About

check

Jumat, 16 Januari 2009

Islam di Ethiopia dan Eritrea

Ethiopia terletak di belahan Afrika Bagian Timur (Tanduk Afrika), dahulu terkenal dengan nama Habsyi atau Abyssinia, mempunyai keunikan luar biasa, karena ditengarai bahwa negara ini didirikan oleh keturunan Nabi Sulaiman dan Ratu Saba pada tahun 500 sebelum Masehi. Ratu SABA (Queen Sheba) dilahirkan di Aksum, Ethiopia, bukan di Yaman sebagaimana dikenal selama ini. Cerita tentang Ratu Saba juga diabadikan dalam kitab suci al-Qur’an sebagaimana dikandung dalam surat As-Saba’ (surat 34 : 54 ayat).
Keunikan kedua, Ethiopia merupakan negara merdeka paling tua di Afrika, bahkan mungkin di dunia.

Dalam legenda disebutkan bahwa pendiri pertama kerajaan Ethiopia (founder of Ethiopian Solomonic Dynasty) adalah MENELIK I (Ibn al-Malik), putra Nabi Sulaiman (Solomon) dan Ratu Saba (Queen Sheba) pada abad ke-4 sebelum Masehi. Keunikan ketiga, ketika Nabi Muhammad s.a.w. melakukan hijrah pertamanya (abad ke-7 Masehi) justru dilakukan ke Ethiopia. Keunikan keempat, Bilal bin Rabah r.a. , sahabat terkasih Nabi s.a.w. yang terkenal sebagai ‘muadzdzin pertama’ juga berasal dari Etiopia. Pada awalnya Kerajaan Aksum atau Ethiopia mengadopsi Hukum Musa (Taurat), namun sejak Raja Ezana (King Ezana) berkuasa pada abad ke-4 Masehi, Taurat digantikan Injil (Kristen).
Geografi dan Penduduk Ethiopia berbatasan dengan Somalia, Kenya, Sudan, Eritrea dan Djibouti, dengan luas wilayah 1.127.127 km2. Beriklim tropik basah. Hasil tambang utama adalah emas, platina, tembaga, gas alam, dan potassium. Jumlah penduduknya sekitar 66.557.553 orang, dengan angka pertumbuhan rata-rata per-tahun 1,96%, angka kelahiran 39,81 per-1000, sedangkan angka kematian 20,17 per-1000. Penduduk Etiopia terdiri dari bermacam-macam suku antara lain Oromo (40%, Amhara dan Tigre 32%, Sidamo 9%, Shankella 6%, Somali 6%, Afar 4%, Gurage 2%, lain-lain 1%. Jumlah penganut Islam 45-50%, Kristen (Ethipian Orthodox) 35-40%, Animisme dan lain-lain 20%. Bahasa nasionalnya adalah Amharic, ditambah dengan bahasa lokal: Tigrinya, Oromigna, Guaragigna, Somali, Arab. Bahasa Inggris dipergunakan pada sekolah dan universitas.
Ekonomi
Perekonomian Etiopia didukung oleh sektor pertanian, yang menyumbang separuh GDP, 85% export serta menyerap 80% tenaga kerja. Angka pertumbuhan rata-rata 3%, dengan inflasi rata-rata 4%. Pendapatan per-kapita US $ 700,-. Angkatan kerja diserap oleh sektor pertanian sebesar 80%, pemerintahan dan jasa 12%, industri dan konstruksi 8% Hasil tambang utama adalah emas, platina, tembaga, gas alam, potassium dan hydreopower. Sedangkan hasil industrinya berkisar pada food processing, minuman, tekstil, bahan kima, metals processing dan semen. Sedangkan hasil pertanian unggulan adalah sereal, kopi, sayuran, domba, kambing, dan kacang-kacangan.
Angka eksportnya sebesar US $ 433 juta, dan import sebesar US $ 1,63 milyar. Komoditi eksportnya adalah kopi, emas, binatang hidup, produk kulit, sedangkan patner ekspor Inggris, Djibouti, Jerman, Itali, Jepang, Saudi Arabia dan Amerika Serikat. Komiditi yang diimport adalah makanan, binatang hidup, minyak dan produknya, bahan kimia, mesin, motor, dan tekstil. Patner import Saudi Arabia, Cina, Italia, India, dan Jerman. Indonesia belum termasuk di dalamnya. Mata uang Etiopia adalah ‘birr (ETB’. US $ 1,- equivalent 8.46 birr (ETB).
Sejarah Pemerintahan
Republik Demokrasi Federal Ethiopia (Federal Democratic Republic of Ethiopia) dalam bahasa lokal disebut Ityop’iya Federalawi Demokrasiyawi Ripeblik, dahulu bernama Abyssinia atau Italian East Africa. Ibukota Etiopia adalah ADDIS ABABA, terbagi dalam 9 negara bagian yang didasarkan pada etnis dan 2 self-governing administrations*, yaitu Adis Adeba* (Adis Ababa), Afar, Amara (Amhara), Binshangul Gumuz, Dire Dawa*, Gambela Hizboch (Gambela Peoples) Hareri Hizb (Harari People), Oromiya (Oromia), Sumale (Somali), Tigray, Ye Debub Biheroch Bihereseboch na Hizboch (Sauthern Nation, Nationalities and Peoples). Sebagaimana telah diuraikan, Ethiopia adalah negara merdeka tertua di dunia. Pendirinya adalah Menelik I (Ibn al-Malik), putra Nabi Sulaiman dan Ratu Saba, pada abad ke-5 sebelum Masehi. Namun ketika Mengistu Haile Mariam berkuasa di Etiopia (1991), hari kemerdekaan Ethiopia ditetapkan pada tanggal 28 Mei. Pemerintahan Ethiopia dimulai dari Aksum, terletak di propinsi Tigray, ketika Menelik I (Ibn al-Malik) pulang dari Yerussalem mengunjungi ayahnya, Nabi Sulaiman, untuk belajar tentang hukum Musa selama 3 (tiga) tahun).
Nabi Sulaiman dalam al-Qur’an disebut sebagai Nabi yang sangat kaya, bijaksana dan dapat berbicara dengan semua binatang dan jin. Beliau berhasil menaklukkan Ratu Saba’, yang ketika itu juga sudah mendengar tentang kehebatan Nabi Sulaiman. Istana Ratu Saba’ dapat dipindahkan ke Yerusalem hanya dalam sekejap. Hal ini sebagaimana diceritakan dalam Surat An-Naml (27) ayat 39 dan 40. Jin Ifrit menawarkan bahwa sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari singgsananya, istana Ratu Saba’ dapat dipindahkan, namun tawaran itu dipatahkan oleh orang yang ‘berilmu dari Ahli Kitab’, yang menawarkan jasanya, bahwa hanya dalam sekejap mata, istana Ratu Saba’ dapat dipindahkan ke Yerusalem. Sekembalinya dari Yerusalem, Menelik I mendirikan ‘Solomonic Dynasty’ dan kerajaan Akum sekaligus mengadopsi Hukum Musa (Law of Moses/Taurat). Solomonic Dynasty selanjutnya dikenal dengan ‘Ethiopian Solomonic Dynasty. Namun pada masa dinasti Raja Ezana, pada abad ke-4 Masehi, Hukum Musa diganti dengan ‘Bible’ (Kristen). Kristen Ethiopia adalah Kristen Ortodox, yang dikenal dengan Ethiopian Orthodoz Tewahedo. Sebelum Eropa menerima Kristen sebagai agama di sana, Ethiopia telah terlebih dahulu menerima Kristen sebagai agama negara.
Perlu diketahui, bahwa Kerajaan Aksum pernah menguasai Sudan selama beberapa tahun. Ethiopia adalah satu-satunya negara Afrika yang tak pernah dijajah oleh bangsa Eropa, namun pernah diduduki oleh fasis Italia pada tahun 1936–1941. Pada tahun 1941, bersama tentara Kerajaan Inggris, Ethiopia dapat mengusir Italia keluar dari negeri itu. Kaisar Heile Selassie I menguasai Kerajaan Ethiopia pada tahun 1930 – 1974, sebelum beliau digulingkan oleh Letnan Kolonel Mangistu Haile Mariam pada tahun 1974. Kolonel Mangistu adalah seorang komunis yang dikenal sangat dictator, menguasai sangat mutlak Ethiopia, mengendalikan pemerintahannya dengan menggunakan sebuah lembaga yang bernama ‘Derg” (committee). Pada tahun 1978 terjadi perang perbatasan dengan Somalia, memperebutkan lembah Ogaden. Kolonel Mangistu menguasai Ethiopia selama 17 tahun, dan pada tahun 1991, Derg’s kolaps, karena adanya pemberontakan yang dipelopori oleh Ethiopian Peoples Revolutionary Democratic Front (EPRDF), yang akhirnya membuat Kolonel Mangistu melarikan diri ke Zimbabwe. Tahun 1991 – 1995, pemerintah transisional dibentuk yang beranggotakan 27 politisi, dengan tugas pokok membubarkan sentralisasi kekuasaan dan membentuk negara yang bebas dan demokratis. Pada bulan Aghustus 1995, Ethiopia berubah menjadi suatu negara federal dengan nama Federal Democratic Republic of Ethiopia. Negara federal ini didasarkan atas pembagian etnis.
Negara Federal Ethiopia memisahkan kekuasaan Kepala Negara (Presiden) dan Kepala Pemerintahan (Perdana Menteri). Terpilih sebagai Perdana Menteri (Agustus 1995) adalah Meles Zenawi, dan terpilih kembali pada bulan Oktober 2000. Pada tanggal 8 Oktober 2001 terpilih Letnan GIRMA Wolde-Giorgis sebagai Presiden. Kekuasaan presiden dibatasi setiap 6 (enam) tahun. Sejarah paling memilukan pada masa pemerintahan demokrasi Ethiopia adalah ketika terjadi pemberontakan bangsa Eritrea pada tahun 1991. Eritrean People’s Liberation Front (EPLP) yang dipimpin oleh Isaias Afwerki mengambil kontrol Eritrea dan pada tanggal 23-25 April 1993 diadakan referendum di bawah pengawasan PBB. Pada tanggal 24 Mei 1993, Eritrea merdeka dan resmi memisahkan diri dari Ethiopia.
Perkembangan Islam di Ethiopia
Islam dianut oleh 50% dari total penduduk Ethiopia. Islam masuk pertamakali ke Ethiopia pada abad ke-7 Hijrah, ketika Nabi Muhammad s.a.w. melakukan hijrah beliau yang pertama ke negara tersebut (615 Masehi). Bagi kebanyakan orang Islam, Ethiopia disinonimkan sebagai kebebasan dari siksaan dan emansipasi dari rasa ketakutan (freedom from persecution and emancipation from fear), atau ekspresi kebebasan dan kepercayaan (freedom of expression and beliefs). Sedangkan hijrah kedua yaitu ke Madinah Al-Munawwarah disebut sebagai berakhirnya era penindasan (freedom from oppression).
Jejak-jejak hijrah Nabi s.a.w. direkam oleh Allah s.w.t. sebagai tersurat dalam Surat Al-Hujurat (49) ayat 13 Ketika Nabi Muhammad s.a.w. hijrah ke Ethiopia, beliau diterima secara terhormat oleh Raja Abyssinia, Negus Al-Asham. Oleh karena itu, setelah beliau kembali ke Mekkah, beliau mengutus Ja’far (saudara sepupu), membawa surat yang isinya mengajak Raja Negus Al-Asham masuk Islam. Karena raja Negus masih ragu, maka 6 (enam) tahun kemudian beliau mengutus Amir ibn Umayya untuk membawa surat serupa, dan akhirnya beliau memeluk Islam secara sukaela. Namun keluarga dan gereja tidak bisa menerima keadaan ini, dan setelah beliau wafat keadaan berbalik seperti semula (Kristen Ortodox). Pada abad ke-10, dinasti Fatimiyah di Mesir menekan Gereja Koptik Mesir agar Gereja Ortodox dan Pemerintah Ethiopia memberi kebebasan kepada penganut Muslim untuk melaksanakan ajaran Islam, mendirikan Masjid dan melindungi para pedagang Muslim.
Salah satu pejuang Islam yang sangat terkenal di Ethiopia adalah Imam Ahmad ibn Ibrahim al-Ghazi, dikenal dengan sebutan Ahmad Gran. Beliau mengontrol Harar dan Somalia, tenggara Ethiopia. Pemerintahan Ottoman di Mesir memberikan bantuan kedpada Ahmad Gran untuk melawan kolonialis Portugis. Sejak saat itu, pengaruh Islam di Ethiopia sangat terasa, dan akhirnya pada abad ke-14 ada 7 (tujuh) kesultanan yang menganut Islam, yaitu Yifat, Dawaro, Arbabini, Hadiya, Shakara, Bali dan Dara. Sampai dengan tahun 1991, penduduk Ethopia yang menganut Islam sekitar 23,9 juta sampai 27,7 juta orang (45 – 52%), dan menduduki rangking ketiga setelah Nigeria dan Mesir. Islam di Ethiopia mempunyai penganut yang cukup besar (mayoritas), namun peranannya terhadap pemerintahan sangat minoritas, karena Ethiopia mempunyai keunikan, yaitu sejak awal, negeri ini didirikan oleh orang-orang yang mempunyai komitmen kuat terhadap agama Yahudi dan Nasrani, sejak Raja Menelik I sampai dengan Kaisar Haile Selassie. Sehingga kultur kekuasaan dan politik sangat kental dengan warna Kristen Ortodox.
Eritrea
Eritrea sebagaimana Ethiopia, terletak di Tanduk Afrika, Afrika Bagian Timur, mempunyai sejarah yang panjang untuk memperoleh kemerdekaan. Berbeda dengan Ethiopia yang mempunyai sejarah kemerdekaan tertua di dunia, Eritrea harus bersusah payah melepaskan diri dari cengkeraman kerajaan Aksum, Italia, Inggris dan pemerintah federal Ethiopia. Karena begitu panjangnya sejarah kolonialisasi oleh negara asing, khususnya oleh Kerajaan Aksum dan Pemerintah Federal Ethiopia, maka kultur social politik Eritrea hampir tak berbeda dengan Ethiopia. Kultur keagamaannya pun hampir tak berbeda, khususnya mengenai paham Kristen Ortodox. Oleh karena itu, keunikan yang dipunyai oleh Ethiopia, hampir dapat dipastikan Eritrea ikut mewarisinya.
Geografi dan Penduduk
Eritrea berbatasan dengan Ethiopia, Sudan dan Djibouti, dengan luas wilayah 121.320 km2. Beriklim panas dan kering di daerah pantai (Laut Merah) serta dingin di bagian tengah (pegunungan). Jumlah penduduknya sekitar 4.362.254 orang, dengan angka pertumbuhan rata-rata per-tahun 1,28%, angka kelahiran 39,44 per-1000, sedangkan angka kematian 13,23 per-1000. Penduduk Eritrea terdiri dari bermacam-macam suku antara lain Tigrinya 50%, Tigre dan Kunama 40%, Afar 4%, Saho dan lainnya 7% Jumlah penganut Islam 52%, Kristen 45%, Animisme dan lain-lain 1,4%. Bahasa yang dipergunakan adalah Afar, Arabic, Tigre dan Kunama, serta Tigrinya.
Ekonomi
Sebagai negara baru, Eritrea dikategorikan sebagai negara miskin, dan perekonomiannya didukung oleh sektor pertanian, yang menyerap 80% tenaga kerja (petani dan penggembala). Angka pertumbuhan rata-rata 2%, dengan inflasi rata-rata 15%. Pendapatan per-kapita US $ 700,-. Angkatan kerja diserap oleh sektor pertanian sebesar 80%, industri dan jasa 20%. Hasil tambang utama adalah emas, tembaga, minyak dan gas alam, serta seng dan garam. Sedangkan hasil industrinya berkisar pada food processing, minuman, tekstil, dan pakaian. Sedangkan hasil pertanian unggulan adalah sorgum, lentil, sayuran, jagung, kapas, tembakau, kopi, domba dan ikan. Angka eksportnya sebesar US $ 20 juta, dan import sebesar US $ 500 juta. Komoditi eksportnya adalah binatang hidup, sorgum, tekstil, dan manufaktur, sedangkan patner ekspor Italia, Jerman, Perancis, Amerika Serikat dan Belanda. Komiditi yang diimport adalah mesin, produk minyak, dan makanan. Patner import Italia, Amerika Serikat, Jerman, Ukraina, Turki, Perancis, dan Belanda. Mata uang Eritrea adalah ‘nakfa’ (ERN). US $ 1,- equivalent 9.50 Nakfa (ERN)
Sejarah Pemerintahan
Nama lengkap Eritrea adalah State of Eritrea, dalam bahasa lokal disebut Hagere Ertra, dahulu bernama Eritrea Autonomous Region in Ethiopia. Ibukota Eritrea adalah ASMARA, terbagi dalam 6 regions, yaitu Central, Anelba, Southern Red Sea, Northern Red Sea, Southern, dan Gash-Barka. Sebagaimana telah diuraikan, Eritrea adalah negara baru yang memperoleh kemerdekaan dari Ethiopia pada tanggal 24 Mei 1993. Negara ini mengikuti sejarah Ethiopia, sejak dari Kerajaan Aksum sampai dengan Kaisar Haile Selassie. Oleh karena itu, keberadaan Ratu Saba, Raja Menelik I (Abd al-Malik), King Azana, maupun Bilal r.a. juga merupakan bagian sejarah Eritrea. Pada tahun 1889-1941 diduduki Italia, pada tahun 1941 Italia diusir dari Eritrea oleh Inggris. Yang perlu dicatat adalah sejarah Eritrea ketika memperoleh kemerdekaan dari Ethiopia.
Eritrea menjadi bagian dari negara federasi Ethiopia pada tahun 1952. Pada tahun 1958, benih-benih pemberontakan mulai muncul, dan pada tahun 1961 dimulailah genderang perang kemerdekaan Eritrea. Tahun 1962, Eritrea dijadikan propinsi ke-14 oleh Ethiopia, dan pada tahun 1970 Eritrean People’s Liberation Front (EPLF) didirikan. Tahun 1976-1978 EPLF mengontrol hampir semua kota di Eritrea. Pada tahun 1991, Isaias Afwerki, Sekjen EPLF memegang kendali pemerintahan transisional Eritrea. Dan akhirnya seluruh gejolak politik ini mengundang campur tangan internasional, sehingga PBB menyetujui diadakannya ‘referendum’ sebagaimana dituntut oleh EPLF. Referendum di bawah pengawasan PBB diadakan selama dua hari, 23-25 April 1993. Hasilnya adalah 99,81% rakyat Eritrea setuju merdeka. Dan akhirnya pada tanggal 24 Mei 1993, Eritrea resmi menjadi negara merdeka. Terpilih sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan adalah ISIAS AFWERKI pada tanggal 8 Juni 1993. Namun Eritrea belum juga mengalami ketenangan, karena perang perbatasan dengan Ethiopia masih berlanjut, demikian juga dengan Sudan.
Perang perbatasan dengan Ethiopia berlangsung selama 2 (dua) tahun, 1998-2000, telah menewaskan kurang lebih 70.000 orang. Oleh karena itu, pada tahun 2000 dibentuk suatu ‘Komisi Perbatasan Ethiopia-Eritrea (Eritrea-Ethiopia Boundary Commission). Perang perbatasan dianggap selesai pada tahun 2003 yang lalu. Karena Eritrea sebagaimana Ethiopia dikuasai oleh Kristen Ortodox, maka tekanan politik dilakukan oleh partai politik Islam antara lain datang dari Eritrean Islami Jihad Movement (EIJM), terkenal dengan Abu Sihel Movement, Eritrean Islamic Salvation (EIS), terkenal dengan Arafa Movement.
Perkembangan Islam di Eritrea
Islam dianut oleh 52% dari total penduduk Eritrea. Islam masuk pertamakali ke Eritrea pada abad ke-7 Hijrah, sebagaimana di Ethiopia, ketika Nabi Muhammad s.a.w. melakukan hijrah beliau yang pertama ke negara tersebut (615 Masehi). Namun spesifikasi masuknya Islam di Eritrea terjadi pada abad ke-8, ketika para pembawa misi Islam memasuki Kepulauan Dahlak dan kota pantai Massawa.
Pada abad ke-10, hampir seluruh penduduk Kepulauan Dahlak dan kota pantai Massawa masuk Islam. Pada abad ke-16, Kerajaan Otoman Turki menguasai hampir seluruh bagian utara dan timur Afrika, termasuk di dalamnya Eritrea sampai dengan abad ke-19. Setelah itu, masuk tentara Mesir dan menguasai Massawa. Adapun suku-suku di Eritrea yang menganut Islam Afar, Agaw Western, Beja, Bilen, Hadrami, Kunama, Mensa, Nara, Saho, Somali, Sudanese Arab, dan Tigre. Sebagaimana di Ethiopia, secara politis, ummat Islam di Eritrea mengalami tekanan-tekanan, karena kekuasaan pemerintahan didominasi oleh kaum Krsten Ortodox, sehingga muncul parpol-parpol Islam yang bertujuan untuk menekan pemerintahan Isaias Afwerki, agar berlaku adil dan proporsional terhadap Islam. Hal inilah yang membedakan perjuangan ummat Islam di Ethiopia dan Eritrea.
Ummat Islam di Eritrea selalu berjuang untuk memperoleh hak yang sama dengan ummat Kristen Ortodox, sedangkan di Ethiopia, gaung perjuangan untuk membela Islam hampir tidak terdengar. Karena kegigihan ummat Islam Eritrea, akhirnya mereka dicap sebagai kaum Islam fundamentalis dan teroris.
Bilal dan Hak Azasi Manusia
Bilal bin Rabah r.a. semula adalah seorang budak saudagar kaya Umaiyyah bin Khallaf (bangsawan Quraish Makkah), berasal dari Habsyi, Abessynia atau Ethiopia/Eritrea. Karena ke-Islaman-Nya, beliau disiksa dengan amat keras oleh tuannya, Umaiyyah bin Khallaf. Penyiksaan ini mengundang Abu Bakar r.a., yang kemudian membebaskannya (memerdekakannya) dengan sejumlah tebusan. Karena dimerdekakan oleh Abu Bakar, maka beliau mendapat julukan ‘Maula Abu Bakar, atau orang yang dibeli untuk bebas oleh Abu Bakar r.a. Beliau sangat dekat dengan Nabi s.a.w., apalagi mengingat bahwa Bilal bin Rabah berasal dari Habsyi (Ethiopia/Eritrea). Menurut suatu riwayat, Bilal bin Rabbah termasuk orang yang pertama menampakkan keislamannya, setelah Abu Bakar, Ammar dan Ibunya, Shuhaib, dan Maqdad. Mereka semua punya pelindung, kecuali Bilal bin Rabbah. Karena sebagai budak dan tidak mempunyai pelindung, maka posisi Bilal bin Rabbah r.a. sangat lemah, sehingga kaum kafir Quraisy menyerahkannya kepada anak-anak untuk diarak ramai-ramai di jalan-jalan Makkah. Namun beliau tetap tegar dan selalu menyatakan: Ahad…Ahad…Ahad. Beliau mendpatkan pendidikan (tentang zuhud) langsung dari Nabi Muhammad s.a.w.
Kemerdekan Bilal bin Rabah r.a. menjadi lambang hak azasi manusia dalam Islam. Walaupun berkulit hitam legam, Abu Bakar r.a. melihat bahwa Bilal mempunyai hak yang sama sebagaimana manusia lainnya, oleh karena itu, memerdekakan Bilal berarti memuliakan Islam itu sendiri, karena di depan Allah s.w.t., manusia hanya dibedakan karena taqwanya. Islam tidak memperbolehkan (mengharamkan) adanya perbudakan. Hal ini sebagai bentuk penghargaan terhadap ummat manusia bahwa pada dasarnya manusia itu diciptakan sebaik-baik ciptaan Allah, suci sejak lahir dan tidak mengenal strata sosial. Penghargaan tertinggi yang diberikan kepada Bilal bin Rabbah r.a. adalah ketika beliau ‘dipercaya’ sebagai muadzdin pertama oleh Nabi s.a.w. dan tugas ini dilakukan sampai Ummar ibn Khattab menjadi Khalifah. Ketika itu beliau sedang mukim di Syiria. Bilal bin Rabbah r.a. juga dijamin Rasullah s.a.w. masuk surga dan bahkan mendahului beliau. Pada tahun 630 Masehi, Bilal bin Rabbah r.a. berkunjung ke Ethiopia/Eritrea, dan pada tahun 648 Masehi menyelamatkan keluarga Nabi s.a.w. ketika terjadi perang di Karbala dan membawanya ke Ethiopia. Bilal bin Rabbah r.a. wafat di Ethiopia pada tahun 670 Masehi.
Ethiopia maupun Eritrea, dua negara yang dikuasai oleh kaum Kristen Ortodox, sangat beruntung mempunyai seorang sahabat yang sangat dicintai Rasul s.a.w. serta menjadi lambing Hak Azasi Manusia dalam Islam. Oleh karena itu, kaum Muslim di kedua negara tersebut patut bersyukur dan seharusnya selalu meniru langkah-langkah Bilal bin Rabbah r.a. yang tak pernah surut dalam memperjuangkan kebenaran, kebebasan, dan hak azasi manusia.

July 26, 2008 at 6:18 am (1)
*Penulis saat ini bekerja di Universitas YARSI
Catatan: Artikel ini telah dimuat dalam Majalah AMANAH No. 49, Th. XVII, April 2004 / Shafar 1425

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons