About

check

Selasa, 10 Maret 2009

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII)

Surat Kepala Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Nomor: BD/HM. 01/758 /2002 tanggal 22 Oktober 2002 tentang Hasil Kajian LDII berisi:
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagaman pernah melakukan penelitian tentang LDII pada tahun 1994/1995.
Pada intinya Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) lahir pada tahun 1990 sebagai metamorfose dari Lembaga Karyawan Indonesia (Lemkari), sedangkan Lemkari itu sendiri merupakan format baru dari organisasi-organisasi yang mendahuluinya, yaitu: Darul Hadis, Islam Jamaah, Yayasan Karyawan Islam (Yakari), Karyawan Dakwah Islam (KADI) dan lain-lain, yang sebagiannya berdiri pada tahun 1940.

Beberapa Catatan tentang LDII antara lain:
1. LDII merupakan format baru dari Lembaga Karyawan Islam (Lemkari), sedangkan Lemkari merupakan metamorfosis dari organisasi yang mendahuluinya seperti: Darul Hadis, Islam Jama'ah, Yayasan Karyawan Islam (Yakari), Karyawan Dakwah Islam (KADI) dan lain-lain yang keberadaannya pernah dilarang, baik oleh pihak berwenang lokal maupun Kejaksaan Agung di seputar akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970.
2. Faham Darul Hadis (DH) mulai diperkenalkan ke Indonesia pada tahun 1940 oleh H. Nurhasan Ubaidah Lubis. Bendera yang dibawa adalah mengembalikan Islam di Indonesai yang sudah banyak menyimpang ke jalur yang benar. Secara konsep, Darul Hadis datang dengan mengajarkan paham tentang "ke-amir-an", bai'at, imamah, manqul, dan beberapa hal teknis ubudiyah, khususnya tentang salat.
3. Mula penyebaran hanya dilakukan di lingkungan keluarga dan kerabat dekat. Perluasan dilakukan dengan mengawini sejumlah keluarga kaya serta mencarikan jodoh untuk anak-anak, keluarga, dan anggotanya. Tatkala pengikut sudah dianggap cukup, terutama setelah dua lurah di Kediri (H. Sanusi dan H. Nur Asnawi) menjadi pengikut, Nurhasan diangkat menjadi amir jamaah yang bertugas untuk mengurus, sekaligus menjadi penasehat tentang berbagai masalah agama yang murni berdasarkan Alquran dan Hadis.
4. Kegiatan Darul hadis terus dilakukan dengan giat, tidak saja di kediri dan sekitarnya, akan tetapi juga di daerah lain di Pulau Jawa, bahkan di luar Jawa. Tahun 1951 paham yang disebarkan itu dikukuhkan namanya menjadi paham "Darul Hadis". Nama ini konon diambil dari nama sebuah madrasah di Mekah, di mana Nurhasan pernah belajar.
5. Apa yang diajarkan oleh Nurhasan sebagai Islam yang murni, berdasarkan Alquran dan Hadis mendapat tantangan dari berbagai kalangan, baik masyarakat biasa maupun tokoh-tokoh agama, bahkan pemerintah. Karena dianggap meresahkan masyarakat, Pangdam VIII Brawijaya mengeluarkan SK tentang larangan/pembubaran gerakan Darul Hadis Nomor: Kept/28/26/1967. Larangan juga muncul dari Laksus Komkamtibda Jakarta tahun 1968, Pakem Kejati Jawa Barat tahun 1968, Kejati Sulawesi Tenggara tahun 1969, Komkamtibda Sumatera Selatan tahun 1969.
6. Kenyataannya, pelarangan ini tidak menyebabkan gerakan dan paham Darul hadis berhenti. Dengan mengguanakan berbagai nama, di berbagai wilayah baik di Jawa dan luar Jawa muncul gerakan-gerakan yang mengajarkan paham yang sama dengan Darul Hadis, antara lain: "Islam Murni", "Jama'ah Quran Hadis", "Islam Jamaah", "Yayasan Pondok Pendidikan Nasional", "Yayasan Pondok Alquran dan Hadis", 'Jamaah Amirul Mukminin", dan lain-lain.
7. Untuk memperoleh simpati pemerintah dan masyarakat, mereka juga giat menyelenggarakan pengajian-pengajian dalam rangka peringatan hari-hari besar nasional seperti: HUT Kemerdekaan, Sumpah Pemuda, dan lain-lain. Bahkan semenjak 2 Desember 1970 melaui pimpinan Pondok Darul Hadis, para tokoh dan anggotanya menyatakan bergabung.
8. Dengan masuk ke Golkar mereka merasa aman dan mendapat perlindungan cukup untuk terus menyebarkan ajaran yang menjadi misinya. Namun, karena berbeda dengan mainstream keislaman yang dianut oleh sebagian besar masyarakat, keresahan pun muncul di berbagai tempat dim mana paham tersebut diperkenalkan. Karena itu, melalui SK Nomor: 089/DA/10/1971 tanggal 29 Oktober 1971, Kejaksaan Agung RI akhirnya melarang gerakan Darul Hadis, Islam Jamaah, dan sejenisnya beroperasi di seluruh wilayah Indonesia.
9. Untuk membina eks-pengikut Darul Hadis, pada tanggal 3 Januari 1972 dibentuk Lemkari yang berkedudukan di Kediri. Melalui Mubes ke-2 tanggal 10-11 Juni 1981 yang dibuka oleh Menteri Agama ketika itu H. Alamsyah Ratuperwiranegara, kedudukan Lemkari dipindahkan dari Kediri ke Jakarta. Semenjak 8 Juni 1974, seperti Darul Hadis, Lemkari secara resmi menyatakan diri bernaung di bawah Golkar.
10. Semenjak Muber ke-3 4 Mei 1986 di Jakarta, yang dibuka oleh Menag Munawir Syadzali, Lemkari berkembang pesat. Namun seiringf dengan itu, sikap eksklusifis yang mereka tunjukkan meng-undang reaksi keras masyarakat: mengajankan paham Islam Jamaah, tidak mau berjamaah dengan Muslim lain, tidak mau bergaul dengan umat lain, meilih jodoh hanya dari kalangan internal, salat jumat di mesjid sendiri, adalah di antara gugatan orang. Melaui serangkaian rapat koordinasi antara tim peneliti Badan Litbang Agama dengan Ditjen Sospol Depdagri, BAKIN, dan DPP Golkar tanggal 25 April 1989 dan 22 Februari 1990 dihasilkan rekomendasi menyangkut dua hal pokok:
a. Lemkari tidak dibubarkan, tetapi organisasi, personil dan ajaran (doktrin) harus dibenahi.
b. Penataan organisasi disiapkan oleh Depdagri, personil oleh Golkar, sedangkan ajaran oleh Depag.
11. Untuk realisasi penataan tersebut Lemkari mengadakan Mubes di Jakarta tanggal 19-20 November 1990. di antara keputusan yang dihasilkan adalah mengubah nama Lemkari menjadi LDII, singkatan dari "Lembaga Dakwah Islam Indonesia". Adapun doktrin yang terus dianut hingga kini antara lain:
a. Amir adalah pemimpin organisasi dan pemimpin spritual yang harus ditaati secara penuh oleh seluruh ikhwan jamaah.
b. Keanggotaan dilakukan melalui bai'at (walau adakalnya dibantah, namun menyarakat menyaksikan praktik tersebut).
c. Melanggengkan hubungan spritual murid-guru melalui sistem sanad.
d. Tidak boleh mengajarkan apapun yang tidak/belum diajarkan oleh guru. Semua ajaran harus duterima langsung dari guru secara manqul.
e. Khutbah Jumat hanya dengan bahasa Arab dan dilaksanakan di mesjid LDII.
f. Tidak mau salat di mesjid non-LDII (karena kotor/najis), juga makmum pada imam yang bukan anggota LDII (karena Islamnya tidak murni).
g. Kalau ada orang luar (non-LDII) yang salat diasuk berkunjung ke mesjid LDII, maka apa yang terkena orang tersebut harus disucikan.
h. Muslim selain anggota LDII, termasuk sanak keluarga, bahkan orang tua sekali pun, dianggap tidak Islam murni sehingga ada kecenderungan dapat memutuskan hubungan keluarga. Kedudukan amir dan ikhwan jauh lebih tinggi dari sanak famili, termasuk orang tua (ibu dan bapak).
i. Perkawinan oleh PPN dianggap tidak sah dan harus diulang.


 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons