. Keempat puluh orang itu iba-tiba saja hilang di telan bumi. Setelah itu gubernur Madinah berkata, 'Janganlah kau sebarkan hal ini, atau aku akan memenggal kepalamu." (Tablighi Nishab, bab Fadha'ilul Haj, hal 141)


[4]. Dalam Fadha'ilul Haj, hal 87) Syaikh Zakaria berkata, "Dinukil dari beberapa Syaikh, bahwa seorang Syaikh yang tinggal di negeri Khurasan lebih dekat ke Ka'bah karena ia selalu bersentuhan dengan ka'bah dibandingkan orang-orang yang selalu berthawaf di ka'bah. Bahkan terkadang ka'bah datang mengunjunginya." (Tablighi Nishab, bab Fadha'ilul Haj, hal 87)

[5]. Dalam Fadhailush Shadaqah, hal. 588. dikisahkan Syaikh Zakaria mengerjakan sholat sebanyak 1000 raka'at dengan berdiri. Apabila ia merasa lelah, maka ia sholat dengan duduk sebanyak 1000 raka'at. (Tablighi Nishab, bab Fadha'ilush Shadaqah, hal 588)


[6]. Dalam Fadha'ilul Qur'an, hal. 15. Diceritakan bahwa Ibnu Katib mengkhatamkan Al-Qur'an setiap hari sebanyak 8 kali.

[7]. Dalam Fadhailul Haj, hal. 218. Diceritakan bahwa Nabi Khidr mengerjakan sholat shubuh di mekkah dan duduk di rukun syami sampai terbit matahari, kemudian sholat Dhuhur di Madinah, sholat ashar di Baitul Maqdis dan Sholat Maghrib dan Isya' di Al-Iskandari.

[8]. Dalam Fadha'ilush Shadaqah hal. 588. Diceritakan bahwa Abu Muhammad Al Jurairi melaksanaknan I'tikaf di Makkah selama setahun penuh, tidak tidur tidak pula bersandar di dinding atau tiang.

[9].Dalam Fadhailul Hajj, hal 135 Seseorang bertanya kepada Nabi Khidir, "apakah kamu melihat seseorang yang lebih mulia daripada dirimu?" menjawab Nabi Khidir, "Pada suatu ketika aku berada di dalam masjid Muhammad (di madinah). Pada waktu itu Imam Abdurrazaq sedang mengajari jama'ah tentang hadits nabi, maka aku melihat seorang pemuda duduk sendiri di pojok masjid sambil meletakkan kepalanya di atas kedua lututnya. Aku bertanya padanya, 'mengapa kau tidak mengikuti majlis Abdurrazaq dan mendengarkan hadits-hadits nabawi', ia menjawab, 'Di sana jama'ah mendengarkan pengajian dari Abdurrarzaq, namun di sini ada seorang sendirian mendengarkan pelajaran Abdurrazaq tanpa ada orang lain.' Kemudian Nabi Khidr berkata, 'Jika benar demikian maka katakanlah siapakah aku ini?' Ia menjawab 'Kamu adalah nabi Khidr'. Nabi Khidr berkata. 'dengan demikian aku mengetahui bahwa ada sebagian wali Allah yang tidak aku ketahui dikarenakan ketinggian derajatnya." (Tablighi Nishab, bab Fadha'ilul Hajj, hal 135)

Banyak lagi hikayat-hikayat lainnya di samping dongeng-dongeng di atas, yang mana di dalam buku ini banyak sekali berserakan di dalamnya mitos, kebatilan, khurafat dan bid'ah. Apakah gerangan yang diinginkan pengarang buku ini dengan memuat segala malapetaka ini? Bagiamana bisa Jama'ah Tabligh menerima sesuatu yang rasanya pahit ini? Bagiamanakah sikap ulama' mereka terhadap bahaya sufistik ini? Apakah ada yang bisa menjawab? Hanya Allah lah tempat mengadu...!!!


PERNYATAAN ULAMA'-ULAMA' SUNNAH TENTANG JAMA'AH TABLIGH

Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashrudin Al-Albani -Rahimahullah- dalam fatawa Al-Imarotiyah hal. 30 ketika ditanya
tentang jama'ah tabligh, beliau memberikan jawaban : "Da'wah Jama'ah Tabligh adalah sufi masa kini (shufiyyah ashriyyah) yang tidak berpijak kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya..."

Fatwa terakhir Samahatusy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim 'alu Syaikh -Rahimahullah- : "Saya jelaskan bahwa jam'iyyah ini (jama'ah tabligh, peny.) adalah jam'iyah yang tidak kebaikan padanya. Sebab itu jam'iyah ini adalah bid'ah lagi sesat menyesatkan." (fatawa SyaikhIbrahim, hal. 405 tanggal 29/1/82 H)

Fatwa terakhir Al-Allamah Samahatusy-Syaikh Abdullah bin Abdul Aziz bin Baaz -Rahimahullah-, ketika beliau ditanya mengenai jama'ah tabligh, beliau menjawab : "...Jama'ah Tabligh dari India yang sudah dikenal ini terdapat khurafat, bid'ah dan syirik pada mereka..." (Fatwa terakhir Syaikh bin Bazz dikutip dari kaset Ta'qib Samahatusy-Syaikh Abdul Aziz bin Bazz 'ala Nadwah.)

Syaikh Hammud bin Abdullah At-Tuwaijiri -Rahimahullah- ketika ditanya tentang jama'ah tabligh, beliau menjawab secara terperinci
dalam Al-Qoul Al-Baligh fi ar-Roddi 'ala jama'atit tabligh yang intinya adalah : "Saya katakan bahwa jama'ah tabligh itu kelompok
yang sesat lagi bid'ah. Mereka tidaklah mengikuti jalan yang telah ditempuh Rasulullah dan sahabatnya, juga para tabi'in. Akan tetapi mereka mengikuti metode shufiyyah yang bid'ah..."

Syaikh Ali Hasan ketika ditanya mengenai kebaikan jama'ah tabligh karena banyaknya pemuda yang masuk islam melalui da'wah mereka, menjawab : "Perkataan itu benar namun kurang!
Benar jama'ah tabligh menda'wahi banyak manusia dimana menghasilkan orang yang dahulunya berandalan sekarang bertaubat, tetapi sebagaimana pendapat ulama', bahwasanya hidayah itu ada dua, yakni hidayah 'ila thariq (ke jalan) dan hidayah fi thariq (di jalan). Ya.. memang jama'ah tabligh ini mendakwahi manusia 'ila thariq, tapi mereka tidak berdakwah fi thariq.
Bagaimana tidak !!! aqidah mereka saja hancur!!! Mereka mengatakan dalam kitab mereka yang masyhur tablighi nishab yang penuh dengan khurafat serta penyimpangan-penyimpangan..." (kaset muhadharah Syaikh Ali berjudul Manhaj as-Salaf).

Fatawa Lajnah Al-fatawa fi idaratil Buhuts al-ilmiyyah wal ifta' wad da'wah wal irsyad, menyatakan : "Jama'ah Tabligh sangat berlebihan dalam hal-hal negatif dan generalisasi terhadap suatu masalah.

Jama'ah tabligh tidak jelas mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah dalam berdakwah sampai dengan perincian prinsip-prinsip syariat islam dan cabang-cabang hukumnya..." (dinukil oleh Ust. Falih Nafi' dalam kitabnya Ad-Diinun-Nashiihah hal 17-18)



NASIHAT BAGI JAMA'AH TABLIGH

Kami nasihatkan bagi jama'ah tabligh dan orang-orang yang simpati pada da'wah mereka, termasuk orang-orang yang mengepankan ukhuwwah dan tidak menegakkan pilar saling menasihati dan membiarkan kebathilan dan kesalahan seperti ini dipendam dengan maksud menjaga ukhuwwah dan supaya ummat tidak terpecah belah, agar :

1.Bertakwa kepada Allah, takut akan siksa-Nya dan adzab-Nya. Menjauhi apa-apa yang dilarang-Nya dan meninggalkan segala hal yang mengakibatkan murka-Nya.

2.Bertaubat kepada Allah akan kesalahan-kesalahan kita, berjanji tidak akan mengulanginya,dan meninggalkan segala pemahaman-pemahaman sesat dan salah yang selama ini kita pegang.

3. Menuntut ilmu dien yang syar'i yang selaras dengan pemahaman salaf ash-sholih, mengamalkannya, mendakwahkannya dan sabar dalam memeliharanya.

4.Senantiasa menegakkan pilar nasehat-menasehati dan tolong menolong dalam kebenaran dan ketakwaan.

Jamaah Tabligh (Jaulah)

Riwayat Hidup Pendiri “Al-Jamaah At-Tablighiyyah"
Pendiri gerakan ini adalah Muhammad Ilyas bin Al-Maulawi Ismail. Lahir pada tahun 1303 Hijriyah. Dan meningggal pada tahun 1363 Hijriyah. Muhammad Ilyas memulai kiprahnya dengan mengajar di madrasah “Madhohir Al-Ulum”. Kemudian ia merasa tidak bisa memperoleh manfaat berarti dari kegiatan dakwah dengan cara mengajar ini.
Selanjutnya ia mulai tertarik dengan teori tarbiyah dengan metodologi kaum sufi, para pengikut tarekat. Setelah beberapa lama, lagi-lagi Muhammad Ilyas merasa tidak mendapat perkembangan signifikan. Ketidakpuasan ini mendorong dia untuk menciptakan tarekat dan tasawuf baru, sesuai deengan keinginannya. Tarekat tersebut dinamakan Tarekat Tabligh.

Al jamaah At-Tabligiyyah wilayah New Delhi sekaligus teman dekat pendiri gerakan ini yaitu Muhammad Idris Al-Ansori, dalam tulisannya “Tablighii Dustuur Al Amaal menjelaskan bahwa setelah melakukan penelitian dan perenungan yang mendalam, sesungguhnya kemenangan umat Islam ini tidak akan tercapai kecuali dengan empat dasar yang bisa dipahami dari firman Allah “Wa Antum al- A’launa Inkuntum M’minin” kalian semua mempunyai kedudukan yang tinggi apabila mau beriman. Empat dasar itu adalah:
1. Tujuan asli ajaran agama Islam adalah mengganti atau menghapus sistem yang keliru sampai pada akar-akarnya.
2. Penggantian sistem yang batil dengan ajaran Islam tersebut tidak akan berhasil kecuali dengan metode yang dipilih oleh para nabi pada zamannya masing-masing.
3. Apa yang telah dilakuakn oleh umat Islam, baik gerakan kolektif atau perorangan, sampai sekarang ini, tidak akan bisa sampai pada tujuan. Dakwah merekapun sama sekali tidak sesuai dakwah yang diajarkan oleh para nabi.
4. Sangat mendesak sekali untuk didirikan “Jamaah Islamiyah” yang sesuai dengan hakekat ajaran Islam, dan melakukan gerakan yang sesuai dengan metode dakwah Islam.
Latar Belakang Pendirian
Abul Hasan Ali An-Nadawi mengutip pernyataan dari pendiri gerakan ini, “Ketika aku bermukim di Madinah pada tahun 1345 H, Allah mengabulkan maksudku dan memberikan kabar gembira kepadaku lewat mimpi bahwa aku akan membentuk gerakan ini bersama kalian” (Aw Ronke Dini Da’atu: 77), halaman berikutnya Ali An-Nadawi, "Setelah kembalinya dari perjalanan, beliau membentuk “Add Awroh At-Tablighiyyah".
Ia mendirikan gerakan ini berdasarkan wangsit yang diperoleh dari mimpi yang ia katakan sebagai kabar gembira. Kutipan tersebut dari Muhammad Mandur Nu’mani yang menjadi sejawat berdirinya gerakan ini : “Mimpi adalaah bagian dari 40 jenis kenabian sebagai manusia bisa mencapai suatu maqom melallui mimpi dan maqom itu tidak bisa dicapai dengan riyadloh maupun mujahadah macam apapun. Ilmu yang diberikan lewat mimpi adalah bagian dari kenabian, dengan ilmu akan tercapai ma’rifat sedangkan ma’rifat bisa mengantarkan sesseorang bisa dekat dengannya.
Aqidah
Aqidah yang dijadikan pegangan gerakan ini bercita-cita inin mempersatukan orang-orang yang mempunyai aqidah yang sama yaitu Islam. Akan tetapi aqidah ini dipakai juga untuk merangkul aliran Al-Qodiyaani, Al-Bahai dsb, yaitu golongan yang keluar dari ajaran Islam yang berdasarkan kesepakatan ulama terpandang dari kaum muslimin. Akan tetapi apakah dengan mengibarkan panji-panji tersebut sudah memadai untuk mereformasi umat Islam yang pada periode ini telah terpecah belah menjadi 73 golongan. Dan hal itu sudah diisyaratkan oleh Rasulullah SAW dari masing-masing golongan ini akan terpecah lagi menjadi firqoh-firqoh yang kecil.
Mereka dengan seenaknya menafsiri bagian kadua dari syahadatain yaitu hanya dengan mengetahui bahwa : Suatu perintah atau larangan itu berasal dari Nabi Muhammad bagi mereka sudah cukup untuk mereka taati tanpa melalui interpretasi dari imam mujtahid. Dengan demikian mereka itu menafikan pada ijma’ dan qiyas
Ketaatan yang Membabi Buta
Doktrin-doktrin yang dapat disimpulkan dari masalah kepemimpinan sebagai berikut:
1. Mereka tidak mau mengikuti pendapat macam apapun kecuali dari keterangan Nabi SAW sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.
2. Mereka wajib patuh sepenuhnya pada Amir jamaah meskipun bertolak belakang dengan pendapat para cerdik pandai dan anggota majlis syuro’
3. Para cerdik pandai dan majlis syuro’ terdiri dari orang-orang yang mau mengikrarkan syahadatain tanpa memandang dari golongan manapun.
Sebagai perbandingan kita dapat mengamati penafsiran ulama mengenai ulil amri seperti di bawah ini:
1. Al-Alamah Abu su’ud mengatakan ulil amri adalah pemimpin yang membawa misi kebenaran dan keadilan seperti khulafaur rosyidin dan para pemimpin yang mengikuti jejaknya.
2. Al Karkhi mengatakan ulil amri adalah pemimpin pada zaman Rosullullah SAW dan masa setelahnya
Ahli Bid’ah adalah penentang ajaran yang telah disepakati golongan ahlus-sunnah wal jamaah. Gerakan ini tidak memperdulikan anggotanya dari golongan manapun yang datang dari selain Rasullullah, mereka tidak mau memakai dalam kenyataannya mereka melakukan dakwah keliling dengan siapa saja yang mau mengikutinya baik dari golongan Al-Qodiyani, Al-Nijriyah, Al-wahabi, Al-Maududiyah dan lain sebagainya padahal semua ini termasuk dalam golongan yang keluar dari asas kebenaran Islam meskipun mengklaim dirinya Islam. Mereka itu adalah ahli Bid’ah yang sangat keterlaluan. Jamaah At-Tablighiyyah memang barmanis bibir, mereka menawarkan gerakan mereka pada kelompok ahlus-sunnah serta kelompok-kelompok lainnya.
Benih Gerakan Wahabi
Kita telah paham bahwa gerakan ini dilatarbelakangi oleh mimpi dari pendirinya dan siapa saja boleh bergabung dengan gerakan ini asalkan sudah pernah mengikrarkan dua kalimat syahadat kendati demikian gerakan ini lebih mencerminkan pada gerakan wahabi. Dengan memperhatikan pernyataan berikut.
Menurut Muhammmad Ilyas, menghadiri khataman Al-Qur’an wiridan-wiridan memang baik dan telah menjadi tradisi ulama besar, namun apabila khawatir menyerupai pelaku bid’ah harus lebih dihindari. Ketika mengucapkan Ash-sholatu wash-shalamu alaika sangat mengkhawatirkan apabila disertai perasaan akan kehadiran Rasullullah SAW atau seolah-olah dilihat beliau.
Menurut Al-Ghozali dalam kitab Al-Ihya, “Hadirkan nabi di dalam hatimu, sekaligus bayangkan pribadinya yang agung, kemudian ucapkan Assalamualaika ayyuha an-Nabiyu dan percayalah bahwa salam itu akan sampai kepada beliau dan pasti akan dibalasnya dengan salam yang lebih sempurna.
Keterangan-keterangan di atas cukup untuk mempermalukan “pendiri dan penggerak al-jama’ah at-tablighiyyah ini”, di mana ia melarang anggotanya membayangkan kehadiran Nabi SAW (ketika membaca shalawat), dan menurutnya Nabi tidak bisa melihat dan mendengar orang yang membacakan shalawat kepada beliau.
Pendapat lain kaum Wahabi diantaranya bahwa menurut mereka orang-orang yang sudah meninggal tidak dapat mendengarkan suara lagi.
Tabligh, Tarekat dan Tasawuf
Tujuan Muhammad ilyas mendirikan gerakan ini, untuk menciptakan sistem dakwah baru, yang tidak membedakan antara ahlus-sunah dan golongan-golongan lain. Serta larangan-larangan untuk mempelajari dan mengajar masalah furu’iyah menurut mereka, hanya cukup mengajarkan “keutamaan-keutamaan amal” dari risalah-risalah tertentu. Bagi yang tidak faham tentang ajaran ini akan menganggap bahwa aliran ini termasuk pengamal tarekat, aurod dan wadhifah-wadhifah yang diperoleh dari para masyayikh. Kesalahpahaman itu dipicu oleh dua rutinitas dari enam rutinitas yang mereka jalankan yaitu: berdzikir dan mengajar.
Sebelumnya kita perlu tahu tentang tarekat itu sendiri, Tarekat adalah sebuah jalan untuk sampai ke hadrotillah (ma’rifat kepada Allah), sedang fungsinya adalah hanya untuk mendorong seseorang agar senang hati mau menjalankan hukum-hukum Allah dan menjauhi larangan-larangan Allah. Fungsi dzikir, amalan-amalan hanya untuk mewujudkan hal-hal diatas. Namun sayang sekali kebanyakan orang menyangka tarekat, dzikir dan amalan-amalan tertentu sebagai tujuan.apalagi ada yang berupa perbuatan Bid’ah.
Menurut mereka, tarekat itu hanya suatu metode untuk membiasakan dan mendorong seseorang menjalankan hukum-hukum, Allah dan menjauhi larangan-larangan Nya, ketika tarekat itu sudah diwujudkan maka tarekat itu sudah tidak dibutuhkan lagi dan sebagai gantinya mereka menyeru langsung kepada masyarakat dengan berkeliling keluar masuk kampung.
Singkat kata, Muhammad Ilyas ini menciptakan dan menyerukan gerakan nya setelah keluar dari tarekat dan lebih konyol lagi ia meyakini sebuah mimpi yang mungkin saja rekayasa Syaiton, bualan atau hanya kembangnya tidur. Yang jelas tarekat yang dipegangnya tidak sama dedngan tarekat yang diajarkan oleh para masyayikh.
Guru-guru Muhammad Ilyas
Untuk melengkapi pengetahuan kita tentang Muhammad Ilyas, kita akan lihat siapa sajakah para pendidiknya.
• Rashid Ahmad al-Janjoehi, ia telah di ba’iat secara khusus karena terbukti memiliki kecerdasan yang luar biasa. Menurutnya Allah telah mengancam Fir’aun akan dimasukkan ke dalam neraka, karena kekufurannya. Padahal seandainya Allah mau, bisa juga Fir’aun di kehendaki beriman dan dimasukkan surga, ini sama halnya Allah telah melakukan kebohongan.
• Ahmad Al-Ambi tawi As-Saharnapoeri
• Asyraaf Ali At-Tahanawi, Ilyas mengatakan dialah guru terbaik dan hatiku selalu berharap pengajian dan metode Tabligh ini aku persembahkan untuknya.
• Ahmad As-Saharnapoeri, ia mengatakan; sungguh kekuasaan ilmu iblis dan malaikat pencabut nyawa itu benar-benar diterangkan pada nash-nash secara gamblang. Tidak seperti halnya keluasan ilmu nabi yang sama sekali belum pernah ditemukan di nash-nash. Dan jika itu diyakini maka sama halnya dengan perbuatan syirik dan bertolak belakang dengan nash-nash.
Dengan demikian jelas sudah, Identitas guru-guru Muhammad Ilyas adalah Pendiri ”jamiyyah Tabligh”.
Kesalahan-kesalahan aqidah mereka adalah:
• Meyakini bahwa Rasulullah SAW tidak mengetahui hal-hal yang ghaib
• Memanggil Nabi dari jarak yang jauh adalah hal yang syirik.
Dua pemahaman aqidah ini jelas bertentangan dengan dua pokok ajaran Ahlussunah Wal Jama’ah, yaitu:
1. Bahwa para Nabi dan para wali bisa juga mengetahui hal-hal yang Ghaib atas perkenan Allah
2. Orang-orang yang sudah meninggal masih bisa mendengarkan panggilan orang yang hidup.
Dan tidak bisa dipungkiri bahwa mereka adalah pendukung aliran Wahabi, yang dipelopori oleh Muhammad bin Abd. Wahab.
Pandangan terhadap Muhammad Bin Abdul Wahab dan pendukungnya
Pujian atas Muhammad Bin Abd Wahab dan para pengikutnya terdapat dalam sebuaah harian berjudul “Ad-Da’I” yang berbunyi”Tidak diragukan lagi bahwa “Muhammad bin Abd Wahab’ termasuk tokoh islam yang berpengaruh, penyeru kebaikan, pejuang islam yang gigih dan penentang aqidah-aqidah khufarat dan taqlid-taqlid yang mengandung syirk”..
Kesimpulan
Sudah cukup jelas bahwa mereka itu adalah kaum yang sesat, menyesatkan, ahli bid’ah dan telah lepas dari ajaran agama yang lembut.Lebih lengkapnya buka kembali lembaran-lembaran kelabu sejarah masa lalu. Disaat fitnah dan pertumpahan darah tak terelakkan lagi di belahan dunia Arab sana.
Teliti sekali lagi dan kita pun menjadi yakin bahwa kesesatan-kesesatan mereka, yang telah tersiar di mana-mana itu bukanlah kebohongan. Tidak pula untuk kepentingan-kepentengan politik. Apalagi hanya sekedar untuk mencapai tujuan-tujuan duniawi yang rendah dan semuanya yang telah disebutkan benar-benar akan mempermalukan”pendiri Jama’ah Tabligh” dan para pendukung-pendukungnya.
Dinukil dari:
Apakah Jaulah Itu? Jama'ah Tablighiyah (Jaulah)
Sebuah ringkasan terjemah kitab
Penulis: Maulana Abu Ahmad
Penterjemah: Ust. M. Ridwan Qoyyum Sa'id
Penerbit: Mitra Gayatri Blok H. 05 Lirboyo Kediri

Membongkar Kedok Jamaah Tabligh

Jamaah Tabligh tentu bukan nama yang asing lagi bagi masyarakat kita, terlebih bagi mereka yang menggeluti dunia dakwah. Dengan menghindari ilmu-ilmu fiqh dan aqidah yang sering dituding sebagai 'biang pemecah belah umat', membuat dakwah mereka sangat populer dan mudah diterima masyarakat berbagai lapisan.
Bahkan saking populernya, bila ada seseorang yang berpenampilan mirip mereka atau kebetulan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan mereka, biasanya akan ditanya; ”Mas, Jamaah Tabligh, ya?” atau “Mas, karkun, ya?” Yang lebih tragis jika ada yang berpenampilan serupa meski bukan dari kalangan mereka, kemudian langsung dihukumi sebagai Jamaah Tabligh.
Pro dan kontra tentang mereka pun meruak. Lalu bagaimanakah hakikat jamaah yang berkiblat ke India ini? Kajian kali ini adalah jawabannya.

Pendiri Jamaah Tabligh

Jamaah Tabligh didirikan oleh seorang sufi dari tarekat Jisytiyyah yang berakidah Maturidiyyah dan bermadzhab fiqih Hanafi. Ia bernama Muhammad Ilyas bin Muhammad Isma'il Al-Hanafi Ad-Diyubandi Al-Jisyti Al-Kandahlawi kemudian Ad-Dihlawi. Al-Kandahlawi merupakan nisbat dari Kandahlah, sebuah desa yang terletak di daerah Sahranfur.
Sementara Ad-Dihlawi dinisbatkan kepada Dihli (New Delhi), ibukota India. Di tempat dan negara inilah, markas gerakan Jamaah Tabligh berada. Adapun Ad-Diyubandi adalah nisbat dari Diyuband, yaitu madrasah terbesar bagi penganut madzhab Hanafi di semenanjung India. Sedangkan Al-Jisyti dinisbatkan kepada tarekat Al-Jisytiyah, yang didirikan oleh Mu’inuddin Al-Jisyti.
Muhammad Ilyas sendiri dilahirkan pada tahun 1303 H dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal pada tanggal 11 Rajab 1363 H. (Bis Bri Musliman, hal.583, Sawanih Muhammad Yusuf, hal. 144-146, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 2).

Latar Belakang Berdirinya Jamaah Tabligh

Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan, ”Ketika Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku-suku yang tinggal di dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan orang-orang Majusi para penyembah berhala Hindu, bahkan bernama dengan nama-nama mereka, serta tidak ada lagi keislaman yang tersisa kecuali hanya nama dan keturunan, kemudian kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati Muhammad Ilyas. Pergilah ia ke Syaikhnya dan Syaikh tarekatnya, seperti Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi dan Asyraf Ali At-Tahanawi untuk membicarakan permasalahan ini. Dan ia pun akhirnya mendirikan gerakan tabligh di India, atas perintah dan arahan dari para syaikhnya tersebut.” (Nazhrah 'Abirah I’tibariyyah Haulal Jama'ah At-Tablighiyyah, hal. 7-8, dinukil dari kitab Jama'atut Tabligh Aqa’iduha Wa Ta’rifuha, karya Sayyid Thaliburrahman, hal. 19)
Merupakan suatu hal yang ma’ruf di kalangan tablighiyyin (para pengikut jamah tabligh, red) bahwasanya Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu Ankepergiannya ke makam Rasulullah Tushahhah, hal. 3).







Markas Jamaah Tabligh

Markas besar mereka berada di Delhi, tepatnya di daerah Nizhamuddin. Markas kedua berada di Raywind, sebuah desa di kota Lahore (Pakistan). Markas ketiga berada di kota Dakka (Bangladesh). Yang menarik, pada markas-markas mereka yang berada di daratan India itu, terdapat hizb (rajah) yang berisikan Surat Al-Falaq dan An-Naas, nama Allah yang agung, dan nomor 2-4-6-8 berulang 16 kali dalam bentuk segi empat, yang dikelilingi beberapa kode yang tidak dimengerti. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 14)
Yang lebih mengenaskan, mereka mempunyai sebuah masjid di kota Delhi yang dijadikan markas oleh mereka, di mana di belakangnya terdapat empat buah kuburan. Dan ini menyerupai orang-orang Yahudi dan Nashrani, di mana mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih dari kalangan melaknat orang-orang yang menjadikanmereka sebagai masjid. Padahal Rasulullah kuburan sebagai masjid, bahkan mengkhabarkan bahwasanya mereka adalah . (Lihat Al-Qaulul Baligh Fit Tahdziri Minsejelek-jelek makhluk di sisi Allah Jama’atit Tabligh, karya Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri, hal. 12)

Asas dan Landasan Jamaah Tabligh

Jamaah Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka pegang, bahkan cenderung berlebihan. Asas dan landasan ini mereka sebut dengan al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang enam), dengan rincian sebagai berikut:

Sifat Pertama:
Merealisasikan Kalimat Thayyibah Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah
Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan: “mengeluarkan keyakinan yang rusak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang dzat Allah, bahwasanya Dialah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rizki, Maha Mendatangkan Mudharat dan Manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan dan Mematikan”. Kebanyakan pembicaraan mereka tentang tauhid, hanya berkisar pada tauhid rububiyyah semata (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 4).
Padahal makna Laa Ilaha Illallah sebagaimana diterangkan para ulama adalah: “Tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah.” (Lihat Fathul Majid, karya Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy Syaikh, hal. 52-55). Adapun makna merealisasikannya adalah merealisasikan tiga jenis tauhid; al-uluhiyyah,ar-rububiyyah, dan al-asma wash shifat (Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, karya Abu Ibrahim Ibnu Sulthan Al-'Adnani, hal. 10). Dan juga sebagaimana dikatakan Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan: “Merealisasikan tauhid artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga jenisnya, pen) dari kesyirikan, bid’ah, dan kemaksiatan.” (Fathul Majid, hal. 75)
Oleh karena itu, Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad Ad-Dihlawi mengatakan bahwa di antara 'keistimewaan' Jamaah Tabligh dan para pemukanya adalah apa yang sering dikenal dari mereka bahwasanya mereka adalah orang-orang yang berikrar dengan tauhid.
Namun tauhid mereka tidak lebih dari tauhidnya kaum musyrikin Quraisy Makkah, di mana perkataan mereka dalam hal tauhid hanya berkisar pada tauhid rububiyyah saja, serta kental dengan warna-warna tashawwuf dan filsafatnya.
Adapun tauhid uluhiyyah dan ibadah, mereka sangat kosong dari itu. Bahkan dalam hal ini, mereka termasuk golongan orang-orang musyrik.
Sedangkan tauhid asma wash shifat, mereka berada dalam lingkaran Asya’irah serta Maturidiyyah, dan kepada Maturidiyyah mereka lebih dekat”. (Nazhrah ‘Abirah I’tibariyyah Haulal Jamaah At-Tablighiyyah, hal. 46).
Sifat Kedua:
Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri
Asy-Syaikh Hasan Janahi berkata: “Demikianlah perhatian mereka kepada shalat dan kekhusyukannya.
Akan tetapi, di sisi lain mereka sangat buta tentang rukun-rukun shalat, kewajiban-kewajibannya, sunnah-sunnahnya, hukum sujud sahwi, dan perkara fiqih lainnya yang berhubungan dengan shalat dan thaharah.
Seorang tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, red) tidaklah mengetahui hal-hal tersebut kecuali hanya segelintir dari mereka.” (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 5- 6).

Sifat ketiga:
Keilmuan yang Ditopang dengan Dzikir
Mereka membagi ilmu menjadi dua bagian. Yakni ilmu masail dan ilmu fadhail.

Ilmu masail, menurut mereka, adalah ilmu yang dipelajari di negeri masing-masing.

Sedangkan ilmu fadhail adalah ilmu yang dipelajari pada ritus khuruj (lihat penjelasan di bawah, red) dan pada majlis-majlis tabligh.

Jadi, yang mereka maksudkan dengan ilmu adalah sebagian dari fadhail amal (amalan-amalan utama, pen) serta dasar-dasar pedoman Jamaah (secara umum), seperti sifat yang enam dan yang sejenisnya, dan hampir-hampir tidak ada lagi selain itu.

Orang-orang yang bergaul dengan mereka tidak bisa memungkiri tentang keengganan mereka untuk menimba ilmu agama dari para ulama, serta tentang minimnya mereka dari buku-buku pengetahuan agama Islam.
Bahkan mereka berusaha untuk menghalangi orang-orang yang cinta akan ilmu, dan berusaha menjauhkan mereka dari buku-buku agama dan para ulamanya. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 6 dengan ringkas).

Sifat Keempat:
Menghormati Setiap Muslim
Sesungguhnya Jamaah Tabligh tidak mempunyai batasan-batasan tertentu dalam merealisasikan sifat keempat ini, khususnya dalam masalah al-wala (kecintaan) dan al-bara (kebencian).

Demikian pula perilaku mereka yang bertentangan dengan kandungan sifat keempat ini di mana mereka memusuhi orang-orang yang menasehati mereka atau yang berpisah dari mereka dikarenakan beda pemahaman, walaupun orang tersebut 'alim rabbani.
Memang, hal ini tidak terjadi pada semua tablighiyyin, tapi inilah yang disorot oleh kebanyakan orang tentang mereka. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 8)

Sifat Kelima:
Memperbaiki Niat
Tidak diragukan lagi bahwasanya memperbaiki niat termasuk pokok agama dan keikhlasan adalah porosnya.
Akan tetapi semuanya membutuhkan ilmu.
Dikarenakan Jamaah Tabligh adalah orang-orang yang minim ilmu agama, maka banyak pula kesalahan mereka dalam merealisasikan sifat kelima ini. Oleh karenanya engkau dapati mereka biasa shalat di masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 9)


Sifat Keenam:
Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah subhanahu wata'ala

Cara merealisasikannya adalah dengan menempuh khuruj (keluar untuk berdakwah, pen) bersama Jamaah Tabligh, empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu.
Yang pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain.
Hadir pada dua majelis ta’lim setiap hari, majelis ta’lim pertama diadakan di masjid sedangkan yang kedua diadakan di rumah. Meluangkan waktu 2,5 jam setiap hari untuk menjenguk orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi, membaca satu juz Al Qur’an setiap hari, memelihara dzikir-dzikir pagi dan sore, membantu para jamaah yang khuruj, serta i’tikaf pada setiap malam Jum’at di markas.
Dan sebelum melakukan khuruj, mereka selalu diberi hadiah-hadiah berupa konsep berdakwah (ala mereka, pen) yang disampaikan oleh salah seorang anggota jamaah yang berpengalaman dalam hal khuruj. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 9)
Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan berkata: “Khuruj di jalan Allah adalah khuruj untuk berperang.
Adapun apa yang sekarang ini mereka (Jamaah Tabligh, pen) sebut dengan khuruj maka ini bid’ah. Belum pernah ada (contoh) dari salaf tentang keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah yang harus dibatasi dengan hari-hari tertentu.
Bahkan hendaknya berdakwah sesuai dengan kemampuannya tanpa dibatasi dengan jamaah tertentu, atau dibatasi 40 hari, atau lebih sedikit atau lebih banyak.” (Aqwal Ulama As-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 7)
Asy-Syaikh Abdurrazzaq 'Afifi berkata: “Khuruj mereka ini bukanlah di jalan Allah, tetapi di jalan Muhammad Ilyas.
Mereka tidaklah berdakwah kepada Al Qur’an dan As Sunnah, akan tetapi berdakwah kepada (pemahaman) Muhammad Ilyas, syaikh mereka yang ada di Banglades (maksudnya India, pen). (Aqwal Ulama As Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hal. 6)

Aqidah Jamaah Tabligh dan Para Tokohnya

Jamaah Tabligh dan para tokohnya, merupakan orang-orang yang sangat rancu dalam hal aqidah1.
Demikian pula kitab referensi utama mereka Tablighi Nishab atau Fadhail A’mal karya Muhammad Zakariya Al-Kandahlawi, merupakan kitab yang penuh dengan kesyirikan, bid’ah, dan khurafat. Di antara sekian banyak kesesatan mereka dalam masalah aqidah adalah2:

1. Keyakinan tentang wihdatul wujud (bahwa Allah menyatu dengan alam ini). (Lihat kitab Tablighi Nishab, 2/407, bab Fadhail Shadaqat, cet. Idarah Nasyriyat Islam Urdu Bazar, Lahore).

2. Sikap berlebihan terhadap orang-orang shalih dan keyakinan bahwa mereka mengetahui ilmu ghaib. (Lihat Fadhail A’mal, bab Fadhail Dzikir, hal. 468-469, dan hal. 540-541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).

3. Tawassul kepada Nabi (setelah wafatnya) dan juga kepada selainnya, serta berlebihannya mereka dalam hal ini. (Lihat Fadhail A’mal, bab Shalat, hal. 345, dan juga bab Fadhail Dzikir, hal. 481-482, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).

4. Keyakinan bahwa para syaikh sufi dapat menganugerahkan berkah dan ilmu laduni (lihat Fadhail A’mal, bab Fadhail Qur’an, hal. 202- 203, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).

5. Keyakinan bahwa seseorang bisa mempunyai ilmu kasyaf, yakni bisa menyingkap segala sesuatu dari perkara ghaib atau batin. (Lihat Fadhail A’mal, bab Dzikir, hal. 540- 541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore).

6. Hidayah dan keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti tarekat Rasyid Ahmad Al-Kanhuhi (lihat Shaqalatil Qulub, hal. 190). Oleh karena itu, Muhammad Ilyas sang pendiri Jamaah Tabligh telah membai’atnya di atas tarekat Jisytiyyah pada tahun 1314 H, bahkan terkadang ia bangun malam semata-mata untuk melihat wajah syaikhnya tersebut. (Kitab Sawanih Muhammad Yusuf, hal. 143, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 2).

7. Saling berbai’at terhadap pimpinan mereka di atas empat tarekat sufi: Jisytiyyah, Naqsyabandiyyah, Qadiriyyah, dan Sahruwardiyyah. (Ad-Da'wah fi Jaziratil 'Arab, karya Asy-Syaikh Sa’ad Al-Hushain, hal. 9-10, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 12).

8. Keyakinan tentang keluarnya tangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari kubur beliau untuk berjabat tangan dengan Asy-Syaikh Ahmad Ar-Rifa’i. (Fadhail A’mal, bab Fadhail Ash-Shalati ‘alan Nabi, hal. 19, cet. Idarah Isya’at Diyanat Anarkli, Lahore).

9. Kebenaran suatu kaidah, bahwasanya segala sesuatu yang menyebabkan permusuhan, perpecahan, atau perselisihan -walaupun ia benar- maka harus dibuang sejauh-jauhnya dari manhaj Jamaah. (Al-Quthbiyyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, hal. 10).

10. Keharusan untuk bertaqlid (lihat Dzikir Wa I’tikaf Key Ahmiyat, karya Muhammad Zakaria Al-Kandahlawi, hal. 94, dinukil dari Jama'atut Tabligh ‘Aqaiduha wa Ta’rifuha, hal. 70).

11. Banyaknya cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits lemah/ palsu di dalam kitab Fadhail A’mal mereka, di antaranya apa yang disebutkan oleh Asy-Syaikh Hasan Janahi dalam kitabnya Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hal. 46-47 dan hal. 50-52. Bahkan cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits palsu inilah yang mereka jadikan sebagai bahan utama untuk berdakwah. Wallahul Musta’an.

Fatwa Para Ulama Tentang Jamaah Tabligh

1. Asy-Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Siapa saja yang berdakwah di jalan Allah bisa disebut “muballigh” artinya: (Sampaikan apa yang datang dariku (Rasulullah), walaupun hanya satu ayat), akan tetapi Jamaah Tabligh India yang ma’ruf dewasa ini mempunyai sekian banyak khurafat, bid’ah dan kesyirikan.
Maka dari itu, tidak boleh khuruj bersama mereka kecuali bagi seorang yang berilmu, yang keluar (khuruj) bersama mereka dalam rangka mengingkari (kebatilan mereka) dan mengajarkan ilmu kepada mereka. Adapun khuruj, semata ikut dengan mereka maka tidak boleh”.

2. Asy Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata: “Semoga Allah merahmati Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz (atas pengecualian beliau tentang bolehnya khuruj bersama Jamaah Tabligh untuk mengingkari kebatilan mereka dan mengajarkan ilmu kepada mereka, pen), karena jika mereka mau menerima nasehat dan bimbingan dari ahlul ilmi maka tidak akan ada rasa keberatan untuk khuruj bersama mereka.
Namun kenyataannya, mereka tidak mau menerima nasehat dan tidak mau rujuk dari kebatilan mereka, dikarenakan kuatnya fanatisme mereka dan kuatnya mereka dalam mengikuti hawa nafsu.

Jika mereka benar-benar menerima nasehat dari ulama, niscaya mereka telah tinggalkan manhaj mereka yang batil itu dan akan menempuh jalan ahlut tauhid dan ahlus sunnah.

Nah, jika demikian permasalahannya, maka tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka sebagaimana manhaj as-salafush shalih yang berdiri di atas Al Qur’an dan As Sunnah dalam hal tahdzir (peringatan) terhadap ahlul bid’ah dan peringatan untuk tidak bergaul serta duduk bersama mereka.
Yang demikian itu (tidak bolehnya khuruj bersama mereka secara mutlak, pen), dikarenakan termasuk memperbanyak jumlah mereka dan membantu mereka dalam menyebarkan kesesatan. Ini termasuk perbuatan penipuan terhadap Islam dan kaum muslimin, serta sebagai bentuk partisipasi bersama mereka dalam hal dosa dan kekejian.
Terlebih lagi mereka saling berbai’at di atas empat tarekat sufi yang padanya terdapat keyakinan hulul, wihdatul wujud, kesyirikan dan kebid’ahan”.

3. Asy-Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullah berkata: “Bahwasanya organisasi ini (Jamaah Tabligh, pen) tidak ada kebaikan padanya. Dan sungguh ia sebagai organisasi bid’ah dan sesat.
Dengan membaca buku-buku mereka, maka benar-benar kami dapati kesesatan, bid’ah, ajakan kepada peribadatan terhadap kubur-kubur dan kesyirikan, sesuatu yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu -insya Allah- kami akan membantah dan membongkar kesesatan dan kebatilannya”.

4. Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “Jamaah Tabligh tidaklah berdiri di atas manhaj Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam serta pemahaman as-salafus shalih.” Beliau juga berkata: “Dakwah Jamaah Tabligh adalah dakwah sufi modern yang semata-mata berorientasi kepada akhlak.
Adapun pembenahan terhadap aqidah masyarakat, maka sedikit pun tidak mereka lakukan, karena -menurut mereka- bisa menyebabkan perpecahan”. Beliau juga berkata: “Maka Jamaah Tabligh tidaklah mempunyai prinsip keilmuan, yang mana mereka adalah orang-orang yang selalu berubah-ubah dengan perubahan yang luar biasa, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada”.

5. Asy-Syaikh Al-Allamah Abdurrazzaq 'Afifi berkata: “Kenyataannya mereka adalah ahlul bid’ah yang menyimpang dan orang-orang tarekat Qadiriyyah dan yang lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidaklah berdakwah kepada Al Qur’an dan As Sunnah, akan tetapi kepada Muhammad Ilyas, syaikh mereka di Bangladesh (maksudnya India, pen)”.
Demikianlah selayang pandang tentang hakikat Jamaah Tabligh, semoga sebagai nasehat dan peringatan bagi pencari kebenaran. Wallahul Muwaffiq wal Hadi Ila Aqwamith Thariq.


Sabtu, 07 Agustus 2004 - 02:30:31, Penulis : Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc.

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)

Surat Kepala Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Nomor: BD/HM. 01/758 /2002 tanggal 22 Oktober 2002 tentang Hasil Kajian LDII berisi:
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagaman pernah melakukan penelitian tentang LDII pada tahun 1994/1995.
Pada intinya Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) lahir pada tahun 1990 sebagai metamorfose dari Lembaga Karyawan Indonesia (Lemkari), sedangkan Lemkari itu sendiri merupakan format baru dari organisasi-organisasi yang mendahuluinya, yaitu: Darul Hadis, Islam Jamaah, Yayasan Karyawan Islam (Yakari), Karyawan Dakwah Islam (KADI) dan lain-lain, yang sebagiannya berdiri pada tahun 1940.

Beberapa Catatan tentang LDII antara lain:
1. LDII merupakan format baru dari Lembaga Karyawan Islam (Lemkari), sedangkan Lemkari merupakan metamorfosis dari organisasi yang mendahuluinya seperti: Darul Hadis, Islam Jama'ah, Yayasan Karyawan Islam (Yakari), Karyawan Dakwah Islam (KADI) dan lain-lain yang keberadaannya pernah dilarang, baik oleh pihak berwenang lokal maupun Kejaksaan Agung di seputar akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970.
2. Faham Darul Hadis (DH) mulai diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1940 oleh H. Nurhasan Ubaidah Lubis. Bendera yang dibawa adalah mengembalikan Islam di Indonesai yang sudah banyak menyimpang ke jalur yang benar. Secara konsep, Darul Hadis datang dengan mengajarkan paham tentang "ke-amir-an", bai'at, imamah, manqul, dan beberapa hal teknis ubudiyah, khususnya tentang salat.
3. Mula penyebaran hanya dilakukan di lingkungan keluarga dan kerabat dekat. Perluasan dilakukan dengan mengawini sejumlah keluarga kaya serta mencarikan jodoh untuk anak-anak, keluarga, dan anggotanya. Tatkala pengikut sudah dianggap cukup, terutama setelah dua lurah di Kediri (H. Sanusi dan H. Nur Asnawi) menjadi pengikut, Nurhasan diangkat menjadi amir jamaah yang bertugas untuk mengurus, sekaligus menjadi penasehat tentang berbagai masalah agama yang murni berdasarkan Alquran dan Hadis.
4. Kegiatan Darul hadis terus dilakukan dengan giat, tidak saja di kediri dan sekitarnya, akan tetapi juga di daerah lain di Pulau Jawa, bahkan di luar Jawa. Tahun 1951 paham yang disebarkan itu dikukuhkan namanya menjadi paham "Darul Hadis". Nama ini konon diambil dari nama sebuah madrasah di Mekah, di mana Nurhasan pernah belajar.
5. Apa yang diajarkan oleh Nurhasan sebagai Islam yang murni, berdasarkan Alquran dan Hadis mendapat tantangan dari berbagai kalangan, baik masyarakat biasa maupun tokoh-tokoh agama, bahkan pemerintah. Karena dianggap meresahkan masyarakat, Pangdam VIII Brawijaya mengeluarkan SK tentang larangan/pembubaran gerakan Darul Hadis Nomor: Kept/28/26/1967. Larangan juga muncul dari Laksus Komkamtibda Jakarta tahun 1968, Pakem Kejati Jawa Barat tahun 1968, Kejati Sulawesi Tenggara tahun 1969, Komkamtibda Sumatera Selatan tahun 1969.
6. Kenyataannya, pelarangan ini tidak menyebabkan gerakan dan paham Darul hadis berhenti. Dengan mengguanakan berbagai nama, di berbagai wilayah baik di Jawa dan luar Jawa muncul gerakan-gerakan yang mengajarkan paham yang sama dengan Darul Hadis, antara lain: "Islam Murni", "Jama'ah Quran Hadis", "Islam Jamaah", "Yayasan Pondok Pendidikan Nasional", "Yayasan Pondok Alquran dan Hadis", 'Jamaah Amirul Mukminin", dan lain-lain.
7. Untuk memperoleh simpati pemerintah dan masyarakat, mereka juga giat menyelenggarakan pengajian-pengajian dalam rangka peringatan hari-hari besar nasional seperti: HUT Kemerdekaan, Sumpah Pemuda, dan lain-lain. Bahkan semenjak 2 Desember 1970 melaui pimpinan Pondok Darul Hadis, para tokoh dan anggotanya menyatakan bergabung.
8. Dengan masuk ke Golkar mereka merasa aman dan mendapat perlindungan cukup untuk terus menyebarkan ajaran yang menjadi misinya. Namun, karena berbeda dengan mainstream keislaman yang dianut oleh sebagian besar masyarakat, keresahan pun muncul di berbagai tempat dim mana paham tersebut diperkenalkan. Karena itu, melalui SK Nomor: 089/DA/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971, Kejaksaan Agung RI akhirnya melarang gerakan Darul Hadis, Islam Jamaah, dan sejenisnya beroperasi di seluruh wilayah Indonesia.
9. Untuk membina eks-pengikut Darul Hadis, pada tanggal 3 Januari 1972 dibentuk Lemkari yang berkedudukan di Kediri. Melalui Mubes ke-2 tanggal 10-11 Juni 1981 yang dibuka oleh Menteri Agama ketika itu H. Alamsyah Ratuperwiranegara, kedudukan Lemkari dipindahkan dari Kediri ke Jakarta. Semenjak 8 Juni 1974, seperti Darul Hadis, Lemkari secara resmi menyatakan diri bernaung di bawah Golkar.
10. Semenjak Muber ke-3 4 Mei 1986 di Jakarta, yang dibuka oleh Menag Munawir Syadzali, Lemkari berkembang pesat. Namun seiringf dengan itu, sikap eksklusifis yang mereka tunjukkan meng-undang reaksi keras masyarakat: mengajankan paham Islam Jamaah, tidak mau berjamaah dengan Muslim lain, tidak mau bergaul dengan umat lain, meilih jodoh hanya dari kalangan internal, salat jumat di mesjid sendiri, adalah di antara gugatan orang. Melaui serangkaian rapat koordinasi antara tim peneliti Badan Litbang Agama dengan Ditjen Sospol Depdagri, BAKIN, dan DPP Golkar tanggal 25 April 1989 dan 22 Februari 1990 dihasilkan rekomendasi menyangkut dua hal pokok:
a. Lemkari tidak dibubarkan, tetapi organisasi, personil dan ajaran (doktrin) harus dibenahi.
b. Penataan organisasi disiapkan oleh Depdagri, personil oleh Golkar, sedangkan ajaran oleh Depag.
11. Untuk realisasi penataan tersebut Lemkari mengadakan Mubes di Jakarta tanggal 19-20 November 1990. di antara keputusan yang dihasilkan adalah mengubah nama Lemkari menjadi LDII, singkatan dari "Lembaga Dakwah Islam Indonesia". Adapun doktrin yang terus dianut hingga kini antara lain:
a. Amir adalah pemimpin organisasi dan pemimpin spritual yang harus ditaati secara penuh oleh seluruh ikhwan jamaah.
b. Keanggotaan dilakukan melalui bai'at (walau adakalnya dibantah, namun menyarakat menyaksikan praktik tersebut).
c. Melanggengkan hubungan spritual murid-guru melalui sistem sanad.
d. Tidak boleh mengajarkan apapun yang tidak/belum diajarkan oleh guru. Semua ajaran harus duterima langsung dari guru secara manqul.
e. Khutbah Jumat hanya dengan bahasa Arab dan dilaksanakan di mesjid LDII.
f. Tidak mau salat di mesjid non-LDII (karena kotor/najis), juga makmum pada imam yang bukan anggota LDII (karena Islamnya tidak murni).
g. Kalau ada orang luar (non-LDII) yang salat diasuk berkunjung ke mesjid LDII, maka apa yang terkena orang tersebut harus disucikan.
h. Muslim selain anggota LDII, termasuk sanak keluarga, bahkan orang tua sekali pun, dianggap tidak Islam murni sehingga ada kecenderungan dapat memutuskan hubungan keluarga. Kedudukan amir dan ikhwan jauh lebih tinggi dari sanak famili, termasuk orang tua (ibu dan bapak).
i. Perkawinan oleh PPN dianggap tidak sah dan harus diulang.


Fatwa MUI - Islam Jama’ah/LDII Sesat

September 27th, 2007 •
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah Memperhatikan :
1. Bahwa faham Islam Jama’ah mulai ada di Indonesia sekitar tahun 70-an. Karena ajarannya sesat clan menyesatkan serta menimbulkan keresahan di masyarakat, faham ini dilarang oleh pemerintah pada tahun 1971. Larangan pemerintah tersebut tidak diacuhkan. Mereka terus beroperasi dengan berbagai nama yang terus berubah hingga memuncak pada sekitar 1977-1978.

2. Faham ini menganggap bahwa umat Islam yang tidak termasuk Islam Jama’ah adalah termasuk 72 golongan yang pasti masuk neraka, umat Islam harus mengangkat “Amirul Mukmini” yang menjadi pusat pimpinan dan harus mentaatinya, umat Islam yang masuk golongan ini harus dibai’at dan setia kepada “Amirul Mukminin” dan dijamin masuk surga, ajaran Islam yang sah dan boleh dituruti hanya ajaran Islam yang bersumber dari “Amirul Mukminin”.
3. Pengikut aliran ini harus memutuskan hubungan dari golongan lain walaupun orang tuanya sendiri, tidak sah shalat di belakang orang yang bukan Islam Jama’ah, pakaian shalat pengikut Islam Jama’ah yang tersentuh oleh orang lain yang bukan pengikutnya harus disucikan, suami harus mengusahakan agar isterinya turut masuk golongan Islam Jama’ah, dan jika tidak mau maka perkawinannya harus diputuskan, perkawinan yang sah adalah perkawinan yang direstui oleh �Amirul Mukminin�, dan khutbah yang sah bila dilafazkan dalam bahasa Arab
MEMUTUSKAN
Menyatakan :
1. Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangatbertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu memancing-memancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan Negara
2. Menyerukan agar Ummat Islam berusaha mengindahkan saudara-saudara kita yang tersesat itu untuk kembali kepada ajaran agama Islam yang murni dengan dasar niat dan keinginan menyelamatkan sesame hamba Allah yang telah memilih Islam sebagai Agamanya dari kemurkaan Allah SWT.
3. Agar umat Islam lebih meningkatkan kegiatan dakwah Islamiah melalui media pengajian atau media lainnya, terutama terhadap para remaja, pemuda, pelajar, seniman, dan lain-lain, yang sedang haus terhadap siraman agama Islam yang murni terutama kepada calon-calon pengikut Islam Jama’ah dalam tahap pertama, dengan metode atau cara-cara penyampaian yang lebih sesuai dengan umat yang dihadapi
4. Agar segera melaporkan kepada Kejaksaan setempat dengan memberikan bukti-bukti yang cukup lengkap manakala gerakan atau kegiatan Islam Jama’ah (atau apapun nama lain yang dipakainya) sampai menimbulkan .keresahan dan kegoncangan rumah tangga dan masyarakat
http://www.mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=34
---------------------------OOOOOOOOOOO-----------------------------

• 4 Media Islam // Nov 13, 2007 at 4:46 pm
Masalah LDII sesat itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa seperti artikel di atas:
http://www.mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=34
Majelis Ulama adalah perkumpulan ulama dari berbagai organisasi seperti NU, Muhammadiyah, DDII, Persis, dsb. Jadi insya Allah bisa dipercaya. Kalau bukan ulama MUI yang kita percaya, lalu siapa lagi?
Ciri-ciri aliran sesat adalah mereka tafarruq/memisahkan diri dari jama’ah terbesar Islam. Mereka menganggap ummat Islam selain kelompok mereka bid’ah, kafir, sesat.
Mereka tidak mau sholat dengan orang bukan dari golongan mereka. Mereka tidak mau sholat di masjid yang bukan milik kelompok mereka. Mereka tidak mau berguru dengan guru di luar kelompoknya.
Kelompok aliran sesat meski merasa mempelajari Al Qur’an dan Hadits namun pada prakteknya justru melanggar Al Qur’an dan Hadits. Contohnya mereka justru memisahkan diri dari jama’ah Islam:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai..” [Ali Imran:103]
Tentang MUI
http://www.mui.or.id/mui_in/about.php
Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama,zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.
Antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.
-------------------------------OOOOOOOOOOO----------------------------------


• 5 yadhy // Dec 4, 2007 at 10:45 am
kebetulan saya sekantor dengan orang LDII, dan memang dia membenarkan bahwa yang tidak mengikuti jama’ahnya semua masuk neraka, kecuali golongan mereka… dengan kata lain mereka menganggap kafir orang-orang di luar mereka walaupun yang beragama islam
saya ketahui memang LDII Sejak awal berkembang selalu memberikan keresahan, seharusnya, MUI memberikan ketegasan untuk meminta kepada kejaksaan agung agar membubarkan LDII. itu sangat membahayakan aqidah islam.
saya yakin LDII akan masuk neraka jahanam sebab dia mengkafirkan sesama muslim, nauzubillah hi minzalik. H Ari W Habib Rahman Al Fattah
-------------------------------OOOOOOOOOO-------------------------------------------------
• 8 ado widodo // Jan 10, 2008 at 6:22 pm
* Islam Jama`ah
________________________________________
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah Memperhatikan :

1. Bahwa faham Islam Jama’ah mulai ada di Indonesia sekitar tahun 70-an. Karena ajarannya sesat dan menyesatkan serta menimbulkan keresahan di masyarakat, faham ini dilarang oleh pemerintah pada tahun 1971. Larangan pemerintah tersebut tidak diacuhkan. Mereka terus beroperasi dengan berbagai nama yang terus berubah hingga memuncak pada sekitar 19771978.
2. Faham ini menganggap bahwa umat Islam yang tidak termasuk Islam Jama’ah adalah termasuk 72 golongan yang pasti masuk neraka, umat Islam harus mengangkat “Amirul Mukmini” yang menjadi pusat pimpinan dan harus mentaatinya, umat Islam yang masuk golongan ini harus dibai’at dan setia kepada “Amirul Mukminin” dan dijamin masuk surga, ajaran Islam yang sah dan boleh dituruti hanya ajaran Islam yang bersumber dari “Amirul Mukminin”.
3. Pengikut aliran ini harus memutuskan hubungan dari golongan lain walaupun orang tuanya sendiri, tidak sah shalat di belakang orang yang bukan Islam Jama’ah, pakaian shalat pengikut Islam Jama’ah yang tersentuh oleh orang lain yang bukan pengikutnya harus disucikan, suami harus mengusahakan agar isterinya turut masuk golongan Islam Jama’ah, dan jika tidak mau maka perkawinannya harus diputuskan, perkawinan yang sah adalah perkawinan yang direstui oleh “Amirul Mukminin”, dan khutbah yang sah bila dilafazkan dalam bahasa Arab
MEMUTUSKAN
Menyatakan :
1. Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangatbertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu memancing-memancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan Negara
2. Menyerukan agar Ummat Islam berusaha mengindahkan saudara-saudara kita yang tersesat itu untuk kembali kepada ajaran agama Islam yang murni dengan dasar niat dan keinginan menyelamatkan sesame hamba Allah yang telah memilih Islam sebagai Agamanya dari kemurkaan Allah SWT.
3. Agar umat Islam lebih meningkatkan kegiatan dakwah Islamiah melalui media pengajian atau media lainnya, terutama terhadap para remaja, pemuda, pelajar, seniman, dan lain-lain, yang sedang haus terhadap siraman agama Islam yang murni terutama kepada calon-calon pengikut Islam Jama’ah dalam tahap pertama, dengan metode atau cara-cara penyampaian yang lebih sesuai dengan umat yang dihadapi
4. Agar segera melaporkan kepada Kejaksaan setempat dengan memberikan bukti-bukti yang cukup lengkap manakala gerakan atau kegiatan Islam Jama’ah (atau apapun nama lain yang dipakainya) sampai menimbulkan .keresahan dan kegoncangan rumah tangga dan masyarakat

* Ahmadiyah Qadiyam
________________________________________

Majelis Ulama Indonesia dalam Musyawarah Nasional II tanggal 11-17 Rajab 1400 H/26 Mei - 1 Juni 1980 M. di Jakarta memfatwakan ten tang jama’al Ahmadiyah sebagai berikut :
Sesuai dengan data dan fakta yang diketemukan dalain 9 (sembilan) buah buku tentang Ahmadiyah, Majelis Ulama Indonesia memfatwakan bahwa Ahmadiyah adalah jama’ah di luar Islam, sesat dan menyesatkan.
1. Dalam menghadapi persoalan Ahmadiyah hendaknya Majelis Ulama Indonesia selalu berhubungan dengan Pernerintah. Kemudian Rapat Kerja Nasional bulan 1- 4 Jumadil Akhir 1404 H./4 – 7 Maret 1984 M., merekomendasikan tentang jama’ah Ahamdiyah tersebut sebagai : berikut :
2. Bahwa Jemaat Ahmadiyah di wilayah Negara Republik Indonesia berstatur sebagai badan hukum berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No. JA/23/13 tanggal 13-3-1953 (Tambahan Berita Negara: tangga131-3-1953 No. 26), bagi ummat Islam menimbulkan :
1. Keresahan karena isi ajarannya bertentangan dengan ajaran agama Islam
2. Perpecahan, khususnya dalam hal ubudivah (shalat), bidang munakahat dan lain-lain.
3. Bahaya bagi ketertiban dan keamanan negara.
Maka dengan alasan-alasan tersebut dimohon kepada pihak yang berwenang untuk meninjau kembali Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI JA/22/ 13, tanggal 31-3-1953 (Tambahan Berita Negara No. 26, tanggal 31– - 1953).
Menyerukan :
3. Agar Majelis Ulama Indonesia, Majelis Ulama Daerah Tingkat I, Daerah Tingkat II, para ulama, dan da’i di seluruh Indonesia, menjelaskan kepada masyarakat tentang sesatnya Jema’at Ahmadiyah Qadiyah yang berada di luar Islam.
4. Bagi mereka yang telah terlanjur mengikuti Jema’at Ahmadiyah Qadiyah supaya segera kembali kepada ajaran Islam yang benar.
5. Kepala seluruh ummat Islam supaya mempertinggi kewaspadaannya, sehingga tidak akan terpengaruh dengan faham yang sesat itu
* Darul Arqam
________________________________________

 Sejak tahun 1992, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah membahas dan membicarakan secara mendalam tentang masalah Darul Arqam dan mendiskusikannya secara seksama, khususnya ajaran yang menyatakan bahwa Aurad Muhammadiyah Darul Arqam diterima secara langsung oleh Syekh Suhaemi, tokoh Darul Arqam, dari Rasulullah SAW di Ka’bah dalam keadaan jaga
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengambil kesepakatan untuk meluruskan ajaran Darul Arqam yang dipandang menyimpang seperti tersebut di atas. Di pandang dari kaca mata hukum Islam (Figh) hal ini tidak dapat dibenarkan, sebab dengan wafatnya Nabi Muhammad SAW semua ajaran Islam yang harus disampaikan kepada ummat telah selesai, tak satu pun yang tertinggal Dengan demikian, sepeninggal Nabi tidak ada lagi susulan dari Nabi, sejalan dengan firman Allah, surat Al-Ma’idah ayat 3:
Pada awal tahun 1994, masalah Darul Arqam muncul kembali dengan adanya, keputusan/fatwa dari beberapa Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I. Untuk mengatasi masalah Darul Arqam itu, pada tanggal 7 Shafar 14154 H./ 16 Juli 1994 Majelis Ulama Indonesia mengadakan Silaturahmi Nasional di Pekanbaru, bersamaan dengan Musabaqah Tilawatil Qur’’ an Tingkat Nasional.
Dalam Silaturahmi Nasional tersebut diperoleh kesepakatan sebagai berikut :
1. Darul Arqam yang inti ajarannya aurad Muhammadiyah adalah faham yang menyimpang dari aqidah Islam serta faham yang sesat menyesatkan
2. Untuk memelihara kemurnian ajaran Islam dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, mengusulkan kepada Kejaksaan Agung segera mengeluarkan larangan terhadap ajaran Darul Arqam dan aktivitasnya.
3. Menyerukan kepada ummat Islam, terutama kaum remaja, agar tidak terpengaruh oleh ajaran yang sesat dan menyesatkan itu.
4. Kepada ummat Islam yang sudah terlanjur mengikuti ajaran tersebut agar segera kembali kepada ajaran Islam yang benar, ajaran yang sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah Rasullullah SAW.
5. Menyerukan kepada para ulama, muhalliq (muballigat, da’ i, dan ustadz untuk meningkatkan dakwah Islamiyah, amar ma’ruf nahi munkar.
Selanjutnya pada tanggal 5 Rabi’ul Awwal 1415 H./13 Agustus 1994 M. Majelis Ulama Indonesia mengadakan Rapat Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia, bersama Ketua-Ketua Majelis Ulama Daerah Tingkat I seluruh Indonesia yang menghasilkan keputusan tentang Darul Arqam yang lengkapnya sebagai berikut :
Rapat Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia bersama Ketua-Ketua Majelis Ulama Daerah Tingkat I seluruh Indonesia, pada tanggal 25 Rabi’ul – Awwal 1415 H./13 Agustus 1994 H. di Jakarta, setelah :
Menimbang :
1. Bahwa dengan adanya keputusan dari beberapa Majelis Ulama Daerah Tingkat I tentang Darul Arqam, Keputusan Kejaksaan Agung RI tentang .larangan beredar buku Aurad Muhammadiyah, pegangan Darul Arqam, dan Instruksi Jaksa Agung RI tentang tindakan pengamanan terhadap larangan beredarnya buku berjudul “Presiden Soeharto Ikut Jadwal Allah “, serta tanggapan dan reaksi masyarakat yang dimuat dalam media massa atau yang ditujukan langsung kepada Majelis Ulama Indonesia, maka Majelis Ulama Indonesia berkewajiban mengambil sikap terhadap faham tersebut.
2. Bahwa untuk memelihara kemurnian aqidah Islamiyah dan memperkokoh ukhuwah islamiyah dalam rangka memantapkan Keamanan, ketertiban, dan stabilitas nasional, Majelis Ulama Indonesia perlu mengeluarkan keputusan tentang Darul Arqam
Memperhatikan :
1. Keputusan Majelis Ulama Indonesia daerah Tingkat I Aceh Nomor : 450/079/SK/1992 tentang Darul Arqam
2. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Tingkat I Sumatra Barat tanggal 22 Syawal 1410 H/17 Mei 1990 tentang Darul Arqam
3. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Riau Nomor: 081/MUI/Riau/IV/1994 tanggal 18 April 1994 tentang Darul Arqam dan Yayasan AI-Arqam
4. Keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Selatan tanggal 22 Juni 1992 tentang dukungan terhadap keputusan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Barat.
5. Keputusan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 1 Agustus 199-2 dan diperkuat dalam rapatnya tanggal 6 Agustus 1994.
6. Kesepakatan Silaturahmi Nasional Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I seluruh Indonesia tanggal 16 Juli 1994 di Pekanbaru Riau.
Indonesia tanggal 16 Juli 1994 di Pekanbaru Riau Memperhatikan Lagi :
1. Keputusan Jaksa Agung RI Nomor : Kep-016/J.A/O1/1993 tangga129 Januari 1993 tentang larangan beredarnya buku Aurad Muhammadiyah pegangan Darul Arqam, oleh Ustaz Azhari Muhammad, penerbit Penerangan Al-Arqam - Malaysia.
2. Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS-006/J.A/08/1994 tanggal 9 Agustus 1994, tentang tindakan pengamanan terhadap larangan beredarnya buku berjudul “Presiden Soeharto Ikut Jadual Allah”, pengarang Abuya Syech Imam Azhari Muhammad, penyusun Ustazah Chadijah Aam, penerbit: Penerbitan al-Arqam Indonesia (PAI), Jalan Margonda Raya No. 50 Depok 16424 dan/atau barang cetakan sej enis yang diterbitkan di tempat tersebut.
Mengingat :
1. Pancasila dan UUD 1945
2. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga, serta Pedomkan Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
3.
Mendengar :
1. Penjelasan Menteri Agama/Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia
2. Penjelasan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan Ketua Komisi Fatwa ‘Majelis Ulama Indonesia
3. Pendapat, saran, usul dan kesepakatan peserta Rapat Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia bersama Ketua-Ketua Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I seluruh Indonesia.
Dengan Bertawakkal kepada Alla SWT :
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
1. Mendukung sepenuhnya Keputusan Majelis Ulama Indonesia, Daerah Istimewa Aceh, Majelis Ulama Indonesia Tingkat I Sumatera Barat, Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Sumatera Selatan, Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat I Riau, dan Keputusan Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, serta memperkuat kesepakatan silaturahmi nasional Majelis Ulama Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia Daerah Tingkat 1, Tanggal 16 Juli 1994 di Pekanbaru, yang pada intinya menyatakan bahwa Ajaran Darul Arqam adalah ajaran yang menyimpang dari Aqidah Islamiyah.
2. Mendukung sepenuhnya Keputusan Jaksa Agung RI Nomor: Kep. 016 J.A/Ol/1993 tanggal 29 Januari 1993 tentang larangan beredarnya buku Aurad Muhammadiyah pegangan Darul Arqam, oleh Ustaz Azhari Muhammad, penerbit Penerangan Al-Arqam - Malaysia dan Instruksi Jaksa Agung No : INS-006/J.A/08/1994 tanggal 9 Agustus 1994, tentang tindakan pengamanan terhadap larangan beredarnya buku berjudul “Presiden Soeharto Ikut Jadwal Allah”, pengarang Abuya Syech Imam Azhari Muhammad, Penyusun Ustazah Chadijah Aam, penerbit: Penerbitan al-Arqam Indonesia (PAI), Jalan Margonda Raya No. 50 Depok 16424 dan/atau barang cetakan sejenis yang diterbitkan di tempat.
3. Mengusulkan kepada Jaksa Agung RI untuk mengeluarkan larangan terhadap Darul Arqam dan penyebarannya demi terpeliharanya kemurnian ajaran Islam dan keutuhan bangsa.
4. Menyerukan kepada umat Islam agar tidak terpengaruh oleh ajaran Darul Arqam tersebut.
5. Kepada umat Islam yang sudah terlanjur mengikuti ajaran tersebut agar segera kembali kepada ajaran Islam yang benar, ajaran yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW
6. Menyerukan kepada para ulama, muballiq-muballiqat, da’i, dan ustaz untuk meningkatkan dakwah Islamiyah, amar makruf nahi munkar.
Ditetapkan :
Jakarta, 06 Rabi’ul Awwal 1415 H.
13 Agustus 1994 M.
DEWAN PIMPINAN
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Sekretaris
KH. Hasan Basri H.S. Prodjokusumo
>
CATATAN: Halaman ini di buat sebagaimana mestinya dalam bentuk yang bisa di sajikan di halaman situs dengan isi yang sama dengan dokumen asli. Untuk mendapatkan copy document aslinya dalam bentuk PDF,

Bukti-bukti kesesatan LDII, Fatwa-fatwa tentang sesatnya, dan pelarangan Islam Jama’ah dan apapun namanya yang bersifat/ berajaran serupa:
1. LDII sesat. MUI dalam Musyawarah Nasional VII di Jakarta, 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dan Ahmadiyah agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah karena sangat meresahkan masyarakat. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut: “Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah. MUI mendesak Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya, karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap faham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak terhadap pendangkalan aqidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan faham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.” (Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005, halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).
2. Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII. Dalam Makalah LDII dinyatakan: “Dan dalam nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah, musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi,” (Makalah LDII berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97, halaman.
3. Surat 21 orang keluarga R. Didi Garnadi dari Cimahi Bandung menyatakan sadar, insyaf, taubat dan mencabut Bai’at mereka terhadap LDII, Oktober 1999. Dalam surat itu dinyatakan di antara kejanggalan LDII hingga mereka bertaubat dan keluar dari LDII, karena: Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia Islam jama’ah, LEMKARI, LDII karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI, LDII bahwa mereka itu BINATANG. (Lihat surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).
4. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok, turuk bosok (vagina busuk). Ungkapan Imam LDII dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta Alam Indonesia, semacam jamboree nasional tapi khusus untuk muda-mudi LDII) di Wonosalam Jombang tahun 2000. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman): “Dengan banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat kedudukan jamaah kita (maksudnya, LDII, pen.). Karena betul-betul yang pertama ya jamaah kita. Maka dari itu jangan sampai kefahamannya berubah, sana dianggap baik, sana dianggap benar, akhirnya terpengaruh ikut sana. Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul wajib masuk sorga ya kita ini. Lainnya turuk bosok kabeh.” (CAI 2000, Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI Wonosalam. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman).
5. Kejahatan onani, homoseks, dan aborsi ditebus duit untuk Imam:
1. Onani, amal sholih pusat I bulan atau uang Rp 2000/hari = Rp 60.000,-
2. Sempetan/mairil (homo), amal sholih di pusat 3 bulan atau uang Rp 2000/hari = Rp 180.000,-
3. Aborsi, amal sholih dipusat 6 bulan atau uang Rp 2000/hari = Rp 360.000,- ( KUMPULAN PENJELASAN PERATURAN AGAMA)
(Materi Pengajian bulanan LDII, 16 September 2006, sebanyak 54 Masalah, bab 20: BAB KAFARAH)
Dari peraturan agama yang dibuat oleh LDII tersebut di atas, secara jelas menyatakan bahwa perbuatan bejat seperti onani, homo, dan aborsi dijadikan proyek oleh Pusat organisasi LDII untuk memperoleh uang. Coba bayangkan perbuatan bejat berubah menjadi amal sholih setelah dibayar dengan uang. Perbuatan bejat tersebut bukan di-berantas malahan dipelihara demi untuk pemasukan uang. Ini semua bukan ajaran Islam tetapi ajaran setan dan iblis laknatullah. Dan sungguh terkutuk perbuatan ini.
6. Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan, biasanya orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka membuat masjid-masjid untuk golongan LDII.
Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama ‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.
7. Penipuan Triliunan Rupiah: Kasus tahun 2002/2003 ramai di Jawa Timur tentang banyaknya korban apa yang disebut investasi yang dikelola dan dikampanyekan oleh para tokoh LDII dengan iming-iming bunga 5% perbulan. Ternyata investasi itu ada tanda-tanda duit yang telah disetor sangat sulit diambil, apalagi bunga yang dijanjikan. Padahal dalam perjanjian, duit yang disetor bisa diambil kapan saja. Jumlah duit yang disetor para korban mencapai hampir 11 triliun rupiah. Di antara korban itu ada yang menyetornya ke isteri amir LDII Abdu Dhahir yakni Umi Salamah sebesar Rp 169 juta dan Rp 70 juta dari penduduk Kertosono Jawa Timur. Dan korban dari Kertosono pula ada yang menyetor ke cucu Nurhasan Ubaidah bernama M Ontorejo alias Oong sebesar Rp22 miliar, Rp 959 juta, dan Rp800 juta. Korban bukan hanya sekitar Jawa Timur, namun ada yang dari Pontianak Rp2 miliar, Jakarta Rp2,5 miliar, dan Bengkulu Rp1 miliar. Paling banyak dari penduduk Kediri Jawa Timur ada kelompok yang sampai jadi korban sebesar Rp900 miliar. (Sumber Radar Minggu, Jombang, dari 21 Februari sampai Agustus 2003, dan akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah karya H.M.C. Shodiq, LPPI Jakarta, 2004. ).
8. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 06 Rabiul Awwal 1415H/ 13 Agustus 1994M, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, Ketua Umum: K.H. Hasan Basri, Sekretaris Umum: H.S. Prodjokusumo).
9. Fatwa Majelis Ulama DKI Jakarta: Bahwa ajaran Islam Jama’ah, Darul Hadits (atau apapun nama yang dipakainya) adalah ajaran yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan penyiarannya itu adalah memancing-mancing timbulnya keresahan yang akan mengganggu kestabilan negara. (Jakarta, 20 Agustus 1979, Dewan Pimpinan Majelis Ulama DKI Jakarta, K.H. Abdullah Syafi’ie ketua umum, H. Gazali Syahlan sekretaris umum.
10. Pelarangan Islam Jama’ah dengan nama apapun dari Jaksa Agung tahun 1971: Surat Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep-089/D.A./10/1971 tentang: Pelarangan terhadap Aliran- Aliran Darul Hadits, Djama’ah jang bersifat/ beradjaran serupa. Menetapkan: Pertama: Melarang aliran Darul Hadits, Djama’ah Qur’an Hadits, Islam Djama’ah, Jajasan Pendidikan Islam Djama’ah (JPID), Jajasan Pondok Peantren Nasional (JAPPENAS), dan aliran-aliran lainnya yang mempunyai sifat dan mempunjai adjaran jang serupa itu di seluruh wilajah Indonesia. Kedua: Melarang semua adjaran aliran-aliran tersebut pada bab pertama dalam keputusan ini jang bertentangan dengan/ menodai adjaran-adjaran Agama. Ketiga: Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan: Djakarta pada tanggal: 29 Oktober 1971, Djaksa Agung R.I. tjap. Ttd (Soegih Arto).
11. Kesesatan, penyimpangan, dan tipuan LDII diuraikan dalam buku-buku LPPI tentang Bahaya Islam Jama’ah, Lemkari, LDII (1999); Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Triliunan Rupiah (2004).
12. LDII aliran sempalan yang bisa membahayakan aqidah umat, ditegaskan dalam teks pidato Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama Ir. Soetomo, SA, Mayor Jenderal TNI bahwa “Beberapa contoh aliran sempalan Islam yang bisa membahayakan aqidah Islamiyah, yang telah dilarang seperti: Lemkari, LDII, Darul Hadis, Islam Jama’ah.” (Jakarta 12 Februari 2000, Staf Ahli Menhan Bidang Ideologi dan Agama, Ir. Soetomo, SA, Mayor Jendral TNI).
13. LDII dinyatakan sesat oleh MUI karena penjelmaan dari Islam Jamaah. Ketua Komisi fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) KH Ma’ruf Amin menyatakan, Fatwa MUI: LDII sesat. Dalam wawancara dengan Majalah Sabili, KH Ma’ruf Amin menegaskan: Kita sudah mengeluarkan fatwa terbaru pada acara Munas MUI (Juli 2005) yang menyebutkan secara jelas bahwa LDII sesat. Maksudnya, LDII dianggap sebagai penjelamaan dari Islam Jamaah. Itu jelas!” sabili, No 21 Th XIII, 4 Mei 2006/ 6 Rabi’ul Akhir 1427, halaman 31).



Bohong Imam Jamaah LDII


Bukti Kebohongan Nur Hasan Ubaidah Lubis, Imam Jamaah LDII
Berikut ini adalah bukti kebohongan Imam LDII dalam memanipulasi hadis dengan menyatakan dirinya manqul kepada Rasulullah saw.
Dalam Kitabus-Shalah (kitab tentang shalat) hlm. 124 – 125, yang disusun oleh pemimpin kelompok Islam Jamaah/Lemkari/LDII, Nur Hasan (Madigol) mengutip sebuah hadis dalam kitab Sunan at-Tirmidzi. Dia mengatakan bahwa dirinya manqul dari Nabi Muhammad saw. Adapun hadis tersebut berbunyi (yang artinya), “Telah menceritakan kepada kami, ‘Ubaidah bin Abdil Aziz (Nur Hasan Ubaidah Lubis, pen), telah menceritakan kepada kami, Syekh Umar Hamdan al-Madani al-Makki, dari Sayyid Ali adh-Dhahir al-Witri al-Madani, dari Syekh Abdil Ghani al-Majaddidi, dari ayahnya Abi Said, dari Abdil Aziz ad-Dihlawi as-Syah Waliyillah ad-Dihlawi, dari Syekh Abi Thahir al-Kurani, dari ayahnya Syekh Ibrahim al-Kurani, dari Syekh al-Mijahi, dari Syekh Ahmad as-Subki, dari Syekh Najmuddin al-Ghaithi dari Zaini Zakaria dari Al-Iz bin Abdirrahim bin Furaat, dari Syekh Umar bin al-Hasan al-Maraghi, dari Al-Fahr bin Ali bin Ahmad bin Abdil Wahid, dari Syekh Umar bin Thabarzad al-Baghdadi telah berkata, telah menceritakan kepada kami Syekh Abul Fatah Abdul Malik bin Abdil Qasim al-Harawi al-Karrahi telah berkata, telah menceritakan kepada kami Al-Qadli al-Zahid Abu Amir Mahmud bin Qasim, dan telah menceritakan kepadaku Syekh bin Nashr Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali at-Tiryaqi dan Syekh Abu Bakar Ahmad bin Abdi as-Shamad al-Ghurazi mereka telah berkata, telah mengabarkan kepada kami Abu Muhammad Abdul Jabbar bin Muhammad bin al-Jarrah al-Jarrahi telah berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Abdul Abas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub telah berkata, telah mengkhabarkan kepada kami Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Ya’kub al-Jauzajaani, telah menceritakan kepadaku Shafwan bin shalih, telah menceritakan kepada kami Al-Walid bin Muslim, telah menceritakan kepada kami Syuaib bin Abi Hamzah dari Abi Zinad dari Al-’Araz dari abi Hurairah, telah berkata, telah berkata Rasulullah saw., “Sesungguhnya bagi Allah SWT itu mempunyai sembilan puluh sembilan nama, barang siapa yang menghitungnya pasti dia masuk surga, Dia Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, Ar-Rahman, Ar-Rahim, Al-Malik, Al-Qudus, As-Salam, Al-Mukmin, Al-Muhaimin, Al-Aziz, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Khalik, al-Baari, Al-Mushawwir, Al-Ghaffar, Al-Qahar, Al-Wahab, Ar-Razzaq, Al-Fattah, Al-Alim, Al-Qabidl, Al-Basit, Al-Khafidl, Ar-Rafi, Al-Muiz, Al-Mudzil, As-Sami, Al-Bashir, Al-Hakam, Al-’Adl, Al-Latif, Al-Khabir, Al-Halim, Al-’Adlim, Al-Ghafur, Asy-Syakur, Al-’Ali, Al-Kabir, Al-Hafid, Al-Muqit, Al-Hasib, Al-Jalil, Al-Karim, Ar-Raqib, Al-Mijib, Al-Waasi, Al-Hakim, Al-Wadud, Al-Majid, Al-Baits, As-Syahid, Al-Haq, Al-Wakil, Al-Qawi, Al-Matin, Al-Wali, Al-Hamid, Al-Muhshi, Al-Mubdi, Al-Muid, Al-Muhyi, Al-Mumit, Al-Hayyu, Al-Qayum, Al-Wajidu, Al-Majidu, Al-Wahidu, Ash-Shamadu, Al-Qadiru, Al-Muktadir, Al-Muqadim, Al-Mu’akhir, Al-Awwal, Al-Akhir, Adh-Dahir, Al-Batin, Al-Wali, Al-Muta’ali, Al-Barru, At-Tawwab, Al-Muntaqimu, Al-’Afuwwu, Ar-Raufu, Maalikul Mulki, Dzul Zalali wal Ikram, Al-Muqsit, Al-Jaami, Al-Ghani, Al-Mughni, Al-Maani, Adl-Dlaru, An-Nafi’, An-Nur, Al-Hadi, Al-Badi’, Al-Baqi, Al-Waritsu, Ar-Rasyid, Ash-Shabur.”
Hadis tersebut aslinya dalam kitab Sunan at-Tirmidzi, juz 5, h.192, hadis no. 3574, penerbit: Pustaka As-Salafiyah Madinah al-Munawwarah.
Penjelasan
Setelah melakukan penelitian terhadap buku-buku pegangan kelompok LDII, Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) menyimpulkan:
Buku-buku pegangan kelompok Islam Jamaah/Lemkari/LDII adalah gelap, artinya, buku itu tanpa penulis dan penerbit. Hanya, di akhir tiap-tiap buku itu tertulis: “Tidak diperjualbelikan, khusus untuk intern warga LDII.” Hal ini bisa dimengerti, mengingat cara penulisannya menyimpang dari pemahaman yang sesungguhnya, tetapi dipahami menurut cara penyusunnya. Oleh karena itu, agar terhindar dari serangan kaum cendekiawan yang ahli, di antaranya mereka menulis dengan cara gelap.
Untuk menguatkan ajaran manqulnya, Nur Hasan mengutip sebuah hadis (tersebut di atas) dalam kitab Sunan at-Tirmidzi juz V h. 192 hadis no. 3574, penerbit Pustaka As-Salafiyah Madinah Al-Munawwarah.
Sanad asli dari hadis tersebut adalah sebagai berikut. Imam At-Tirmidzi menerima dari Ibrahim bin Yaqub al-Jaujaani, Ibrahim menerima dari Shafwan bin Shalih, Shafwan menerima dari Al-Walid bin Muslim, Al-Walid menerima dari Syaib bin Hamzah, Syaib menerima dari Abi Zinad, Abi Zinad dari Al-Araz, Al-Araz dari Abi Hurairah, Abu Hurairah dari Nabi saw. Inilah sanad asli hadis tersebut dalam kitab Imam At-Tirmidzi.
Dalam sanad asli tersebut, sama sekali tidak tercantum nama Nurhasan Ubaidah Lubis (yang dalam kitab-kitab pegangan LDII; Kitabussholah halaman 124 tercantum dengan nama Ubaidah bin Abdul Azis, untuk meyakinkan anggotanya yang tidak memahami).
Dengan demikian, jelaslah bahwa Nur Hasan telah menambah sanad hadis tersebut dan mencantumkan nama Nur Hasan Ubaidah padanya.
Tambahan nama Ubaidah bin Abdul Azis (Nur Hasan Ubaidah Lubis) di awal sanad tersebut adalah pemalsuan yang dilakukan oleh Nur Hasan dan tokoh pendukungnya. Begitu juga nama orang-orang yang ditambahkan Nur Hasan setelah namanya tersebut sampai Imam At-Tirmidzi, tidak ada dalam kitab Imam At-Tirmidzi yang asli. Yang ada hanya nama Imam At-Tirmidzi sampai dengan Rasulullah saw. Syarat harus manqul dalam menyiarkan Islam tidak pernah ada dalam ketentuan Ilmu Hadis.
Pengakuan Nur Hasan dibantah Direktur Umum Inspeksi Agama di Masjid Al-Haram Nur Hasan mengaku dirinya belajar di Perguruan Darul Hadis Makkah al-Mukarramah sekitar tahun 1929 –- 1941 M/1349 — 1361 H. Apakah benar orang yang bernama Haji Nurhasan al-Ubaidah pernah study di perguruan Darul Hadis?
Sebagai jawaban atas pengakuan tersebut, berikut ini kami kutipkan jawaban Direktur Umum Inspeksi Agama di Masjid Al-Haram As-Syekh Abdullah bin Muhammad bin Humaid pada tahun 1399 H.
Jawaban:
“Perguruan Darul Hadis belum berdiri sebelum 1352 H.” (1932 M, pen). Maka, study Nurhasan al-Ubaidah sebelum lahirnya perguruan tersebut adalah di antara hal yang membuktikan bahwa pengakuannya tidak benar. Setelah kami periksa arsip perguruan Darul Hadis di sana, tidaklah terdapat nama dia sama sekali, hal itu membuktikan bahwa dia tidak pernah study di sana.
Mengenai pertanyaan Saudara, “Dapatkah dibenarkan pendiriannya yang mengharuskan diterimanya hadis-hadis Nabi yang hanya diriwayatkan oleh dia saja?” Dapatlah dijawab bahwa menggunakan periwayatan hadis, sehingga tidak dapat diterima kecuali melalui dia adalah suatu pendirian yang batil. Ini adalah penipuan terhadap umat yang tidak patut dipercaya, sebab riwayat hadis-hadis Rasulullah sudah tercantum dalam kitab-kitab hadis induk yang sahih dan kitab-kitab hadis induk lainnya.
Selanjutnya, dia (Nurhasan) tidak akan sanggup mencakup (menghafal) hadis-hadis Rasulullah saw. walau sekadar sepersepuluhnya (1/10, pen). Oleh karena itu, bagaimana mungkin tidak dibolehkan seseorang menerima hadis-hadis Rasulullah saw. kecuali hanya melalui dia, sedangkan dia pun sudah terbukti tidak pernah study pada perguruan Darul Hadis di Makkah al-Mukarramah.
Orang ini sebenarnya hanya pemalsu keterangan, penipu umat, untuk mengajak orang-orang awam masuk ke dalam alirannya.
Mengenai pertanyaan Saudara tentang “Benarkah dia seorang Amirul Mukminin yang dibaiat secara ijmak dan bahwa mengenai amirul mukminin itu telah menunjuk seorang wakilnya, yaitu Haji Nur Hasan al-Ubaidah Lubis, dan adakah legalitasnya yang mewajibkan umat di Indonesia untuk patuh dan taat kepada dia?”
Jawaban:
“Haji Nur Hasan al-Ubaidah mengaku wakil amirul mukminin dan tidak ada orang yang mengangkatnya sebagai wakil. Tetapi, orang ini sebenarnya hanyalah Dajjal (penipu) dan pemalsu keterangan, sehingga tidak perlu dihiraukan dan tidak patut dipercaya, bahkan wajib dibongkar kepalsuannya kepada khalayak ramai serta dijelaskan penipuannya dan keterangan-keterangannya yang palsu supaya khalayak ramai mengetahuinya. Dengan demikian, kita termasuk orang yang berdakwah beramar makruf nahi mungkar, dalam hal ini memerangi aliran-aliran sempalan yang menyesatkan.”
Sumber: Diadaptasi dari Bukti Kebohongan Imam Jamaah LDII, Nur Hasan Ubaidah Lubis, Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI).

LDII =The Real Aliran sesat

Aliran Sesat http://yamadhipati.blogspot.com/2006/10/aliran-sesat.html Bagaimana seharusnya negara melindungi rakyatnya dari praktik penyesatan dalam beragama? Apakah penyelewengan ajaran demi kepentingan kelompok tertentu serta penipuan atas nama agama termasuk dalam bingkai freedom of faith yang harus dilindungi? Bagaimanakah mengetahui bahwa suatu sekte tertentu adalah sesat? Apakah seyogyanya negara ikut campur dalam wilayah kepercayaan beragama? Serentetan pertanyaan di atas mengemuka seiring menjamurnya aliran-aliran menyeleweng yang mengatas namakan Islam di indonesia akhir-akhir ini. Pemeluk agama Islam di negara kita lebih banyak dari jumlah seluruh muslim yang tinggal di negara-negara Arab. Isi kepala berjuta-juta umat ini tentu tidak bisa dirangkai-paksa menjadi sebentuk kesepakatan tunggal. Perbedaan pendapat serta perbedaan cara pandang terhadap Islam tentulah hal yang wajar belaka. Individu-individu dengan pandangan yang sama akan cenderung saling mendekati dan membentuk suatu kelompok. Sampai di sini, tak ada yang keluar dari batas kewajaran. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Sampai suatu ketika, kepala-kepala merasa bahwa merekalah yang persepsinya mengenai Islam paling benar. Tekstualis, kaku dan anti interpretasi. Sedikit saja kelompk lain berbeda pandangan dengan mereka, tiba-tiba yang lain ini dicap sebagai kafir atau minimal tidak Islami. Standar Islami yang mereka pakai sesempit lingkaran virtual yang mereka bangun di dalam kepala mereka. Mereka berdiri di dalam lingkaran tersebut, dan siapa saja yang berada di luar lingkaran, berarti tidak berada dalam wilayah Islami. Pada titik ini, barulah muncul permasalahan. Persoalan lain mencuat ketika suatu kelompok, atas nama kebebasan beragama, kebebasan berpendapat dan kebebasan-kebebasan lain berteriak lantang menyuarakan faham baru yang liberal. Secara alami, faham ini berada pada kutub yang berlawanan dengan faham di atas. Yang saya kesan dari ajaran kelompok kedua ini adalah hasrat yang menggebu-gebu untuk memreteli atribut-atribut kesucian dari ajaran Islam. “Membumikan” Alqur’an dan “memanusiakan” Nabi. Kita semua tahu, bahwa Alqur’an memang diturunkan sedikit demi sedikit dengan beberapa di antaranya didahului oleh asbab al nuzuul yang menunjukkan “kebumiannya”. Sifat kontekstualnya. Kita juga semua faham betul bahwa Nabi adalah juga manusia. Tapi apa yang saya rasakan dari hasrat kelompok ini, ada kecenderungan kengidulen. Libido yang terlalu tinggi dan terlalu bersemangat dalam mendegradasi segala sesuatu yang besifat “langit”. Pameo seperti, Tidak ada hukum tuhan, dekonstruksi Alqur’an dan sebagainya kerap kita dengar dari kelompok ini. Sifat ekstrim seperti ini barangkali merupakan sebuah reaksi logis dari gencarnya propaganda kelompok-kelompok tekstualis yang suka merasa punya hak monopoli atas kebenaran. Yang patut disayangkan, para pemuja liberalisme ini biasanya senang memposisikan diri “di luar Islam” atau gemar berkolaborasi dengan non muslim; Barat. Menjadikan Barat sebagai idola dan panutan. Dan dengan membabi buta menerapkan metodologi-metodologi barat dalam “membaca” ajaran dan turats Islam. Bahkan sampai ada — meskipun tidak banyak– yang melacurkan agamanya demi menyenangkan sang idola dan tujuan-tujuan lainnya. Slogan “berbedalah maka kau akan terkenal”, diterapkan. Membuat sensasi dan memunculkan kontroversi demi popularitas. Sebenarnya kita patut menghargai setiap pemikiran, apapun bentuk pemikiran itu asalkan jujur. Tak jarang dua kelompok ini saling bersitegang dan berpolemik di media. Bahkan sampai keluar ancaman pembunuhan dari salah satu kelompok. Sementara jama’ah / jam’iyah dengan aqidah dan ajaran “mapan” yang menjadi wadah berpuluh juta umat seakan mandul dan tak mampu memberikan pencerahan. Mereka hanya terjebak dengan rutinitas organisasi yang absurd. Tak bermanfaat bagi umat dan tak progresif. Ada yang berkutat dengan tradisi yang tak masuk akal. Ada yang rebutan posisi. Ada yang hanya berfikir tentang kegagahan fisik organisasi. Lupa dengan tujuan dibentuknya organsisasi yaitu, membimbing dan memberikan pencerahan kepada umat. Jika aliran mainstream kehilangan orientasi, maka tak heran kalau kelompok-kelompok ekstrim baik kanan maupun kiri yang akan berjaya. Saya teringat perkataan seorang yahudi moderat dalam mengomentari gerakan ekstrim Zionisme; ” Jika orang-orang jujur kehilangan orientasi, percayalah para ekstrimis yang akan muncul dan mengambil alih kepemimpinan”. Dalam situasi keberagamaan kita seperti ini, maka bangkitnya kelompok-kelompok ekstrim dengan berbagai corak dan kegiatannya bukanlah hal yang aneh. Bahkan kondisi seperti ini akhirnya dimanfaatkan oleh kelompok lain (para pencoleng munafik) yang menipu orang awam demi kepentingan pribadi. Sebut saja sekte-sekte semacam ahmadiyah, Islam Jama’ah ( LDII ), atau yang baru-baru ini membuat gempar umat Islam di Padang; Jami’ah Islamiyah dan lain-lainnya. Menurut hemat saya, khsusus dalam hal penipuan dan penyesatan semacam ini negara wajib turut campur menangani. Karena hanya negara yang memiliki perangkat sah dan dibutuhkan dalam menanganinya. Tapi kemudian ada pertanyaan yang mengemuka. Bagaimana caranya mengetahui bahwa kelompok-kelompok tersebut adalah sesat dan bahwa para pemimpinnya adalah penipu? Sebenarnya sama sekali bukan hal sulit mengidentifikasi kesesatan semacam ini. Aliran seperti ini sangat nyata kesesatannya. Bukan hanya sekedar ikhtilaf biasa antara modernis, tekstualis, tradisionalis ataupun liberalis. Kesesatan gerombolan yang saya maksud ini mudah sekali kita ketahui. Kelompok ini biasanya cenderung ekslusif. Berkelompok cara hidupnya. Ada juga yang tidak membentuk komunitas tertentu tapi, hanya menjalankan ritual peribadatan dengan anggota gerombolannya saja. Menganggap yang lain sebagai kafir yang sesungguhnya, Najis dan tidak boleh memasuki masjid mereka. Menutupi ajaran aslinya dari orang lain. Menggunakan jurus Taqiyah seperti yang digunakan aliran-aliran sesat syi’ah pada era Kerajaan Islam awal. Mengajarkan ketaatan mutlak kepada pemimpin kelompok yang biasanya disebut sebagai amir. Bahkan ada yang mempercayai bahwa pemimpinnya adalah penjelmaan dari Nabi Muhammad atau bahkan tempat bersemayam ruh tuhan. Ujung-ujungnya, anggota diwajibkan membayar sejumlah uang yang telah ditentukan oleh pengurus gerombolan dengan dalih zakat dan sebagainya. Anggota dilarang keras mengetahui bagaimana uang tersebut ditasharrufkan. Mempertanyakan hal tersebut dianggap sebagai kufur. Amir gerombolan menentukan tafsir dan pemahaman atas nas dan harus diikuti oleh seluruh anggota. Menoleh kepada pemahaman orang lain atas nas dilarang keras. Dalam memahami nas, mereka harus taklid kepada pemimpinnya. Hidung mereka dicocok. Pasrah bongko’an. Dalam kasus LDII, sang mastermind menggunakan taktik yang sebenarnya bukanlah hasil karyanya sendiri. Taktik yang dijiplak dari aliran-aliran sesat pada era kerajaan Islam di Arab. Pertama mereka mendekati golongan muslim awam — diprioritaskan golongan ekonomi baik — yang mudah ditipu. Karena para “santri” tentu sulit dijerat dan orang miskin tidak bisa diperas. Sang agen mengajak calon korban untuk berbicara tentang islam. Kemudian mulai memaparkan sebuah nas yang — kata mereka — tak terbantahkan. Bahwa nabi pernah bersabda: ” Laa Islaama illa bi al jam’aah, walaa jama’ata illa bi al imaamah, wala imaamata illa bi al bai’ah, walaa ba’iata illa bi al tho’ah”. Atau hadis yang semacamnya. Diktakan pula bahwa orang yang berada di luar jama’ah sampai mati, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah alias Kafir. Nah!!! Si calon mangsa mulai terusik hatinya. Berarti dengan syahadat dan menjalankan rukun Islam saja tidak cukup. Berarti dia harus masuk dalam sebuah jama’ah, karena tidak ada Islam kecuali dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan imamah, tidak ada imamah kecuali dengan bai’at dan tidak ada bai’at kecuali dengan ketaatan terhadap sang Imam. Kemudian sang agen mengatakan: “Jangan takut, kamu bisa menjadi muslim yang sebenarnya kalau kamu mau berbai’at kepada pemimpin kami”. Mereka mengklaim bahwa di Indonesia sampai pada tahun tertentu munculnya pemimpin gerombolan ini, belum ada seorang muslim yang diangkat menjadi seorang Amir al mukminin. Sehingga sang amir tersebutlah yang harus menjadi tujuan bai’at dan sekarang kepemimpinan telah dilimpahkan kepada anaknya sebagai khalifah selanjutnya. Hayhaata!!! Wa yaa Turaa!!! Para munafik ini menggunakan nas yang telah ditafsirkan sesuai dengan tujuannya sendiri menjerat orang-orang awam. Menipu dan memeras. Mereka bukan muballigh, mereka bukan pemimpin ummat. Mereka adalah Dajjal terkutuk. Apa alasan taqiyah dan menyembunyikan ajaran, kalau bukan karena takut ketahuan sesatnya? Khilafah dalam Islam juga tidak diwariskan. Hanya orang munafik atau kafir yang mengatakan bahwa orang muslim di luar golongannya dan menjalankan syari’at Islam serta lurus dalam akidah, sebagai kafir yang najis. Melihat fenomena semacam ini, akankah pemerintah diam? Bukankah membiarkan masalah ini ditangani oleh “massa” justru hanya akan menimbulkan fitnah. Seharusnya pemerintah tegas dan berani mengambil tindakan. LDII yang berkali-kali berganti nama dan dulu pernah di-nass oleh Kejaksaan Agung sebagai aliran sesat, kenapa masih dibiarkan hidup dan berkembang sampai sekarang? Pada era dinasti Orde Baru, LDII sengaja tidak ditumpas karena dimanfaatkan suaranya dalam Pemilu. kalau benar ada niat dari pemerintah untuk “menertibkan” gerombolan-gerombolan sesat semacam ini, sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menumpas atau minimal memperlambat perkembangannya. Pemerintah bisa mulai mendata dan melakukan penyelidikan yang mendalam tentang aliran-aliran ini. Kemudian bagi aliran yang terbukti melakukan penipuan dan penyesatan diambil tindakan tegas dengan menyita seluruh aset organisasi dan para pemimpinnya. Menangkap dan memenjarakan para pemimpin aliran sesat. Kemudian diberikan penyuluhan dengan dengan cara yang sebaik-baiknya kepada para korban penipuan ini. Dalam hal penyesatan dan penipuan atas nama agama ini, compromise is not acceptable!!! Wallaahu a’lamu

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons