About

check

Selasa, 14 Oktober 2008

Aktor kehancuran Ekonomi AS dan Dunia

Bush, Wall Street dan the Fed, Rintis Jalan Menuju
Kehancuran Ekonomi AS & Dunia

-
Peranan Presiden Bush
-
Paul O Neill, Menteri Keuangan era Presiden George W. Bush
yang telah dipecat oleh Bush, menuturkan : “Bush tidak
memiliki logika dan alur pikir yang matang dalam
memutuskan kebijakan, termasuk kebijakan ekonomi.”
-


Kisah O Neill selama di Gedung Putih dituliskan dalam buku
berjudul “The Price of Loyalty” mengisahkan cara Bush
menjalankan pemerintahan AS di Gedung Putih.
-
Di dalam pertemuan-pertemuan kabinet, kata O Neill, Bush
seperti seorang buta di sebuah ruang yang penuh dengan
orang tuli. Komunikasi tidak nyambung dan para pejabat
tinggi hanya menduga-duga apa gerangan yang dipikirkan
Presiden. Jika ada komunikasi, sifatnya hanya monolog.
-
O Neill, yang waktu itu juga sebagai anggota Dewan
Keamanan Nasional, mengatakan 10 hari sejak pelantikan
Bush sebagai presiden (awal tahun 2001), Saddam adalah
topik kelas A. Tak ada gugatan dan tak ada pertanyaan
mengapa Saddam harus dijatuhkan. Ketidak cocokkan O’Neill
dan Bush soal Saddam menyangkut anggaran Pemerintah AS
yang sudah defisit, tetapi masih harus membiayai invasi ke
Irak, dimana sebelumnya telah melakukan invasi ke
Afganistan.
-
Itupun belum cukup, Bush datang lagi dengan ide pembebasan
pajak korporasi (perusahaan). O Neill tak berdaya karena
Wapres Dick Cheney menyeletuk : “Anda tahu Paul, Reagan
telah membuktikan bahwa tidak ada masalah.”
-
Masalah bukan hanya soal sikap saya pada penolakan
pembebasan pajak, tetapi soal cara penggunaan sumber daya
keuangan negara untuk memperbaiki kondisi masyarakat. Saya
kira kepentingan pemberian jaminan sosial jauh lebih
penting ketimbang pembebasan pajak korporasi,” demikian
diungkapkan oleh O’Neill
-
Kebijakan boros anggaran Bush juga mendapat kritikan keras
dari klub Massachusetts Institute of Technology (MIT),
seperti Paul Krugman dan Joseph Stiglitz. Kebijakan Bush
menurut Krugman dan Stiglitz, mengakibatkan penumpukan
utang, yang di bawah Bush saja bertambah 3 triliun dollar
AS, terbesar sepanjang sejarah seorang presiden AS. Pajak
yang seharusnya berperan sebagai sarana untuk distribusi
pendapatan menjadi lenyap di bawah Bush.
-
Singkat kata, terjadi bolong-bolong ekonomi di sisi makro.
Muncul defisit anggaran, defisit perdagangan. Kegiatan
ekonomi rakyat yang seharusnya bisa mendapatkan stimulus
dari distribusi pendapatan, tidak pula terwujud. Sinyal
penurunan kinerja ekonomi AS makin jelas dengan terus
anjloknya kurs dollar AS terhadap euro dan mata uang kuat
dunia lainnya.
-
Peranan Wall Street
-
Secara perlahan jalan menuju kehancuran telah dimulai pula
di Wall Street (Bursa Saham di New York). Pada awal
kekuasaan Bush, muncul kebangkrutan Enron (2 Desember
2001), perusahaan raksasa perdagangan energi AS, yang
melakukan manipulasi keuangan. Kasus ini ternyata tidak
dijadikan sebagai bahan pelajaran, walau pemerintahan Bush
pernah benjanji akan melakukan pembenahan terhadap
korporasi.
-
Ternyata pembenahan tidak terjadi. Sejak 2001 muncul
mainan baru, yakni pembangunan sektor perumahan di AS.
Terjadi peningkatan harga rumah di AS sejak 2001 hingga
2005 yang menguntungkan banyak korporasi (perusahaan)
penyedia pinjaman sektor perumahan.
-
Pembeli rumah diberi iming-iming bahwa membeli rumah tidak
saja mendapatkan rumah, tetapi juga kekayaan karena rumah
adalah investasi, didukung harga yang akan meningkat.
-
Ini benar-benar terjadi dan banyak warga yang diuntungkan
sejak 2001. Bahkan rumah yang dibeli, meski dalam bentuk
cicilan sudah pula bisa dipakai untuk agunan untuk
meminjam uang di bank. Akhirnya sejak tahun 2005 ketika
harga rumah sudah terlalu tinggi, maka terjadilah koreksi
harga (harga mulai anjlok). Namun, aktivitas lembaga /
korporasi keuangan penyedia pembiayaan perumahan AS lewat
penerbitan obligasi, tak kunjung surut sejak 2005.
-
Contohnya Lehman Brothers (perusahaan yang perannya antara
lain mirip bank investasi yaitu berperan sebagai perantara
antara orang yang butuh biaya dan orang yang memiliki
dana, merupakan perusahaan yang punya reputasi pengelolaan
terbaik di Wall Street), adalah penjamin terbesar
penerbitan obligasi untuk pembiayaan perumahan periode
2006-2007 dengan pangsa pasar sekitar 10 persen dari
seluruh “mortgage bonds”. (obligasi/surat utang yang
dijamin dengan agunan hipotik atas properti). Padahal,
saat itu penurunan harga rumah sudah semakin terasa dan
bahkan telah mengakibatkan letupan di bursa saham, antara
lain pada Juli 2007.
-
Dengan menerbitkan surat berharga tersebut (surat
utang/obligasi) yang dijual dipasar modal, maka Lehman
mendapatkan dana yang kemudian disalurkan ke
perusahaan-perusahaan yang membutuhkan modal di sektor
perumahan.
-
Rumah-rumah terus dibangun, sementara pembeli baru sudah
jenuh, juga karena harga yang sudah terlalu tinggi, maka
pinjaman yang dialokasikan ke sektor perumahan akhirnya
tidak lagi bisa terbayar. Perusahaan yang mendapatkan
pembiayaan dari Lehman tak bisa membayar utang-utang yang
jatuh tempo. Lehman Brothers harus menanggung rugi dan
harus membayar untuk harga itu !
-
Lehman bukan satu-satunya korban. Panik akibat kerugian,
maka korporasi AS menciptakan surat utang baru, seperti
“credit default swaps (CDS)” dan “collateralised debt
obligations (CDO)”. Ini adalah obligasi derivatif yang
tidak diatur oleh hukum dan tidak memiliki jaminan yang
memadai (tidak dijamin oleh aset). CDS dan CDO dijual
dengan tujuan untuk meraup dana dari investor, pemilik
modal, yang kemudian disalurkan lagi ke
perusahaan-perusahaan yang membutuhkan modal.
-
Praktek penjualan CDS dan CDO oleh korporasi keuangan AS
ini disebut dengan istilah “reedem”, artinya “utang
diganti dengan utang yang bertumpuk” (tutup lubang gali
lubang). Hal ini bisa beresiko perusahan tersebut menggali
lubang kematiannya sendiri. Badan Pengawas Bursa Saham AS
(Securities and Exchange Commission) dan Departemen
Keuangan AS tutup mata atas perihal risiko itu.
-
Perusahaan analis dan pemberi peringkat surat, seperti
Moodys’s Investor Services dan Standard & Poor’s, tidak
melakukan pekerjaannya secara baik. Aksi jual beli CDS
malah marak karena diberi nilai “A” (peringkat mulai dari
A, B hingga status “junk”/sampah), relatif aman.
-
Dalam transaksi jual beli CDS dan CDO ini, akhirnya
terjadi lagi kegagalan bayar dari perusahaan yang
dibiayai. Mengapa gagal ? Ini karena perusahaan yang
dibiayai adalah para developer perumahan yang sejak tahun
2003 tak lagi mampu menjual rumah-rumahnya. Akhirnya
bangkrutlah Lehman Brothers dengan meninggalkan utang
sebesar 613 miliar dollar AS yang memicu kejatuhan saham
di banyak negara !
-
Jumlah warga yang tak mampu membayar cicilan perumahan
makin meningkat, menjadi 303.879 pemilik rumah per
September 2008. Setelah harga perumahan terus anjlok,
kekalapan Wall Street semakin menjadi. Merugi di
perumahan, Wall Street menggasak di bursa komoditas dan
minyak. Mendadak aksi beli komoditas melonjak tajam,
sebuah aktifitas yang mengkagetkan pialang dan ahli
ekonomi sekalipun ! Ganasnya aktifitas spekulatif yang
dilakukan oleh Wall Street ini sempat memicu kenaikan
harga minyak sampai ke harga 147 dollar AS per barel,
namun Bush menepisnya dengan mengatakan bahwa kenaikan
harga minyak terjadi karena keengganan OPEC menggenjot
produksinya.
-
Peranan The Fed (Bank Sentral AS)
-
Praktek “redeem” yang artinya “utang diganti utang yang
bertumpuk” (tutup lubang gali lubang), yang dilakukan
dengan berbagai cara oleh korporasi keuangan AS, seperti
menjual CDS dan CDO, potensi risikonya bisa terlihat dari
catatan-catatan. Catatan ini bisa menunjukkan apakah
perusahaan sudah menggali lubang kematiannya sendiri.
Indikator seperti ini tidak diindahkan, bahkan mungkin
dianggap tidak perlu. Bank Sentral AS (The Fed) sebenarnya
berperan menghentikan praktek penggalian lubang kematian
oleh korporasi keuangan AS, namun hal ini tidak dilakukan.
-
Usulan dari berbagai kalangan yang menghendaki adanya
deregulasi / pengaturan (pembatasan) terhadap
lembaga-lembaga keuangan AS, mendapat tentangan berat dari
yang bersangkutan. Alasan pentingnya pengaturan tersebut,
menurut Barney Frank, anggota DPR AS, Ketua Jasa Keuangan
DPR AS, adalah karena lembaga (korporasi) keuangan AS
telah terbawa arus bisnis dengan risiko tinggi tanpa
pembatasan ! Menurut Senator Sherrod Brown (Demokrat,
Ohio): “Ketiadaan peraturan telah membuat kerakusan Wall
Street makin menjadi-jadi.”

Namun ide ini, kata Frank, juga mental di tangan
pemerintahan Presiden George W. Bushm yang memiliki opini
sama dengan almarhum Presiden Ronald Reagan, bahwa pasar
sebaiknya jangan diatur.
-
Niat yang rendah soal pengaturan itu bahkan telah menyusup
pula ke Bank Sentral AS, sebagaimana diutarakan oleh Avery
B. Goodman, ahli hukum sekuritas (surat-surat berharga).
Menurut Goodman, sama seperti Depresi Besar 1929, di mana
Bank Sentarl AS juga menjadi penyebab depresi karena
kebijakan yang blunder (keliru besar), krisis sekarang
juga terjadi akibat peran Bank Sentral AS.
-
Bank Sentral mengulangi kesalahan seperti yang dilakukan
oleh Bank Sentral AS masa lalu yang menyebabkan Depresi
Besar 1929 itu. Saat korporasi keuangan jorjoran
mengucurkan kredit ke sektor perumahan yang sudah mulai
gagal bayar, Bank Sentral AS malah menurunkan suku bunga
dan mempertahankannya dalam waktu lama pada tingkat 1
persen.
-
Bank Sentral AS secara tidak langsung menyediakan
dana-dana murah, yang turut menyulut spekulasi. Ini
menciptakan jalan menuju Depresi Besar Jilid II dan
pengulangan stagflasi parah yang terjadi pada dekade
1970-an.
-
Bank Sentral AS terus memasok dana ke pasar, di mana
sektor keuangan sudah makin liar dengan menciptakan
instrumen keuangan yang kompleks dan amat berisiko,
termasuk subprime mortgage, Option-ARM mortgage, Alt-A,
dan lainnya.
-
Lebih buruk lagi, Bank Sentral AS memasok pinjaman. Bank
Sentral AS meminjamkan dana secara langsung kepada
korporasi AS dengan jaminan yang tidak setimpal. Bank
Sentral AS telah mengucurkan dana sebesar 777 miliar
dollar AS dengan jaminan yang hanya senilai 171 miliar
dollar AS ! Yang lebih mengejutkan lagi ketika terbongkar
bahwa Bank Sentral AS Cabang New York, yang dipimpin
Timothy Geithner, telah meminjamkan dana sebesar 10 miliar
dollar AS kepada Lehman Brothers. Padahal saat itu semua
orang, termasuk Timothy, tahu bahwa Lehman sudah insolvent
(tidak mampu memenuhi kewajiban) !
-
Krisis Keuangan Dunia (Global)
-
Akhirnya AS menuai sendiri akibat keserakahan yang
memunculkan krisis di sektor keuangan. Hal ini terjadi
pada saat ekonomi AS sedang lesu, yang berakibat tidak
bisa menolong penyelamatan korporasi yang sedang menuju
kebangkrutan massal.
-
Celakanya krisis keuangan AS mengimbas ke negara-negara
lain , sehingga terjadilah krisis keuangan global.
Kejatuhan Lehman Brothers (Rabu 14 September 2008 Lehman
resmi mengumumkan kebangkrutannya dan meninggalkan utang
sebesar 613 miliar dollar AS) memicu kejatuhan saham di
banyak negara yang memberi dana lewat Lehman. Masalahnya,
banyak bank yang memberi dana lewat Lehman. Akibatnya
saham-saham bank dan perusahaan keuangan pemberi pinjaman
kepada Lehman pun bertumbangan dan dicampakkan.
-
Diantara pemberi pinjaman dana itu antara lain Citigroup
(138 miliar dollar AS) dan Bank of New York Mellon Corp
(17 miliar dollar AS); Mizuho Financial, Aozora Bank,
Shinsei, dan UFJ (Jepang); Standard Chartered (Inggris);
serta ANZ (Australia).
-
Jadi kalau kekacauan ekonomi di AS akan merambat ke hampir
seluruh dunia, itu merupakan konsekuensi dari perilaku
masyarakat dunia yang terseret ke dalam irama permainan AS
!
-
Pada Rabu, tanggal 8 Oktober 2008 , terjadi kepanikan
pasar saham di Asia termasuk di Bursa Efek Indonesia
akibat jatuhnya Indeks Dow Jones di New York sebesar
182,95 points menjadi 9.264,16 poin yang dipicu oleh
kejatuhan sebelumnya sebesar 500 poin ditambah jatuhnya
indeks Standars & Poor’s ke bawah 1.000 poin (terburuk
sejak tahun 2003). Ini melengkapi kejatuhan sebelumnya di
hampir semua bursa dunia dan melahirkan rekor baru. Index
Harga Saham Gabungan (ISHG) di Bursa Efek Indonesia pada
hari Rabu itu anjlok 168,05 poin atau turun 10,38 persen
menjadi 1.451,66 poin. Otoritas Bursa Efek Indonesia
akhirnya menghentikan sementara perdagangan (suspensi)
seluruh saham dan derivatif, Rabu (8/10/’08) pukul 11.06
WIB karena penurunan ISHG sudah berada di luar batas
kewajaran.
-
Pada hari yang sama Indeks Nikkei di Jepang anjlok 9,4
persen menjadi 9.203,32 poin, penurunan terbesar dalam
sehari sejak Black Monday Oktober 1987 di AS. Indeks Kospi
di Korea Selatan merosot 5,8 persen yang membuat penurunan
Kospi mencapai 32 persen sepanjang 2008. Indeks Sensex di
India turun 366,88 poin menjadi 11.328.36 poin, asing
menarik dana 9,9 milar dollar AS dari pasar dan kerugian
negara India akibat krisis keuangan global 47,5 miliar
dollar AS.
-
“Planet keuangan negara berada dalam sebuah krisis total,”
kata anggota Dewan Direksi Bank Sentral Eropa, Guy Quaden.
Pemicu terbaru adalah penyerbuan yang dilakukan para
nasabah terhadap bank di Eropa untuk menarik simpanan.
Pemicu lain adalah keengganan sesama bank saling
meminjamkan dana, yang memacetkan aliran dana perbankan,
urat nadi perekonomian global. Hasil analisis Dana Moneter
Internasional (IMF) mengingatkan, krisis perbankan
memiliki kekuatan yang lebih besar untuk menyebabkan
resesi. Penurunan pertumbuhan setidaknya 2 kuartal
berturut-turut sudah bisa disebut resesi.
-
Ironisnya, kejatuhan semua ini terjadi setelah paket dana
talangan 700 miliar dollar AS sudah ditandatangani oleh
Presiden AS George Walker Bush. Kejatuhan juga terjadi
setelah Bank Sentral AS menjanjikan akan membeli surat
berharga berjangka pendek senilai 900 miliar dollar AS
dari pasar. Beberapa negara di Eropa juga menaikkan jumlah
simpanan nasabah yang dijamin pemerintah. Namun semua ini
tak mencegah kepanikan di bursa global. “Pasar tak
bergerak. Penyuntikan dana bank sentral ke pasar sama
artinya dengan transfusi darah ke tubuh manusia yang urat
nadinya tersumbat,” kata Hiroichi Nishi, pialang di Nikko
Cordial, Tokyo, Rabu.
-
Dari Hongkong ke Paris, Singapura ke Frankfurt, investor
mencampakkan saham. Investor khawatir otoritas tak lagi
berdaya menghentikan krisis keuangan terbesar global sejak
Depresi Besar 1929 di AS. “Pasar modal seperti kerasukan
dan penjualan massal terjadi secara global,” kata Matt
Buckland, pialang dari CMC Markets, London.
-
Perdana Menteri Jepang Taro Aso juga memperlihatkan
kepasrahannya. “Para pemimpin Uni Eropa sudah bertemu,
tetapi tetap tak bisa meredakan gejolak pasar. Pasar Eropa
malah bergejolak cepat dan substansial. Saya khawatir akan
dampak dari krisis ini terasa di Jepang,” kata PM Aso
merujuk pada pertemuan para pemimpin Uni Eropa, Sabtu lalu
(4/10/’08).
-
=======================================

Bahan utama dicuplik dan diedit dari artikel-artikel
berjudul “Bush Rintis Jalan Menuju Kejatuhan” oleh Simon
Saragih, “Pembangun Ekonomi AS Itu Jatuh”, dan “Peran
China Dinantikan Untuk Mengatasi Krisis”, Harian Kompas.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons