About

check

Rabu, 24 September 2008

Kesetiaan Sejarawan meneliti Cheng Ho

Sosok Cheng Ho (Zheng He), pelaut ulung asal China, dalam waktu dekat
ini tidak akan lagi diriwayatkan dengan embel-embel "alkisah". Cheng
Ho akan benar-benar jadi tokoh nyata dalam sejarah.

Era penjelajahannya ke berbagai benua bahkan bisa disetarakan dengan
Christopher Columbus dan Ferdinand Magellan. Jika tidak ada aral
melintang, riset tentang Cheng Ho yang sudah memakan waktu tiga
tahun, akan dirampungkan penulisannya oleh Tan Ta Sen, seorang
sejarawan Malaysia, pada penghujung Desember 2006 mendatang.

Tan, yang juga Direktur Muzium Budaya Cheng Ho, berharap
terungkapnya sejarah Cheng Ho bisa mendorong tumbuhnya semangat
multikulturalisme di kawasan Asia. Ketertarikan Tan pada sosok Cheng
Ho (1371-1434) berawal dari banyaknya situs, relik, atau peninggalan
Cheng Ho yang ditemuinya tersebar di seantero Indonesia, Malaysia,
hingga Vietnam. Menariknya, dari berbagai situs Cheng Ho tersebut,
aktivitas yang paling menonjol dari penjelajah asal China itu adalah
penyebaran Islam.

Ketertarikan Tan dengan sosok Cheng Ho berawal ketika ia membuka
sebuah hotel di Melaka, Malaysia. Dari berbagai literatur tentang
Melaka yang dibacanya, terungkap Cheng Ho punya peran besar dalam
sejarah perdagangan di Melaka di zaman lampau. "Dalam peta pelayaran
Cheng Ho, sedikitnya ada dua jalur pelayaran yang disinggahinya,
yakni di Melaka dan di Samudera Pasai (atau Aceh)," kata Tan, saat
berbincang-bincang dengan Pembaruan di Jakarta belum lama berselang.

Selain di bidang perdagangan, Cheng Ho juga punya banyak sumbangan
di bidang penyebaran Islam, terutama di kota-kota yang dia kunjungi.
Misalnya di pesisir utara Malaysia dan Melaka. Masjid dan menara di
Melaka yang konon adalah peninggalan Cheng Ho, mirip sekali dengan
masjid dan bangunan serupa di China. Kesamaan itu bisa dicermati
pula pada sejumlah peninggalan Cheng Ho di Semarang, Demak, Tuban,
Cirebon, Gresik dan beberapa tempat lain di Indonesia.

Dari risetnya, terungkap oleh Tan, Cheng Ho, yang berasal dari
daerah Jinning, Provinsi Kun Ming di Yunnan, adalah muslim taat.
Cheng Ho dahulunya memiliki gelar "Ma", dan lebih dikenal dengan
nama "San Bao". Ia dilahirkan dalam keluarga muslim yang kaya. Kakek
dan ayah Cheng Ho sendiri juga muslim taat, bahkan sudah pergi
menunaikan ibadah haji.

Di awal Dinasti Ming, Cheng Ho adalah abdi istana, dan diberi gelar
keluarga Zheng, meskipun sering dipanggil "Kasim San Bao". Selain
ahli navigasi, dari berbagai catatan tertulis peninggalan Dinasti
Ming, terungkap Cheng Ho adalah seorang penjelajah, ahli militer dan
sekaligus diplomat ulung di masa Dinasti Ming.

Penghormatan Besar

Dengan temuan-temuan baru tentang Cheng Ho, barangkali, penggalan
sejarah ditemukannya benua-benua di dunia perlu ditulis kembali
suatu saat nanti. Pasalnya, tidak seperti yang dipahami publik
selama ini, Cheng Ho ternyata sudah pernah menjejakkan kakinya di
Amerika 87 tahun lebih awal ketimbang pendaratan Christopher
Columbus pada 1492.

Cheng Ho juga sudah memulai pelayaran mengelilingi dunia 114 tahun
lebih awal ketimbang Ferdinand Magellan pada 1519. Selain pelaut
ulung, Cheng Ho juga seorang penyebar nilai-nilai perdamaian. Tiap
berlabuh, Cheng Ho selalu menyampaikan cenderamata dari kaisar China
kepada para penguasa lokal.

"Ia juga tidak pernah menaklukkan atau menjajah sejengkal pun tanah
yang disinggahinya," kata Tan, sejarawan lulusan Fakultas Sastra
Indonesia di Universitas Indonesia (UI) periode 1960-1965 tersebut.

Padahal, dengan kekuatan yang dimilikinya di tiap penjelajahan,
yakni 200 kapal dan 20.000 awak kapal serta 8.000 tentara, tentu
tidak sulit bagi Cheng Ho untuk menaklukkan tanah yang
disinggahinya.

Bukan hal yang berlebihan apabila sosok Cheng Ho kini diharapkan
bisa dianugerahi penghormatan besar dalam catatan sejarah, setara
Columbus dan Magellan. "Sebab dia punya tujuan perdamaian. Dengan
armada yang kuat, didukung 8.000 tentara, dia tidak ambil satu inci
pun tanah orang. Kalau mau menjajah, itu barangkali persoalan
mudah," kata Tan sembari ter-bahak.

Bayangkan, saat disinggahi Cheng Ho, orang Melaka ketika itu baru
berjumlah 3.000 jiwa. Ini sangat tidak sebanding dengan kekuatan
armada Cheng Ho yang ditopang sekitar 28.000 tentara dan awak
kapal. "Tapi Cheng Ho tidak merampas tanah orang. Dia hanya mau
berdagang, menyebarkan Islam dan memperkuat hubungan diplomatik. Ia
ingin banyak kawan, penyokong-penyokong bagi sang kaisar (China).
Maka, dia tidak mau datang untuk menguasai orang," ujarnya.

Alih-alih menaklukkan tanah yang disinggahinya, orang-orang Melaka
justru dibantu Cheng Ho dengan ditebus dari penguasaan Siam,
sehingga menjadi sebuah pelabuhan yang independen. Sejak dibebaskan
dari Siam, Kerajaan Melaka jadi tumbuh besar. Dalam pelayarannya ke
Barat, tercatat Cheng Ho lima kali berkunjung ke Melaka.

Kehadiran Cheng Ho di Melaka tidak bisa dibantah lagi memiliki
signifikansi historis yang menandai dimulainya hubungan perdagangan
antara China dan Malaysia. "Cheng Ho sejak awal sudah memperlihatkan
wajah diplomatik yang damai, peaceful. Dalam era sekarang ini, kita
butuh banyak spirit semacam ini. Jika Anda merasa besar dan kuat,
Anda harus melayani orang lain, dengan prinsip duduk sama rendah dan
berdiri sama tinggi," kata Tan menandaskan.


Serial Animasi

Tan berpendapat, kita harus belajar dari tokoh China muslim
ini. "Banyak awak kapal yang ikut dalam rombongan penjelajahannya
bukanlah orang Muslim, tetapi mereka bisa bekerja sama dengan baik,"
kata Tan. Di sinilah, Cheng Ho juga bisa dijadikan contoh baik di
bidang multikulturalisme.

Meskipun seorang muslim taat, ia juga belajar Konfusianisme dan
Taoisme. "Dari sini kita bisa tahu, wajah sesungguhnya umat muslim
adalah orang-orang yang suka perdamaian," tutur Tan lebih jauh.

Rencananya, pada 2007 akan digelar pameran Cheng Ho di Afrika
Selatan. Untuk mendukung sosialisasi kebesaran sosok Cheng Ho,
Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi bahkan memerintahkan
dibuatnya serial animasi "Cheng Ho Goes to The West". Untuk
menyukseskan penggarapan proyek-proyek Cheng Ho, bantuan besar juga
diberikan Departemen Kebudayaan China. Tan berharap, dunia khususnya
negara-negara Barat akan dapat lebih mengenal Cheng Ho, sebagai
salah satu ahli navigasi dan penjelajah ulung dunia.

"Mudah-mudahan riset Cheng Ho bisa selesai akhir tahun ini," kata
Tan lagi dengan wajah berbinar-binar. Jika ada warga Indonesia yang
kebetulan mampir ke Mines Resort City, Seri Kembangan, Selangor, ia
berharap Muzium Budaya Cheng Ho tidak luput pula disinggahi.
[Pembaruan/Elly Burhaini Faizal]

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons