About

check

Minggu, 28 Desember 2008

KELOMPOK ISLAM DI SOMALIA SEMAKIN BERKUASA

Citra Al-Shahab identik dengan kelompok Islam garis keras di Somalia. Pada pertengahan bulan Agustus, Al-Shahab berhasil menguasai wilayah Jubba, Jubba Tengah dan Gedo dan berbagi kekuasaan dengan milisi-milisi serta pemerintahan lokal.
SOMALIA (Suaramedia) Sejak pecah dari Persatuan Mahkamah Islamiyah, kelompok Al-Shahab makin kuat dan berhasil menguasi sejumlah wilayah penting di Somalia, antara lain Kismayo, Merca dan sebagian besar wilayah selatan Somalia. Persatuan Mahkamah Islamiyah memegang kendali
pemerintahan di Somalia selama enam bulan sebelum ditumbangkan oleh pasukan pemerintah Federal yang didukung pasukan dari Ethiopia tahun 2006 lalu, yang menjadi awal konflik di negeri itu hingga hari ini.
Kehadiran pasukan Ethiopia di kancah konflik Somalia, mendapatkan dukungan dari negara AS.

Saat ini kelompok Al-Shahab bisa dikatakan menjadi kelompok Islamis yang paling berkuasa di Somalia. Namun kehadiran mereka membuat rakyat Somalia ketakutan dan merasa tidak aman. Sebagian besar rakyat Somalia menilai sikap kelompok al-Shahab otoriter, fanatik dan garis keras sehingga banyak rakyat Somalia yang merasa bahwa masa pemerintahan Persatuan Mahkamah Islamiyah jauh lebih baik.
Kelompok Al-Shahab keluar dari Persatuan Mahkamah Islamiyah karena tidak sepakat dengan langkah yang diambil Mahkamah bernegosiasi dengan pemerintah sehingga terbentuklah pemerintahan transisi Transitional Federal Government (TFG) yang dipimpin oleh Presiden Abdullahi Yusuf.
Al-Shahab menolak bekerjasama lagi dengan Persatuan Mahkamah Islamiyah dan lebih memilih berkolaborasi dengan kelompok Kaanboni pimpinan Hassan Turki serta kelompok kecil bernama Front Islami. Kelompok Kaanboni oleh pemerintah AS dimasukkan dalam daftar kelompok teroris, begitu pula al-Shahab saat menyatakan keluar dari Mahkamah Islamiyah.
Citra Al-Shahab identik dengan kelompok Islam garis keras di Somalia. Pada pertengahan bulan Agustus, Al-Shahab berhasil menguasai wilayah Jubba, Jubba Tengah dan Gedo dan berbagi kekuasaan dengan milisi-milisi serta pemerintahan lokal. Menurut sumber-sumber di wilayah itu, kehadiran Al-Shahab menimbulkan ketakutan di kalangan warga lokal karena sikap para milisi Al-Shahab yang kerap mengancam mereka. Warga setempat hanya punya dua pilhan, mematuhi perintah Al-Shahab atau mengungsi ke negara lain.
"Anda diam dan mematuhi perintah kelompok Islamis itu, atau pindah ke negeri-negeri tetangga, atau mati begitu saja di dunia ini," kata seorang warga.
Pasukan Al-Shahab juga bisa bebas berkeliaran di ibukota, Mogadishu dengan menggunakan kendaraan rampasan milik pemerintah. Tak ada yang berani melawan mereka. Apalagi pasukan pemerintah, pasukan Ethiopia dan pasukan perdamaian dari Uni Afrika kebanyakan terkonsentrasi di bandara, pelabuhan, istana presiden dan kamp-kamp militer. Pasukan-pasukan pemerintah dan pasukan asing kerap menjadi korban penyergapan pasukan Al-Shahab.
Al-Shahab juga dilaporkan sering mengancam para pekerja kemanusiaan yang membuka kantor di Somalia dan siapa saja yang dianggap mendukung pemerintahan transisi Somalia.
Seiring dengan kekalahan-kekalahan yang dialami pasukan pemerintahan transisi Somalia selama lima bulan terakhir, aksi-aksi serangan terhadap para aktivis sosial kemasyarakatan, pekerja LSM dan aktivis bantuan internasional semakin meningkat. Sebagian dari mereka diculik dan tidak diketahui nasibnya.
Eksistensi Al-Shahab di Somalia bukan hanya memicu ketakutan dan kekhawatiran di Somalia, tapi juga dunia internasional terhadap kondisi kemanusiaan yang makin memburuk di negeri itu. Keinginan untuk menarik pasukan asing, terutama pasukan Ethiopia pun menjadi dilematis.
Buah Simalakama

Pada awalnya, Al-Shahab yang kala itu masih bergabung dengan Persatuan Mahkamah Islamiyah bersama-sama berjuang untuk mengusir pasukan Ethiophia yang dianggap sudah ikut campur dalam urusan dalam negeri Somalia. Ethiophia berani mengirimkan pasukannya ke Somalia karena mendapat dukungan dan restu dari AS untuk menumbangkan pemerintahan Mahkamah Islamiyah.
Namun sekarang konflik Somalia makin rumit, karena Al-Shahab dan Persatuan Mahkamah Islamiyah justeru gontok-gontokan dan saling serang. Mahkamah Islamiyah pernah menangkap sejumlah pasukan Al-Shahab karena mencurigai kelompok itu menculik seorang pejabat Mahkamah Islamiyah.
Pasukan Ethiopia sendiri tidak berkutik menghadapi perlawanan kelompok Al-Shahab sehingga kehadiran mereka tidak efektif lagi untuk melindungi pemerintahan transisi Somalia. Sementara kelompok Al-Shahab makin menunjukkan kekuatannya dan berhasil memperluas daerah kekuasaannya.
Seandainya Ethiopia mundur dari Somalia, setidaknya mereka tidak terperangkap dalam kekacauan akibat konflik internal di negeri itu. Meski dampaknya akan menimbulkan kevakuman kekuasaan yang potensial memicu konflik lebih dalam di Somalia. Tapi pemerintahan di Addis Ababa, ibukota Ethiopia, nampaknya akan memilih jalan yang mereka anggap terbaik di tengah situasi yang sangat buruk, keluar dari Somalia. Jika itu terjadi, mampukah Somalia mengatasi konflik di dalam negerinya yang sudah membuat rakyatnya demikian menderita? (dari berbagai sumber)
http://www.suaramedia.com
KAMIS, 04 DESEMBER 2008 16:31

TAKUT ISLAMISASI,WARGA TOLAK PENDIRIAN MASJID DI KOTA PANKOW,BERLIN TIMUR

Warga Pankow-Heinersdorf, sebuah kota kecil di Berlin Timur, Jerman menolak pembangunan masjid pertama di wilayah itu meski sudah mendapat izin dari pemerintah kota setempat. Mereka juga mengatakan tidak mau hidup berdampingan dengan warga Muslim.
Beragam alasan yang dikemukakan warga atas penolakan tersebut. Seorang laki-laki berusia 50 tahunan pada AFP, Minggu (14/5) menuding warga Muslim ingin mendirikan kekhalifahan di Eropa.

"Meski masjid itu tidak besar dan mereka (warga Muslim) mengatakan tidak akan menimbulkan kebisingan, saya tidak mau ada masjid di sini," kata laki-laki yang tidak mau disebut namanya itu.
Menurut walikota distrik Pankow, Burkhard Kleinert yang juga anggota kelompok sayap kiri di Jerman, warga di kota itu ketakutan wilayahnya akan 'di-Islamkan' sehingga harga tanah akan anjlok. Mereka juga khawatir pendirian masjid itu akan menimbulkan persoalan dan keramaian.
Kleinert mengatakan, dewan lokal sudah menerima sejumlah ancaman yang menyatakan akan membakar masjid jika jadi didirikan. Atas munculnya konflik ini, ia menyalahkan dewan kota yang tidak memberi informasi sebelumnya pada warga lokal bahwa mereka sudah menjual sepetak tanah pada warga Muslim setempat.
Pada akhir Maret lalu, dewan kota menggelar pertemuan publik yang dihadiri sekitar 500 orang tentang rencana pendirian masjid itu. Pertemuan yang melibatkan para pemuka agama Islam dan anggota partai neo Nazi, Partai Nasional Demokratik, dilakukan sebanyak tiga kali dan hampir berakhir dengan keributan.
Sekarang, warga setempat membentuk sebuah komite resmi untuk menentang pendirian masjid tersebut dan memisahkan diri dari kalangan neo Nazi yang juga memprotes pendirian masjid itu.
Melihat situasi yang tidak memungkinkan, warga Muslim di Pankow-Heinersdorf mengalah dan menunda pembangunan masjid tersebut. "Kami akan menunggu sampai sikap warga reda sebelum kami memulai pembangunan," kata Imam Abdul Tariq. Padahal surat izin pembangunan dari walikota sudah keluar sejak bulan April lalu.
Tariq mengaku heran dengan alasan kekhawatiran yang diajukan warga. Namun ia bertekad untuk memberikan pengertian pada warga setempat. "Kami akan mengatasi sikap penentangan mereka dengan menunjukkan bahwa kami adalah umat yang bersahabat dan berperilaku baik," katanya. Tariq menegaskan, kalau warga tetap menentang, ia akan minta aparat keamanan ikut menjaga masjid mereka.
Warga Muslim di Jerman telah berhasil mendirikan sebuah masjid di kota Tegel dekat bandara. Mereka terpaksa mendirikan masjid di tempat itu karena mereka hanya mampu membeli tanah di tempat itu. Padahal letaknya tidak cukup layak, karena berada di tengah-tengah jalan utama, gedung-gedung apartemen dan toko-toko makanan cepat saji. Warga Muslim di Berlin membeli tanah itu dari sebuah perusahaan yang menanganai privatisasi tanah-tanah milik bekas kelompok Republik Demokratik Jerman.
Masjid sebenarnya bukan bangunan yang asing bagi warga Jerman. Masjid pertama di Jerman didirikan di Postdam oleh Raja Frederick William I asal Prusia untuk pasukan tentaranya yang berasal dari Turki.
Saat ini ada sekitar 30 masjid di Jerman, kebanyakan berada di kota Neukölln dan Kreuzberg. Di kota Berlin sendiri, masjid pertama dibangun pada 1924. Saar ini jumlah warga Muslim di Jerman diperkirakan mencapai 3,4 juta jiwa, 2/3 nya adalah Muslim keturunan Turki. Agama Islam menjadi agama ketiga terbesar di Jerman setelah Protestan dan Katolik. (ln/iol)

Rabu, 17 Desember 2008

512 TAHUN JATUHNYA KEJAYAAN ISLAM DI SPANYOL

ANDALUSIA LAHIRKAN CENDEKIAWAN MUSLIM
oleh Marsudi Fitro Wibowo*

TENTU kita masih ingat akan sejarah kedatangan Thariq bin Ziyad bersama pasukannya pada bulan Mei tahun 711 M memasuki selat Gibraltar yang terletak di teluk Algeciras, sebagai cikal bakal perkembangan kebudayaan Islam dan kerajaan-kerajaan Islam yang mulai bercokol di tanah Andalusia (sekarang Spanyol). Berkat kedatangan Islam di Andalusia hampir delapan abad lamanya kaum Muslim mengusasi kota-kota penting seperti Toledo, Saragosa, Cordoba, Valencia, Malaga, Seville, Granada dan lain sebagainya, mereka membawa panji-panji ke-Islaman, baik dari segi Ilmu pengetahuan, Kebudayaan, maupun segi Arsitektur bangunan.


Di negeri inilah lahir tokoh-tokoh muslim ternama yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan, seperti Ilmu Agama Islam, Kedokteran, Filsafat, Ilmu Hayat, Ilmu Hisab, Ilmu Hukum, Sastra, Ilmu Alam, Astronomi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dengan segala kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan, kebudayaan serta aspek-aspek ke-islaman, Andalusia kala itu boleh dikatakan sebagai pusat kebudayaan Islam dan Ilmu Pengetahuan yang tiada tandingannya setelah Konstantinopel dan Bagdad. Maka tak heran waktu itu pula bangsa-bangsa Eropa lainnya mulai berdatangan ke negeri Andalusia ini untuk mempelajari berbagai Ilmu pengetahuan dari orang-orang Muslim Spanyol, dengan mempelejari buku-buku buah karya cendekiawan Andalusia baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.

Diantara cendekiawan-cendekiawan asal andalusia tercatat Ibnu Thufail (1107-1185) dilahirkan di Asya, Granada. Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad ibn Abdul Malik ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Thufail al-Qisi, ia pernah menjabat sebagai Mentri dalam bidang Politik di pemerintahan, dan juga pernah sebagai Gubernur untuk Wilayah Sabtah dan Tonjah di Magribi. Sebagai ahli falsafah, Ibnu Thufail adalah guru dari Ibnu Rusyd (Averroes), ia mengusai ilmu lainnya seperti ilmu hukum, pendidikan, dan kedokteran, sehingga Thufail pernah menjadi sebagai dokter pribadi Abu Ya'kub Yusuf seorang Amirul Muwahhidin. Ibnu Thufail atau di kenal pula dengan lidah Eropa sebagai Abubacer menulis Roman Filasafat dalam literatur abad pertengahan dengan nama Kitabnya "Hayy ibn Yaqzan", salah satu buku sebagai warisan dari ahli filsafat Islam tempo dulu yang sampai kepada kita, sedangkan sebagian karyanya hilang.

Al-Idrisi, lahir di Ceuta pada tahun 1100 M salah seorang ahli Geografi dengan nama lengkapnya Abu Abadallah Muhammad al-Idrisi, yang menulis Kitab Ar-Rujari atau dikenal dengan Buku Roger salah satu buku yang menjelaskan tentang peta dunia terlengkap, akurat, serta menerangkan pembagian-pembagian zona iklim di dunia. Ar-Rujari sebuah karya yang diperbantukan untuk Raja Roger II, dimana buku ini sempat dimanfaatkan oleh orang-orang Eropa baik Muslim maupun non Muslim. Al-Idrisi adalah seorang yang tekun, pekerja keras dan tanpa lelah untuk mengerjakan sesuatu yang bermanfaat, ia menggali ilmu Geografi dan ilmu Botani di Kordoba Spanyol. Selain itu dalam melahirkan ahli Botani, Andalusia mencatat pula nama Abu Muhammad ibn Baitar atau Ibnu Baitar (1190-1248) yang dilahirkan di Malaga, dialah yang petama kali menggabungkan ilmu-ilmu botani Islam, dimana karyanya dijadikan sebagai standar referensi hingga abad ke-16.

Ibnu Bajjah (1082-1138), ia dilahirkan di Saragosa dengan nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh, ia adalah seorang yang cerdas sebagai ahli matematika, fisika, astronomi, kedokteran, filsafat, dan penyair dari golongan Murabitin, selain hafal Al-Qur'an beliaupun piawai dalam bermain musik gambus. Kepercayaanya terhadap Ibnu Bajjah dalam bermain politik semasa kepemimpinan Abu Bakr Ibrahim ia diangkat menjadi Mentri di Saragosa. Karangannya yang terkenal adalah an-Nafs (Jiwa) yang menguraikan tentang keadaan jiwa yang terpengaruhi oleh filsafat Aristoles, Galenos, al-Farabi, dan Ar-Razi. Dalam usia 56 tahun Ibnu Bajjah meninggal sebab diracuni dan hasil karyanya banyak yang dimusnahkan, namun ajaran-ajarannya mempengaruhi para ilmuwan berikutnya di tanah Andalusia.

Ibnu Rusyd (1126-1198) lahir di Cordova lidah barat menyebutnya Averroes yang nama lengkapnya adalah Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd adalah seorang ahli hukum, ilmu hisab (arithmatic), kedokteran, dan ahli filsafat terbesar dalam sejarah Islam dimana ia sempat berguru kepada Ibnu Zuhr, Ibn Thufail, dan Abu Ja'far Harun dari Truxillo. Pada tahun 1169 Ibn Rusyd dilantik sebagai hakim di Sevilla, pada tahun 1171 dilantik menjadi hakim di Cordova. Karena kepiawaiannya dalam bidang kedokteran Ibnu Rusyd diangkat menjadi dokter istana tahun 1182.

Karya besar yang di tulis oleh Ibnu Rusyd adalah Kitab Kuliyah fith-Thibb (Encyclopaedia of Medicine) yang terdiri dari 16 jilid, yang pernah di terjemahkan kedalam bahasa Latin pada tahun 1255 oleh seorang Yahudi bernama Bonacosa, kemudian buku ini diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan nama "General Rules of Medicine" sebuah buku wajib di universitas-universitas di Eropa. Karya lainnya Mabadil Falsafah (pengantar ilmu falsafah), Taslul, Kasyful Adillah, Tahafatul Tahafut, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Tafsir Urjuza (menguraikan tentang pengobatan dan ilmu kalam), sedangkan dalam bidang musik Ibnu Rusyd telah menulis buku yang berjudul "De Anima Aristotles" (Commentary on the Aristotles De Animo). Ibnu Rusyd telah berhasil menterjemahan buku-buku karya Aristoteles (384-322 SM) sehingga beliau dijuluki sebagai asy-Syarih (comentator) berkat Ibnu Rusyd-lah karya-karya Aristoteles dunia dapat menikmatinya. Selain itu beliaupun mengomentari buku-buku Plato (429-347 SM), Nicolaus, Al-Farabi (874-950), dan Ibnu Sina (980-1037).

Ibnu Rusyd seorang yang cerdas dan berfikiran kedepan sempat dituduh sebagai orang Yahudi karena pemikiran-pemikirannya sehingga beliau di asingkan ke Lucena dan sebagian karyanya dimusnahkan. Doktrin Averoism mampu pengaruhi Yahudi dan Kristen, baik barat maupun timur, seperti halnya pengaruhi Maimonides, Voltiare dan Jean Jaques Rousseau, maka boleh dikatakan bahwa Eropah seharusnya berhutang budi pada Ibnu Rusyd.

Ibnu Zuhr (1091-1162) atau Abumeron dikenal pula dengan nama Avenzoar yang lahir di Seville adalah seorang ahli fisika dan kedokteran beliau telah menulis buku "The Method of Preparing Medicines and Diet" yang diterjemahkan kedalam bahasa Yahudi (1280) dan bahasa Latin (1490) sebuah karya yang mampu pengaruhi Eropa dalam bidang kedokteran setelah karya-karya Ibnu Sina Qanun fit thibb atau Canon of Medicine yang terdiri dari delapan belas jilid.

Ibnu Arabi (1164-1240), dikenal juga sebagai Ibnu Suraqah, Ash-Shaikhul Akbar, atau Doktor Maximus yang dilahirkan di Murcia (tenggara Spanyol). Pada usia delapan tahun tepatnya tahun 1172 ia pergi ke Lisbon untuk belajar pendidikan Agama Islam yakni belajar Al-Qur'an dan hukum-hukum Islam dari Syekh Abu Bakar bin Khalaf. Setelah itu ia pergi ke Seville salah satu pusat Sufi di Spanyol, disana ia menetap selama 30 tahun untuk belajar Ilmu Hukum, Theologi Islam, Hadits, dan ilmu-ilmu tashawwuf (Sufi).

Karyanya sungguh luar biasa, konon Ibnu Arabi menulis lebih dari 500 buah buku, sekarang di perpustakaan Kerajaan Mesir di Kairo saja masih tersimpan 150 karya Ibnu Arabi yang masih ada dan utuh. Diantara karya-karyanya adalah Tafsir Al-Qur'an yang terdiri 29 jilid, Muhadaratul Abrar Satu jilid, Futuhat terdiri 20 jilid, Muhadarat 5 jilid, Mawaqi'in Nujum, at-Tadbiratul Ilahiyyah, Risalah al-khalwah, Mahiyyatul Qalb, Mishkatul Anwar, al Futuhat al Makiyyah yakni suatu sistim tasawwuf yang terdiri dari 560 bab dan masih banyak lagi karangan-karangan hasil pemikiran Ibnu Arabi yang mempengaruhi para sarjana dan pemikir baik di Barat maupun Timur setelah kepergiaanya.

Ibnu Arabi dengan nama lengkapnya Syekh Mukhyiddin Muhammad Ibnu 'Ali adalah salah seorang sahabat dekat Ibnu Rusyd. Ia sering berkelana untuk thalabul 'ilmi (mencari ilmu) dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya seperti ke Maghribi, Cordova, Mesir, Tunisa, Fez, Maroko, Jerussalem, Makkah, Hejaz, Allepo, Asia kecil, dan Damaskus hingga wafatnya disana dan dimakamkan di Gunung Qasiyun.

**
Hampir delapan abad lamanya Islam berkuasa di Andalusia sejak tahun 711 M hingga berakhirnya kekuasaan Islam di Granada pada tanggal 2 Januari 1492 M / 2 Rabiul Awwal 898 H tepatnya 512 tahun lalu, Andalusia dalam masa kejayaan Islam telah melahirkan cendekiawan-cendekiawan muslim yang tertulis dengan tinta emas di sepanjang jaman. Karya mereka yang masih ada banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa di penjuru dunia. Sehingga universitas-universitas dibangun di negeri ini ditengah ancaman musuh-musuhnya.

Itulah keunikan para ulama, cendekiawan-cendekiawan tempo dulu bukan saja menguasai satu bidang ilmu pengetahuan namun mereka menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang disegani dan tanpa pamrih, hingga nama mereka dikenang oleh setiap insan. Kini bukti kemajuan akan peradaban Islam tempo dulu di Spanyol dapat kita lihat sisa-sisa bangunan yang penuh sejarah dari Toledo hingga Granada, dari Istana Cordova hingga Alhambra. Dan disinilah berkat kekuasaan Tuhan walaupun kekuasaan Islam di Spanyol telah jatuh kepada umat Kristen beberapa abad silam yang menjadikan Katolik sebagai agama resmi, namun karya-karya anak negeri ini mampu memberikan sumbangsih yang luar biasa bagi umat manusia hingga di abad milenium yang super canggih.

Satu hal yang harus kita renungkan sekarang, apa yang telah engkau berikan kepada bangsa dan umat manusia ini. Kemanfaatan atau Kemadlaratan?.

***
*) Penulis adalah Alumni Universitas Langlangbuana Bandung (Yayasan Brata Bhakti POLRI Jawa Barat).

Selasa, 02 Desember 2008

"HAMAN" DAN BANGUNAN MESIR KUNO


Al Qur'an mengisahkan kehidupan Nabi Musa AS dengan sangat jelas. Tatkala memaparkan perselisihan dengan Fir'aun dan urusannya dengan Bani Israil, Al Qur'an menyingkap berlimpah keterangan tentang Mesir kuno. Pentingnya banyak babak bersejarah ini hanya baru-baru ini menjadi perhatian para pakar dunia. Ketika seseorang memperhatikan babak-babak bersejarah ini dengan pertimbangan, seketika akan menjadi jelas bahwa Al Qur'an, dan sumber pengetahuan yang dikandungnya, telah diwahyukan oleh Allah Yang Mahatahu dikarenakan Al Qur'an bersesuaian langsung dengan seluruh penemuan besar di bidang ilmu pengetahuan, sejarah dan kepurbakalaan di masa kini.


Satu contoh pengetahuan ini dapat ditemukan dalam paparan Al Qur'an tentang Haman: seorang pelaku yang namanya disebut di dalam Al Qur'an, bersama dengan Fir'aun. Ia disebut di enam tempat berbeda dalam Al Qur'an, di mana Al Qur'an memberitahu kita bahwa ia adalah salah satu dari sekutu terdekat Fir'aun.

Anehnya, nama “Haman” tidak pernah disebutkan dalam bagian-bagian Taurat yang berkaitan dengan kehidupan Nabi Musa AS. Tetapi, penyebutan Haman dapat ditemukan di bab-bab terakhir Perjanjian Lama sebagai pembantu raja Babilonia yang melakukan banyak kekejaman terhadap Bani Israil kira-kira 1.100 tahun setelah Nabi Musa AS. Al Qur'an, yang jauh lebih bersesuaian dengan penemuan-penemuan kepurbakalaan masa kini, benar-benar memuat kata “Haman” yang merujuk pada masa hidup Nabi Musa AS.

Tuduhan-tuduhan yang dilontarkan terhadap Kitab Suci Islam oleh sejumlah kalangan di luar Muslim terbantahkan tatkala naskah hiroglif dipecahkan, sekitar 200 tahun silam, dan nama “Haman” ditemukan di naskah-naskah kuno itu. Hingga abad ke-18, tulisan dan prasasti Mesir kuno tidak dapat dipahami. Bahasa Mesir kuno tersusun atas lambang-lambang dan bukan kata-kata, yakni berupa hiroglifik. Gambar-gambar ini, yang memaparkan kisah dan membukukan catatan peristiwa-peristiwa penting sebagaimana kegunaan kata di zaman modern, biasanya diukir pada batu dan banyak contoh masih terawetkan berabad-abad. Dengan tersebarnya agama Nasrani dan pengaruh budaya lainnya di abad ke-2 dan ke-3, Mesir meninggalkan kepercayaan kunonya beserta tulisan hiroglif yang berkaitan erat dengan tatanan kepercayaan yang kini telah mati itu. Contoh terakhir penggunaan tulisan hiroglif yang diketahui adalah sebuah prasasti dari tahun 394. Bahasa gambar dan lambang telah terlupakan, menyisakan tak seorang pun yang dapat membaca dan memahaminya. Sudah tentu hal ini menjadikan pengkajian sejarah dan kepurbakalaan nyaris mustahil. Keadaan ini tidak berubah hingga sekitar 2 abad silam.

Pada tahun 1799, kegembiraan besar terjadi di kalangan sejarawan dan pakar lainnya, rahasia hiroglif Mesir kuno terpecahkan melalui penemuan sebuah prasasti yang disebut “Batu Rosetta.” Penemuan mengejutkan ini berasal dari tahun 196 SM. Nilai penting prasasti ini adalah ditulisnya prasasti tersebut dalam tiga bentuk tulisan: hiroglif, demotik (bentuk sederhana tulisan tangan bersambung Mesir kuno) dan Yunani. Dengan bantuan naskah Yunani, tulisan Mesir kuno diterjemahkan. Penerjemahan prasasti ini diselesaikan oleh orang Prancis bernama Jean-Françoise Champollion. Dengan demikian, sebuah bahasa yang telah terlupakan dan aneka peristiwa yang dikisahkannya terungkap. Dengan cara ini, banyak pengetahuan tentang peradaban, agama dan kehidupan masyarakat Mesir kuno menjadi tersedia bagi umat manusia dan hal ini membuka jalan kepada pengetahuan yang lebih banyak tentang babak penting dalam sejarah umat manusia ini.

Melalui penerjemahan hiroglif, sebuah pengetahuan penting tersingkap: nama “Haman” benar-benar disebut dalam prasasti-prasasti Mesir. Nama ini tercantum pada sebuah tugu di Museum Hof di Wina. Tulisan yang sama ini juga menyebutkan hubungan dekat antara Haman dan Fir'aun. 1

Dalam kamus People in the New Kingdom , yang disusun berdasarkan keseluruhan kumpulan prasasti tersebut, Haman disebut sebagai “pemimpin para pekerja batu pahat”. 2

Temuan ini mengungkap kebenaran sangat penting: Berbeda dengan pernyataan keliru para penentang Al Qur'an, Haman adalah seseorang yang hidup di Mesir pada zaman Nabi Musa AS. Ia dekat dengan Fir'aun dan terlibat dalam pekerjaan membuat bangunan, persis sebagaimana dipaparkan dalam Al Qur'an.

Dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta". (QS. Al Qashas, 28:38)

Ayat dalam Al Qur'an tersebut yang mengisahkan peristiwa di mana Fir'aun meminta Haman mendirikan menara bersesuaian sempurna dengan penemuan purbakala ini. Melalui penemuan luar biasa ini, sanggahan-sanggahan tak beralasan dari para penentang Al Qur'an terbukti keliru dan tidak bernilai intelektual.

Secara menakjubkan, Al Qur'an menyampaikan kepada kita pengetahuan sejarah yang tak mungkin dimiliki atau diketahui di masa Nabi Muhammad SAW. Hiroglif tidak mampu dipecahkan hingga akhir tahun 1700-an sehingga pengetahuan tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya di masa itu dari sumber-sumber Mesir. Ketika nama “Haman” ditemukan dalam prasasti-prasasti kuno tersebut, ini menjadi bukti lagi bagi kebenaran mutlak Firman Allah.

HARUN YAHYA

Bangsa Moro dalam lintasan Sejarah

Secara geografis wilayah Filipina terbagi dua wilayah kepulauan besar, yaitu utara dengan kepulauan Luzon dan gugusannya serta selatan dengan kepulauan Mindanao dan gugusannya. Muslim Moro atau lebih dikenal dengan Bangsa Moro adalah komunitas Muslim yang mendiami kepulauan Mindanao-Sulu beserta gugusannya di Filipina bagian selatan.


Sejarah masuknya Islam

Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao, pada tahun 1380. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di kepulauan tersebut.
Menurut catatan sejarah, Raja Baguinda adalah seorang pangiran dari Minangkabau (Sumatra Barat). Ia tiba di kepulauan Sulu sepuluh tahun setelah berhasil mendakwahkan Islam di kepulauan Zamboanga dan Basilan. Atas hasil kerja kerasnya juga akhirnya Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao, memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini mulai dirintis. Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan kodifikasi hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab.
Manguindanao kemudian menjadi seorang Datu yang berkuasa atas propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Setelah itu, Islam disebarkan ke pulau Lanao dan bagian utara Zamboanga serta daerah pantai lainnya. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datu atau Raja bahkan setelah kedatangan orang-orang Spanyol. Konon menurut para ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina sekarang) berasal dari kata Amanullah (negeri Allah yang aman). Pendapat ini bisa jadi benar mengingat kalimat tersebut banyak digunakan oleh masyarakat Islam sub-kontinen (anak benua India).

Masa Kolonial Spanyol

Sejak masuknya orang-orang Spanyol ke Filipina pada 16 Maret 1521, penduduk pribumi telah mencium adanya maksud lain dibalik "ekspedisi ilmiah" Ferdinand de Magellans. Ketika kolonial Spanyol menaklukan wilayah utara dengan mudah dan tanpa perlawanan berarti, tidak demikian halnya dengan wilayah selatan. Mereka justru menemukan penduduk wilayah selatan melakukan perlawanan sangat gigih, berani dan pantang menyerah.
Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian kilometer demi kilometer untuk mencapai Mindanao-Sulu (kesultanan Sulu takluk pada tahun 1876). Menghabiskan lebih dari 375 tahun masa kolonialisme dengan perang berkelanjutan melawan kaum Muslimin. Namun, walaupun demikian, kaum Muslimin tidak pernah dapat ditundukan secara total.
Selama masa kolonial, Spanyol menerapkan politik devide and rule (pecah belah and kuasai) serta mision-sacre (misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang-orang Islam di-stigmatisasi (julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai "Moor" (Moro). Artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados (tukang bunuh). Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-orang Islam yang mendiami kawasan Filipina Selatan tersebut.
Tahun 1578 terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina sendiri. Penduduk pribumi wilayah Utara yang telah dikristenkan dilibatkan dalam ketentaraan kolonial Spanyol, kemudian di adu domba dan disuruh berperang melawan orang-orang Islam di selatan. Sehingga terjadilah peperangan antar orang Filipina sendiri dengan mengatasnamakan "misi suci". Dari sinilah kemudian timbul kebencian dan rasa curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa Moro yang Islam hingga sekarang.
Sejarah mencatat, orang Islam pertama yang masuk Kristen akibat politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini adalah istri Raja Humabon dari pulau Cebu, kemudian Raja Humabon sendiri dan rakyatnya.

Masa Imperialisme Amerika Serikat

Sekalipun Spanyol gagal menundukkan Mindanao dan Sulu, Spanyol tetap menganggap kedua wilayah itu merupakan bagian dari teritorialnya. Secara tidak sah dan tak bermoral Spanyol kemudian menjual Filipina kepada Amerika Serikat seharga US$ 20 juta pada tahun 1898 melalui Traktat Paris.
Amerika datang ke Mindanao dengan menampilkan diri mereka sebagai seorang sahabat baik dan dapat dipercaya. Hal ini dibuktikan dengan ditandatanganinya Traktat Bates (20 Agustus 1898) yang menjanjikan kebebasan beragama, kebebasan mengungkapkan pendapat, kebebasan mendapatkan pendidikan bagi Bangsa Moro. Namun traktat tersebut hanya taktik mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak, karena pada saat yang sama Amerika tengah disibukkan dengan pemberontakan kaum revolusioner Filipina Utara pimpinan Emilio Aguinaldo.
Terbukti setelah kaum revolusioner kalah pada 1902, kebijakan AS di Mindanao dan Sulu bergeser kepada sikap campur tangan langsung dan penjajahan terbuka. Setahun kemudian (1903) Mindanao dan Sulu disatukan menjadi wilayah propinsi Moroland dengan alasan untuk memberadabkan (civilizing) rakyat Mindanao dan Sulu. Periode berikutnya tercatat pertempuran antara kedua belah pihak. Teofisto Guingona, Sr. mencatat antara tahun 1914-1920 rata-rata terjadi 19 kali pertempuran. Tahun 1921-1923, terjadi 21 kali pertempuran.
Patut dicatat bahwa selama periode 1898-1902, AS ternyata telah menggunakan waktu tersebut untuk membebaskan tanah serta hutan di wilayah Moro untuk keperluan ekspansi para kapitalis. Bahkan periode 1903-1913 dihabiskan AS untuk memerangi berbagai kelompok perlawanan Bangsa Moro.
Namun Amerika memandang peperangan tak cukup efektif meredam perlawanan Bangsa Moro, Amerika akhirnya menerapkan strategi penjajahan melalui kebijakan pendidikan dan bujukan. Kebijakan ini kemudian disempurnakan oleh orang-orang Amerika sebagai ciri khas penjajahan mereka.
Kebijakan pendidikan dan bujukan yang diterapkan Amerika terbukti merupakan strategi yang sangat efektif dalam meredam perlawanan Bangsa Moro. Sebagai hasilnya, kohesitas politik dan kesatuan di antara masyarakat Muslim mulai berantakan dan basis budaya mulai diserang oleh norma-norma Barat.
Pada dasarnya kebijakan ini lebih disebabkan keinginan Amerika memasukkan kaum Muslimin ke dalam arus utama masyarakat Filipina di Utara dan mengasimilasi kaum Muslim ke dalam tradisi dan kebiasaan orang-orang Kristen. Seiring dengan berkurangnya kekuasaan politik para Sultan dan berpindahnya kekuasaan secara bertahap ke Manila, pendekatan ini sedikit demi sedikit mengancam tradisi kemandirian yang selama ini dipelihara oleh masyarakat Muslim.

Masa Peralihan

Masa pra-kemerdekaan ditandai dengan masa peralihan kekuasaan dari penjajah Amerika ke pemerintah Kristen Filipina di Utara. Untuk menggabungkan ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukanlah hukum-hukum tanah warisan jajahan AS yang sangat kapitalistis seperti Land Registration Act No. 496 (November 1902) yang menyatakan keharusan pendaftaran tanah dalam bentuk tertulis, ditandatangani dan di bawah sumpah. Kemudian Philippine Commission Act No. 718 (4 April 1903) yang menyatakan hibah tanah dari para Sultan, Datu, atau kepala Suku Non-Kristen sebagai tidak sah, jika dilakukan tanpa ada wewenang atau izin dari pemerintah. Demikian juga Public Land Act No. 296 (7 Oktober 1903) yang menyatakan semua tanah yang tidak didaftarkan sesuai dengan Land Registration Act No. 496 sebagai tanah negara, The Mining Law of 1905 yang menyatakan semua tanah negara di Filipina sebagai tanah yang bebas, terbuka untuk eksplorasi, pemilikan dan pembelian oleh WN Filipina dan AS, serta Cadastral Act of 1907 yang membolehkan penduduk setempat (Filipina) yang berpendidikan, dan para spekulan tanah Amerika, yang lebih paham dengan urusan birokrasi, untuk melegalisasi kalim-klaim atas tanah.
Pada intinya ketentuan tentang hukum tanah ini merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah adat dan ulayat) oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di Utara yang menguntungkan para kapitalis.
Pemberlakukan Quino-Recto Colonialization Act No. 4197 pada 12 Februari 1935 menandai upaya pemerintah Filipina yang lebih agresif untuk membuka tanah dan menjajah Mindanao. Pemerintah mula-mula berkonsentrasi pada pembangunan jalan dan survei-survei tanah negara, sebelum membangun koloni-koloni pertanian yang baru. NLSA - National Land Settlement Administration - didirikan berdasarkan Act No. 441 pada 1939. Di bawah NLSA, tiga pemukiman besar yang menampung ribuan pemukim dari Utara dibangun di propinsi Cotabato Lama.
Bahkan seorang senator Manuel L. Quezon pada 1936-1944 gigih mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk menghancurkan keragaman (homogenity) dan keunggulan jumlah Bangsa Moro di Mindanao serta berusaha mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat Filipina secara umum.
Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang Utara ke Mindanao. Banyak pemukin yang datang, seperti di Kidapawan, Manguindanao, mengakui bahwa motif utama kedatangan mereka ke Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari utara ke Mindanao, pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut. Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah kelahiran mereka sendiri.

Masa Pasca Kemerdekaan hingga Sekarang

Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkangnya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan.
Pada awal kemerdekaan pemerintah Filipina disibukkan dengan pemberontakan kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap perlawanan Bangsa Moro dikurangi. Gerombolan komunis Hukbalahab ini awalnya merupakan gerakan rakyat anti penjajahan Jepang, setelah Jepang menyerah mereka mengarahkan perlawanannya ke pemerintah Filipina. Pemberontakan ini baru bisa diatasi di masa Ramon Magsaysay, menteri pertahanan pada masa pemerintahan Eipidio Qurino (1948-1953).
Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986).
Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu.
Perkembangan berikutnya kita semua tahu. MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan. Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993). Tentu saja perpecahan ini memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro.
Ditandatanganinya perjanjian perdamaian antara Nur Misuari (ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden Filipina) pada 30 Agustus 1996 di Istana Merdeka Jakarta lebih menunjukkan ketidaksepakatan Bangsa Moro dalam menyelesaikan konflik yang telah memasuki 2 dasawarsa itu. Disatu pihak mereka menghendaki diselesaikannya konflik dengan cara diplomatik (diwakili oleh MNLF), sementara pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad (diwakili oleh MILF).
Semua pihak memandang caranya lah yang paling tepat dan efektif. Namun agaknya Ramos telah memilih salah satu diantara mereka walaupun dengan penuh resiko. "Semua orang harus memilih, tidak mungkin memuaskan semua pihak," katanya.
Oleh: Iman Nugraha

Senin, 01 Desember 2008

Islam di Thailand


Thailand atau yang dahulu dikenal dengan nama Siam secara geografis terletak di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk sekitar 60 juta jiwa. Sebagian besar warga di negara ini dari etnis Thai dan menganut agama Budha. Diantara minoritas agama di Thailand, Islam adalah agama yang terbesar.

Sampai saat ini tidak ada data yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai jumlah warga muslim di negara ini. Jumlah yang sering disebut berkisar antara 6-15 persen. Namun demikian, pemerintah Bangkok secara resmi menyebut jumlah umat Islam di negara itu hanya sekitar 4 persen. Dengan persentase yang kecil berdasarkan data pemerintah, jumlah warga muslim di sana tidak lebih dari dua setengah juta jiwa.
Warga muslim di Thailand umumnya bermadzhab Sunni Syafi’i sementara hanya sekitar satu persen dari mereka menganut madzhab Syiah. Keberadaan muslim Syiah di Thailand bukan fenomena yang baru, tetapi sudah ada sejak abad 17 Masehi, setelah seorang peniaga dari Iran yang bernama Sheikh Ahmad Qomi hijrah ke negeri Siam tahun 1602. Sejarah menyebutkan bahwa setelah kedatangan Sheikh Ahmad Qomi, mulai terbentuk komunitas Syiah di Thailand, dan lambat laun upacara ritual yang identik dengan kaum Syiah seperti upacara peringatan Tasu’a dan Asyura membudaya di kalangan mereka.
Namun dua generasi setelah itu, akibat transfomasi yang terjadi di negeri itu sebagian keturunan Iran di Thailand mengganti agama mereka dan memeluk agama Budha. Dengan demikian, mulai muncul perpecahan di tengah keturunan Sheikh Ahmad Qomi. Mereka yang keluar dari Islam dan memeluk agama Budha umumnya melakukan hal itu karena dorongan ambisi kekuasaan. Keturunan Sheikh Ahmad Qomi yang masih memegang teguh keyakinan mereka memutuskan untuk berhijrah dari Ayutaya yang saat itu menjadi ibukota negara menuju ke kota kuno, Bangkok, demi menjaga agama.
Saat ini di Thailand terdapat sekitar 2.500 buah masjid, 250 diantaranya berada di ibukota, Bangkok. Sekitar 400-an masjid berada di provinsi Naratiwath, provinsi di selatan Thailand yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan dan kebudayaan di Thailand. Selain masjid, penyebaran dan pencerahan Islam dilakukan lewat pusat-pusat pendidikan agama Islam juga oleh lembaga Sheikhul Islam.Perlu dicatat bahwa terbentuknya lembaga Sheikhul Islam di negeri Budha seperti Thailand menunjukkan kredebilitas kelompok muslim dan kedudukannya di mata Raja.
Di Thailand, pusat pendidikan agama lazim disebut pondok. Saat ini di Thailand jumlah pusat pendidikan Islam mencapai lebih dari 500 sekolah. Dari jumlah itu 300 diantaranya tercatat secara resmi dalam daftar pemerintah. Di sekolah agama, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu dan Arab. Para pemimpin pondok biasanya menaruh perhatian yang besar pada masalah sholat dan hukum-hukumnya serta membaca dan menghafal al-Qur’an.
Pemerintah Thailand tidak memberikan legalisasi bagi ijazah yang dikeluarkan oleh sekolah agama Islam. Karena itu, ijazah para santri tidak dapat dimanfaatkan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah negeri atau untuk mencari pekerjaan. Akibatnya, mereka yang memiliki kecenderungan pada masalah agama lebih memilih untuk mengajar agama setelah menamatkan jenjang pendidikan. Kondisi seperti ini memaksa banyak warga muslim untuk mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah negeri, padahal dalam hati kecil mereka menentang budaya yang diajarkan sekolah-sekolah negeri karena bertolak belakang dengan keyakinan agama Islam.
Bagi rezim Thailand, keberadaan sekolah-sekolah agama Islam cukup mengganggu program pemerintah yang ingin mensosialisasikan budaya Thai bagi seluruh warganya dan melebur warga muslim secara penuh ke dalam komunitas Thai. Untuk menekan apa yang dianggapnya sebagai gangguan ini, pemerintah Thailand memberlakukan pembatasan terhadap kegiatan sekolah-sekolah agama Islam. Tindakan lain yang dilakukan adalah berupaya memasukkan sekolah-sekolah tersebut ke dalam pengawasannya. Dengan memberikan ijazah yang dilegalisir, pemerintah berusaha menekan ‘ekstrimisme’ kelompok santri.
Berdasarkan penelitian yang ada, umat Islam di Thailand umumnya terdiri atas dua kelompok etnis. Etnis pertama adalah warga muslim Thai juga keturunan Burma yang merupakan penduduk asli Thailand dan Burma. Mereka umumnya memeluk agama Islam karena hubungan perkawinan. Biasanya dari sisi ekonomi, muslim Thai lebih mapan dan mereka tinggal di kawasan utara dan tengah Thailand. Etnis kedua adalah warga muslim Melayu. 90% muslim Thailand berasal dari etnis Melayu. Mereka umumnya tinggal di kawasan selatan yang berbatasan dengan Malaysia. Bahasa yang mereka gunakan sehari-hari adalah bahasa Melayu.
Kebijakan diskriminatif pemerintah Thailand terhadap warga muslim khususnya di wilayah selatan negara itu telah membangkitkan sentimen anti pemerintah pusat di tengah minoritas besar Thailand ini. Munculnya perlawanan bersenjata khususnya di kawasan selatan tidak dapat dipisahkan dari kebijakan diskriminatif tersebut. Muslimin di selatan Thailand pernah memberontak secara luas pada tahun 1948 yang dihadapi oleh pemerintah dengan tangan besi. Akibatnya sentimen dan permusuhan terus membara. Mungkin saja pemerintah Thailand dapat secara lahiriyah meredakan kerusuhan dan pemberontakan, namun kondisinya tetap seperti api dalam sekam. Dan kini, kerusuhan gelombang baru pecah sejak Januari 2004. Sudah lebih dari 2.500 orang tewas dan seluruh upaya yang dilakukan pemerintah Thailand -termasuk yang ditengahi oleh Malaysia- tidak berhasil meredakan konflik. Sebab konflik di selatan Thailand memerlukan penanganan sampai ke akarnya, yang salah satunya adalah dengan mengubah kebijakan diskriminatif pemerintah Bangkok terhadap mereka.


--------------------------------------------------------------------------------

[1] Sheikh Ahmad Qomi lahir di kota Qom Iran tahun 1543 Masehi dan pada tahun 1605 hijrah ke negeri Siam (Thailand). Ia menikah dengan seorang wanita keluarga kerajaan dan dianugerahi dua anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Dari ketiga anaknya, Sheikh Ahmad Qomi memiliki keturunan yang kini menetap di Thailand. Umumnya mereka dihormati di negeri ini dan memiliki kedudukan sosial yang tinggi. Tak sedikit pula yang duduk di jabatan penting pemerintahan.

[2] Warga muslim Thailand meski minoritas di tengah umat Budha, namun mereka memiliki kedudukan sosial dan jabatan politik yang tinggi. Di majlis Senat mereka memiliki jatah tujuh kursi sementara di parlemen memiliki 13 kursi.

[3] Ketika Raja Siam mendapat kesembuhan setelah menderita penyakit yang berat, untuk menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan, ia menggelar acara ritual khusus di salah satu kuil besar. Raja mengundang semua pejabat pemerintahan dan anggota kerajaan untuk mengikuti upacara tersebut. Hanya seorang pejabat kerajaan yang tidak diundang, dia adalah Jay, cicit Sheikh Ahmad Qomi yang beragama Islam. Jay saat itu menjabat sebagai Menteri Urusan Perkotaan di Kerajaan Siam. Jay sangat sedih karena tidak mendapat undangan Raja. Ia yakin bahwa diskriminasi ini terjadi karena ia keturunan Iran dan beragama Islam. Karena itu, tanpa mempedulikan penentangan keluarga besar keturunan Sheikh Ahmad Qomi, Jay berpindah agama menjadi pengikut agama Budha. Dengan demikian ia dapat mengikuti ucapara ritual Budha.

[4] Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa kedudukan Sheikhul Islam diperoleh Sheikh Ahmad Qomi berkat hubungan dekatnya dengan kerajaan dan beliau menjadi Sheikhul Islam pertama di negeri Siam. Saat itu, Sheikh Ahmad Qomi mengenalkan madzhab Syiah Itsna Asyariah kepada rakyat Siam. Sampai tahun 1945, jabatan Sheikhul Islam dipegang oleh anak cucu Sheikh Ahmad Qomi (13 orang) yang kesemuanya bermadzhab Syiah. Setelah tahun 1945 hingga saat ini sudah empat orang dari kalangan muslim Sunni yang memangku jabatan Sheikhul Islam di Thailand.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons