About

check

Minggu, 21 September 2008

XINJIANG 4

CHINA: Kebebasan Beragama dan Isu Terorisme di Xinjiang
April 2nd, 2007 by Daniel Schearf


Partai Komunis Cina mengendalikan praktik agama secara ketat di negerinya. Salah satu wilayah yang mendapat pengawasan tinggi adalah Xinjiang, rumah bagi 11 juta warga Muslim.

Kebanyakan dari mereka berasal dari suku Uighur, yang memiliki penampikan seperti orang Asia Tengah dan berbicara bahasa Turki. Analis dan kelompok Hak Azasi Manusia mengatakan, Beijing menggunakan ‘Perang Melawan Terorisme’ yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk memperketat kendali di wilayah itu. Langkah tersebut berhasil membatasi kegiatan separatis, tetapi juga menciptakan lebih banyak ketegangan etnis.
Koresponden Asia Calling, Daniel Schearf mengunjungi provinsi itu dan berikut adalah bagian pertama dari empat rangkaian seri mengenai Xinjiang. Laporannya disampaikan oleh Sutami.
Di sebuah pasar malam di kota HETIAN, Cina Selatan, sekelompok pemuda Uighur duduk di kursi yang mengelilingi meja. Mereka sedang memakan mie panas dengan daging di sebuah kafe kecil.
Para pemuda itu mengatakan, mereka tidak senang dengan kontrol pemerintah dalam bidang agama. Pelajar, pegawai negeri dan pejabat pemerintah tidak diperbolehkan memelihara jenggot sampai mereka tua. Jenggot merupakan bukti keyakinan agama mereka.
“Ada kader pemerintah di setiap jalan masuk Mesjid. Jika Anda berasal dari badan kerja pemerintah, Anda tidak diperbolehkan masuk. Di kota, 50% orang bekerja di unit kerja. Ini berarti setengah penduduk kota tidak dapat memasuki Mesjid,”
Di tahun 1990an, berlangsung serangkaian unjuk rasa politik dan serangan keras yang terutama dilakukan oleh minoritas UIGHUR. Peristiwa itu menyebabkan semakin ketatnya peraturan terhadap warga Muslim. Penyebabnya kelihatannya dipicu oleh keyakinan agama.
Warga Muslim tidak diperbolehkan menghadiri sekolah agama atau datang ke mesjid sampai umur 18 tahun. Kegiatan dan ekspresi agama dilarang ketat di sekolah negara.
Anak-anak sekolah tidak diperbolehkan berdoa, memakai pakaian atau symbol agama, serta berpuasa di bulan Ramadhan. Pejabat pemerintah memantau mesjid dengan ketat serta memilih pemimpin agama secara hati-hati.
Di Mesjid ID KAH di kota kuno KASHGAR, warga Muslim berkumpul untuk shalat. Mesjid dipenuhi dengan para jemaah, begitu shalat dimulai. Imam Kashgar, JUMA DANOLAHAJJI ditunjuk oleh pemerintah. Pejabat pemerintah berdiri di dekat dia untuk menerjemahkan kata-katanya kepada wartawan asing. Ia membela ketatnya pengawasan agama di daerah itu.
DAMOLAHAJI mengatakan, mereka yang melakukan aksi teroris tidak memahami bahwa aktivitas agama di KASHGAR berjalan normal. Pembangunan ekonomi di XINJIANG telah meningkatkan kehidupan warga lokal. Ia mengatakan, dirinya mengajari para pengikut untuk mencintai tanah airnya.
Pemerintah Cina mengatakan, kontrol itu penting untuk mencegah dukungan terhadap kaum ekstrimis, separatis dan teroris di wilayah itu.
WANG LEQUAN adalah sekretaris Partai Komunis Xinjiang, pejabat tertinggi di provinsi itu.
“Kegiatan anti-teroris tidak ada hubungannya dengan kegiatan agama. Tetapi… kegiatan separatis dilakukan dengan kedok agama. Mereka bukan pemeluk Islam yang asli, tetapi terlibat dalam kegiatan yang merusak dengan alasan agama. Kegiatan anti-terorisme tidak bercampur dengan kegiatan agama. Orang Muslim manapun akan mengatakan kepada Anda bahwa mereka yang terlibat dalam terorisme bukan Muslim sejati,”
Organisasi teroris dan pendukung mereka, seperti Taliban di Afghanistan, melatih sejumlah warga Uighur. Saat invasi Afghanistan yang dipimpin oleh Amerika Serikat, beberapa lusin warga Uighur tertangkap di medan pertempuran.
Pada tahun 2002, pemerintah Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa Bangsa menandai “Gerakan Islam Turkistan Timur” sebagai kelompok teroris. Organisasi itu tidak dikenal sebelumnya. Beijing mengutip penamaan ini sebagai bukti adanya ancaman terorisme.
Tetapi, menurut para pakar, insiden kekerasan di Xinjiang umumnya timbul dari kemarahan individu. Bisa juga berasal dari konflik terhadap kebijakan pemerintah, tapi bukan oleh kelompok teroris terorganisir.
XINJIANG mempunyai sejarah yang panjang dalam penentangan kekuasaan Cina. Para ahli mengatakan, banyak orang Uighur yang mendukung gagasan negara merdeka yang mereka sebut sebagai “Turkistan Timur”. Tetapi, hanya sedikit yang mendukung pengunggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan ini.
Beberapa organisasi hak asasi manusia mengatakan, Cina sudah menggunakan perang melawan teror yang dilakukan Amerika Serikat terhadap warga Uighur. Beijing mencap semua pemberontak politik Uighur sebagai pendukung terorisme.
NICHOLAS BECQUELIN adalah juru bicara untuk ‘Human Rights Watch’ di Hong Kong.
“Seringkali orang-orang yang mencoba untuk mengekspresikan identitas budaya mereka atau yang mempraktekan agamanya secara independen, di luar pengaturan negara, langsung ditahan. Kadang-kadang mereka dijatuhkan hukuman penjara untuk waktu yang sangat lama karena tuduhan terorisme atau separatisme….Pihak yang berkuasa menganggap seseorang yang membela otonomi yang lebih besar dan penghormatan yang lebih besar untuk hak-hak politik, sipil dan budaya Uighur masuk ke dalam kategori separatis dan teroris,”
Orang-orang Uighur sangat berhati-hati ketika berbicara mengenai terorisme dan separatisme.
Seorang pengemudi taxi Uighur, ketika melintasi jalan-jalan KASGHAR di suatu pagi, mengatakan bahwa dia takut untuk membicarakan topic-topik sensitif seperti itu.
“Kita bisa berbicara, tapi tidak bisa membicarakan terorisme.”
Seorang pemandu wisata Uighur mengatakan, baru-baru ini warga setempat ditahan karena membicarakan hal itu kepada jurnalis asing.
WANG JIANMIN adalah professor Antropologi dari Central Univeristy of Nationalities di Beijing. Beliau adalah seorang pakar XINJIANG.
“Terorisme dan separatisme adalah isu yang sensitif di Xinjiang. Mungkin orang-orang takut, kalau mereka mengkritik pemerintah, mereka juga akan disebut sebagai seperatis. Jadi tentunya, orang-orang mengkhawatirkan hal ini. Orang akan berpikir kalau mereka memiliki gagasan separatis, khususnya kaum minoritas yang membicarakan isu-isu ini.”
Taktik pemerintah Cina yang keras sepertinya mencegah kelompok teroris atau seperatis untuk menguasai kawasan itu.Tidak ada laporan baru mengenai penyerangan terhadap pemerintah, seperti yang terjadi pada tahun 90-an. Tetapi, pemerintah juga telah menciptakan ikim ketakutan dan rasa tidak percaya.
Orang Uighur mengatakan, sekarang mereka bahkan tidak percaya satu sama lain, terutama kepada mereka yang bekerja untuk pemerintah.
Kembali di kafe Hetian, sekelompok pria Uighur mengatakan, pemerintah prihatin bila orang-orang Uighur membentuk hubungan yang erat dengan negara-negara tetangga yang memeluk agama Islam.
“Terus terang, pemerintah takut dengan orang-orang Muslim. Negara ini bukan negara Muslim, tetapi negara kafir….. Pemerintah takut dengan kami orang Muslim, mereka memikirkan apa yang kami sedang lakukan….Mereka akan memenjarakan Anda. Kalau sesuatu terjadi, mereka akan membawa Anda ke suatu tempat untuk kerja paksa atau suatu camp. Kelompok-kelompok etnis yang lain tidak diperlakukan dengan sama….Orang-orang Uighur yang paling ditekan terhadap mereka….”
Menjelang akhir pembicaraan, seorang polisi Uighur berjalan ke kafe kecil itu dan memesan makanan. Pria-pria Uighur itu langung gelisah, mata mereka memandang ke arah polisi-polisi tadi sementara pria-pria itu bergerak dengan gugup di kursi mereka.
Seorang wartawan asing langsung mengubah topik pembicaraan dari isu politik yang sensitif. Sebagai gantinya, ia menanyakan tempat-tempat yang bisa dikunjungi di Hetian -suatu topik yang sebelumnya sudah dibahas.
Dengan polisi di sebelah meja mereka, pria-pria itu lega karena membahas pariwisata lagi. Tetapi mereka sangat ingin pergi. Setelah mengulangi penjelasan mengenai tempat menarik di kota, pria-pria tersebut berdiri, meletakkan tangan kanan mereka di hati, menunduk sedikit, tersenyum dan pergi. (*)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons