About

check

Senin, 01 Desember 2008

Islam di Thailand


Thailand atau yang dahulu dikenal dengan nama Siam secara geografis terletak di wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk sekitar 60 juta jiwa. Sebagian besar warga di negara ini dari etnis Thai dan menganut agama Budha. Diantara minoritas agama di Thailand, Islam adalah agama yang terbesar.

Sampai saat ini tidak ada data yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai jumlah warga muslim di negara ini. Jumlah yang sering disebut berkisar antara 6-15 persen. Namun demikian, pemerintah Bangkok secara resmi menyebut jumlah umat Islam di negara itu hanya sekitar 4 persen. Dengan persentase yang kecil berdasarkan data pemerintah, jumlah warga muslim di sana tidak lebih dari dua setengah juta jiwa.
Warga muslim di Thailand umumnya bermadzhab Sunni Syafi’i sementara hanya sekitar satu persen dari mereka menganut madzhab Syiah. Keberadaan muslim Syiah di Thailand bukan fenomena yang baru, tetapi sudah ada sejak abad 17 Masehi, setelah seorang peniaga dari Iran yang bernama Sheikh Ahmad Qomi hijrah ke negeri Siam tahun 1602. Sejarah menyebutkan bahwa setelah kedatangan Sheikh Ahmad Qomi, mulai terbentuk komunitas Syiah di Thailand, dan lambat laun upacara ritual yang identik dengan kaum Syiah seperti upacara peringatan Tasu’a dan Asyura membudaya di kalangan mereka.
Namun dua generasi setelah itu, akibat transfomasi yang terjadi di negeri itu sebagian keturunan Iran di Thailand mengganti agama mereka dan memeluk agama Budha. Dengan demikian, mulai muncul perpecahan di tengah keturunan Sheikh Ahmad Qomi. Mereka yang keluar dari Islam dan memeluk agama Budha umumnya melakukan hal itu karena dorongan ambisi kekuasaan. Keturunan Sheikh Ahmad Qomi yang masih memegang teguh keyakinan mereka memutuskan untuk berhijrah dari Ayutaya yang saat itu menjadi ibukota negara menuju ke kota kuno, Bangkok, demi menjaga agama.
Saat ini di Thailand terdapat sekitar 2.500 buah masjid, 250 diantaranya berada di ibukota, Bangkok. Sekitar 400-an masjid berada di provinsi Naratiwath, provinsi di selatan Thailand yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Masjid menjadi pusat kegiatan keagamaan dan kebudayaan di Thailand. Selain masjid, penyebaran dan pencerahan Islam dilakukan lewat pusat-pusat pendidikan agama Islam juga oleh lembaga Sheikhul Islam.Perlu dicatat bahwa terbentuknya lembaga Sheikhul Islam di negeri Budha seperti Thailand menunjukkan kredebilitas kelompok muslim dan kedudukannya di mata Raja.
Di Thailand, pusat pendidikan agama lazim disebut pondok. Saat ini di Thailand jumlah pusat pendidikan Islam mencapai lebih dari 500 sekolah. Dari jumlah itu 300 diantaranya tercatat secara resmi dalam daftar pemerintah. Di sekolah agama, bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu dan Arab. Para pemimpin pondok biasanya menaruh perhatian yang besar pada masalah sholat dan hukum-hukumnya serta membaca dan menghafal al-Qur’an.
Pemerintah Thailand tidak memberikan legalisasi bagi ijazah yang dikeluarkan oleh sekolah agama Islam. Karena itu, ijazah para santri tidak dapat dimanfaatkan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah negeri atau untuk mencari pekerjaan. Akibatnya, mereka yang memiliki kecenderungan pada masalah agama lebih memilih untuk mengajar agama setelah menamatkan jenjang pendidikan. Kondisi seperti ini memaksa banyak warga muslim untuk mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah negeri, padahal dalam hati kecil mereka menentang budaya yang diajarkan sekolah-sekolah negeri karena bertolak belakang dengan keyakinan agama Islam.
Bagi rezim Thailand, keberadaan sekolah-sekolah agama Islam cukup mengganggu program pemerintah yang ingin mensosialisasikan budaya Thai bagi seluruh warganya dan melebur warga muslim secara penuh ke dalam komunitas Thai. Untuk menekan apa yang dianggapnya sebagai gangguan ini, pemerintah Thailand memberlakukan pembatasan terhadap kegiatan sekolah-sekolah agama Islam. Tindakan lain yang dilakukan adalah berupaya memasukkan sekolah-sekolah tersebut ke dalam pengawasannya. Dengan memberikan ijazah yang dilegalisir, pemerintah berusaha menekan ‘ekstrimisme’ kelompok santri.
Berdasarkan penelitian yang ada, umat Islam di Thailand umumnya terdiri atas dua kelompok etnis. Etnis pertama adalah warga muslim Thai juga keturunan Burma yang merupakan penduduk asli Thailand dan Burma. Mereka umumnya memeluk agama Islam karena hubungan perkawinan. Biasanya dari sisi ekonomi, muslim Thai lebih mapan dan mereka tinggal di kawasan utara dan tengah Thailand. Etnis kedua adalah warga muslim Melayu. 90% muslim Thailand berasal dari etnis Melayu. Mereka umumnya tinggal di kawasan selatan yang berbatasan dengan Malaysia. Bahasa yang mereka gunakan sehari-hari adalah bahasa Melayu.
Kebijakan diskriminatif pemerintah Thailand terhadap warga muslim khususnya di wilayah selatan negara itu telah membangkitkan sentimen anti pemerintah pusat di tengah minoritas besar Thailand ini. Munculnya perlawanan bersenjata khususnya di kawasan selatan tidak dapat dipisahkan dari kebijakan diskriminatif tersebut. Muslimin di selatan Thailand pernah memberontak secara luas pada tahun 1948 yang dihadapi oleh pemerintah dengan tangan besi. Akibatnya sentimen dan permusuhan terus membara. Mungkin saja pemerintah Thailand dapat secara lahiriyah meredakan kerusuhan dan pemberontakan, namun kondisinya tetap seperti api dalam sekam. Dan kini, kerusuhan gelombang baru pecah sejak Januari 2004. Sudah lebih dari 2.500 orang tewas dan seluruh upaya yang dilakukan pemerintah Thailand -termasuk yang ditengahi oleh Malaysia- tidak berhasil meredakan konflik. Sebab konflik di selatan Thailand memerlukan penanganan sampai ke akarnya, yang salah satunya adalah dengan mengubah kebijakan diskriminatif pemerintah Bangkok terhadap mereka.


--------------------------------------------------------------------------------

[1] Sheikh Ahmad Qomi lahir di kota Qom Iran tahun 1543 Masehi dan pada tahun 1605 hijrah ke negeri Siam (Thailand). Ia menikah dengan seorang wanita keluarga kerajaan dan dianugerahi dua anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Dari ketiga anaknya, Sheikh Ahmad Qomi memiliki keturunan yang kini menetap di Thailand. Umumnya mereka dihormati di negeri ini dan memiliki kedudukan sosial yang tinggi. Tak sedikit pula yang duduk di jabatan penting pemerintahan.

[2] Warga muslim Thailand meski minoritas di tengah umat Budha, namun mereka memiliki kedudukan sosial dan jabatan politik yang tinggi. Di majlis Senat mereka memiliki jatah tujuh kursi sementara di parlemen memiliki 13 kursi.

[3] Ketika Raja Siam mendapat kesembuhan setelah menderita penyakit yang berat, untuk menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan, ia menggelar acara ritual khusus di salah satu kuil besar. Raja mengundang semua pejabat pemerintahan dan anggota kerajaan untuk mengikuti upacara tersebut. Hanya seorang pejabat kerajaan yang tidak diundang, dia adalah Jay, cicit Sheikh Ahmad Qomi yang beragama Islam. Jay saat itu menjabat sebagai Menteri Urusan Perkotaan di Kerajaan Siam. Jay sangat sedih karena tidak mendapat undangan Raja. Ia yakin bahwa diskriminasi ini terjadi karena ia keturunan Iran dan beragama Islam. Karena itu, tanpa mempedulikan penentangan keluarga besar keturunan Sheikh Ahmad Qomi, Jay berpindah agama menjadi pengikut agama Budha. Dengan demikian ia dapat mengikuti ucapara ritual Budha.

[4] Yang perlu dicatat di sini adalah bahwa kedudukan Sheikhul Islam diperoleh Sheikh Ahmad Qomi berkat hubungan dekatnya dengan kerajaan dan beliau menjadi Sheikhul Islam pertama di negeri Siam. Saat itu, Sheikh Ahmad Qomi mengenalkan madzhab Syiah Itsna Asyariah kepada rakyat Siam. Sampai tahun 1945, jabatan Sheikhul Islam dipegang oleh anak cucu Sheikh Ahmad Qomi (13 orang) yang kesemuanya bermadzhab Syiah. Setelah tahun 1945 hingga saat ini sudah empat orang dari kalangan muslim Sunni yang memangku jabatan Sheikhul Islam di Thailand.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons